Jakarta | Jurnal Inspirasi
Tingkah Staf Khusus Kepresidenan Andi Taufan Garuda Putra yang melayangkan surat bernomor 003/S-SKP-ATGP/IV/2020 tanggal 1 April 2020. Surat itu menggunakan kop Sekretariat Kabinet Republik Indonesia kepada para camat seIndonesia, dimana dalam surat itu Taufan meminta para camat melibatkan perusahaannya sendiri, PT Amartha Mikro Fintek dalam penanganan virus Corona (Covid-19). Dalam isi suratnya, ia ‘menitipkan’ perusahaannya, Amartha sebagai relawan Covid-19 untuk wilayah Jawa, Sulawesi, dan Sumatera.
Atas sikap yang menghebohkan publik Tanah Air itu, sejumlah kritikan mengalir ke Istana Presiden. “Ini satu-satunya pengakuan saya atas kehebatan Ir. Haji Joko Widodo, hanya dalam 4 bulan sudah sukses menyiapkan 11 Staf Khusus Presiden berkelas Andi Taufan,” kata Natalius Pigai, Selasa (14/4).
Bukan tanpa alasan. Menurutnya, terungkapnya surat Andi
Taufan ini menunjukkan iklim di Istana Negara kerpa menggerus moral para
pejabatnya. Sebab sejauh ini, ia kerap menemukan pejabat yang setelah masuk ke
lingkaran istana berubah haluan.
“Saya minta Jokowi secara sukarela mundur. Negara
ini tidak hanya bangkrut karena ekonomi dan virus corona, tetapi makin hancur
karena kekuasaan negara diisi orang-orang vandalis moral,” kritik mantan
Komisioner Komnas HAM ini.
Sikap presiden dengan meletakkan jabatannya dinilai perlu
bila memang benar-benar mementingkan martabat bangsa. “Apakah tidak
terasa, semua kejahatan terlihat di kasat mata rakyat Indonesia. Kalau saya
pasti malu dan mundur. Jabatan itu tidak ada nilainya dibanding harga diri dan
martabat,” tandasnya.
Bukan hanya kop surat yang dipermasalahkan, tapi juga
adanya dugaan menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan pribadi yang disoroti.
Ini lantaran surat itu meminta camat untuk menyertakan perusahaannya dalam giat
relawan desa melawan Covid-19. Terlepas dari itu, Andi Taufan telah
menyampaikan minta maaf dan menyatakan menarik kembali surat yang diedarkan
pada 1 April lalu itu.
Bagi politisi Partai Demokrat, Jansen Sitindaon, hikmah
yang dapat dipetik dari kasus ini adalah tidak kompetennya lingkar istana dalam
mengelola administrasi. Di mana masalah administrasi yang demikian sudah kerap
terjadi dan terus berulang. “Inti sebenarnya dari surat stafsus milenial itu
adalah administrasi dan power di sekitar istana dikelola dengan tidak
profesional dan kompeten,” terangnya dalam akun Twitter pribadi, Selasa (14/4).
“Dan ini sdh bolak balik terjadi. Mulai I don’t read what
i sign, pernyataan berkali-kali direvisi dan lain-lain. Ini baru yang
diketahui publik. Belum yang tidak,” sambung Jansen.
Menurutnya, rakyat hanya bisa mengingatkan apa yang telah
terjadi. Walaupun mereka yang diingatkan selalu tidak menghiraukan. Dia lantas
menganalogikan seorang anak yang mengingatkan orang tua di rumah. Terkadang apa
yang diingatkan itu tidak diindahkan oleh yang bersangkutan.
“Bisa karena dia tidak tahu, dia lupa, atau karena dia
memang salah. Soal didengar apa tidak urusan dialah itu. Jika dalam kata-kata
mengingatkan itu ada kritiknya, itulah demokrasi,” tutupnya.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli
turut menyuarakan kekecewaanya. Lewat akun Twitter miliknya, Selasa (14/4),
Rizal Ramli melontarkan tanggapan yang bernada geram. “Stafsus muda-muda
sudah abusive, tidak tahu malu! Tidak punya etika, ndak ngerti bahwa conflict
of interest itu tidak boleh. Payah abis. Belajar dari siapa ya? Fwrd: 7.094
kecamatan seluruh Indonesia harus bekerja sama dengan PT milik Staf Khusus
@jokowi?” cuit @RamliRizal beberapa saat lalu. Taufan menyedot perhatian
publik atas tindakannya tersebut, isu Stafsus pun trending di Twitter.
Terbongkarnya surat yang menggunakan kop Sekretariat
Kabinet dengan ‘menitip’ perusahaan, menjadi fakta yang miris. Sebab, tindakan
Andi Taufan tersebut dinilai membuka tabir sepak terjang para staf milenial
yang resmi diumumkan Presiden Joko Widodo November 2019 silam.
“Kasihan stafsus melenial ini, akibat satu stafsus
milenial semua jadi kena. Pada ketahuan dan dikuak main proyeknya,” kata
Ketua Majelis Jaring Aktivis Pro Demokrasi, Iwan Sumule, Selasa (14/4).
“Buang-buang uang negara ratusan juta per bulan
untuk gaji milenial itu. Lihat saja peran dan kelakuan stafsus milenial yang
baru-baru ini terkuak. Merusak tatanan birokrasi kenegaraan, main proyek
pula,” sambungnya.
Ia mengamini kejadian serupa bukan kali pertama terjadi.
Menurut Ketua DPP Gerindra ini, penggunaan kop surat berlogo garuda juga pernah
dilakukan oleh Staf Khusus lain.”Pernah juga dilakukan Jubir Fadjroel
Rachman. Tak paham penggunaan dan administrasi negara,” tegasnya.
Bahkan di tengah carut-marutnya tatanan staf di bawah
Presiden Joko Widodo ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga baru-baru ini
mengangkat Yustinus Prastowo sebagai Staf Khusus bidang Komunikasi Strategis. “Yang
lagi lucu, Menkeu SMI (Sri Mulyani) suruh menghemat anggaran, tapi malah angkat
stafsus baru. Tanda pemborosan, juga sepertinya SMI sudah tak mampu kerja, maka
perlu stafsus. Iya gak sih?” tegasnya.
Dengan rentetan peristiwa ini, Iwan Sumule pun meminta pemerintah untuk mengurangi para pejabat sekelas Stafsus untuk mengurangi beban keuangan negara yang tengah mengalami kesulitan. “Kebijakan Menkeu SMI selalu jadi beban bangsa dan negara. Jadi langkah yang super keliru jika masih saja mempertahankan dan berharap Menkeu SMI bisa kerja untuk sejahterakan rakyat. Stafsus mesti dikurangi,” tandasnya.
Asep Saepudin Sayyev |*