30.2 C
Bogor
Friday, July 11, 2025

Buy now

spot_img
Home Blog Page 1463

Tebingan Kali Neglasari Longsor, Satu Rumah Rusak

Leuwiliang | Jurnal Bogor

Hujan deras yang mengguyur wilayah Kecamatan Leuwiliang menyebabkan longsornya tebingan kali Neglasari. Akibatnya, satu rumah warga di Kampung Neglasari Rt 02, RW 04, Desa Leuwimekar, Kecamatan Leuwiliang ikut tergerus. Tak ada korban jiwa akibat peristiwa ini, tapi satu rumah mengalami kerusakan.

Kepala Desa Leuwimekar, Sumarno membenarkan ada bencana alam tanah longsor yang menyebabkan rumah warga rusak. “Diduga tanah longsor itu dipicu curah hujan tinggi dan menyebabkan aliran kali Neglasari meluap,” ujar pria yang biasa disapa Jaro Emay, Senin (18/5).

Pihak Desa tengah mendatangi lokasi bencana, dan melaporkan kejadian tersebut ke Kecamatan Leuwiliang dan Tim Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor. “Bencana tanah longsor itu terjadi karena intensitas curah hujan tinggi dengan kondisi tanah yang labil. Alhamdulilah, tidak ada korban jiwa atas musibah ini,” tukasnya.

** Cepi Kurniawan

Pemdes Sukaluyu Gunakan DD 2020 Bangun TPT dan Buka Akses Jalan

Nanggung l Jurnal Inspirasi

Pembangunan desa berbasis kebutuhan dasar masyarakat didongkrak Pemerintah Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung yang kini membangun TPT dan mengaspal jalan desa dengan hotmix. Sekretaris Desa Sukaluyu, Iip Maulana. S. Sos mengatakan, Dana Desa (DD) tahap pertama tahun anggaran 2020 digunakan bangun Tembok Penahan Tanah (TPT) lapangan desa yang berlokasi di Kampung Sawah di lingkungan RW 04 dan RW 07.

“Pembangunan masih dilakukan jelang datangnya hari raya Idul Fitri dan kemungkinan bangunan yang bersumber dari Dana Desa (DD) bakal dilanjut setelah Lebaran,” kata Iip kepada Jurnal Bogor, Senin (18/5).

Ia menambahkan, melihat situasi dan kondisi yang ada pembangunan paling telat setelah Lebaran sehingga pembangunan infrastruktur itu akan digeber. “Saat ini  bangunan TPT yang tengah berlangsung​ terlebih progres berikutnya, yakni pengerjaan hotmix jalan desa  dari Kampung Jeruk menuju Kampung Sibentang. Berikut pembukaan akses jalan yang merupakan jalur alternatif warga Sukajaya,” terangnya.

Pembukaan akses jalan dari Kampung Dukuh merupakan penghubung Kampung Sukajaya lantaran jalan tersebut hanya bisa dilintasi roda dua. “Dengan keinginan warga  sangat tinggi akhirnya jalan tersebut akan segera dilebarkan yang nantinya bisa dilalui kendaraan roda empat,” paparnya.

Alasannya, menurut Iip dibukanya akses jalan tersebut upaya untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian warga desa dan sebagai sarana transfortasi pendidikan.” Diperlukan sarana infrastruktur sebagai pendukung  pembangunan yang merupakan media transportasi masyarakat yang memadai,” pungkasnya.

** Arip Ekon

RS Darurat di Kemang Akhirnya Diresmikan

Kemang | Jurnal Inspirasi

Sempat mundur pembangunan rumah sakit darurat Wisma Kemendagri Kemang, akhirnya pada Senin (18/5), Bupati Bogor meresmikan tempat dimana untuk merawat dan mengisolasi pasien ODP dan PDP di wilayah Kabupaten Bogor. Untuk kapasitasnya bisa menampung 84 ruangan dengan fasilitas lengkap dan didampingi dokter spesialis dan perawat 24 jam.

“Karena kita tahu kalau dirawat di rumah sakit merasa orang sakit, barang kali ini menjadi solusi bahwa lokasi ini menjadi alternatif sebagai isolasi buat odp dan PDP ringan,” kata Ade Yasin usai meresmikan Wisma Kemendagri sebagai rumah sakit darurat.

Ade juga menjelaskan, wisma ini atas izin Kemendagri langsung dan sudah dilengkapi alat lain sebagai penunjang fasilitas setiap harinya. “Kalau saya berharap tidak terpakai tapi ini untuk jaga-jaga kalau ada rumah sakit yang kekurangan ruangan disini bisa khusus ODP dan PDP, namun kalau masyarakat masih bandel, contoh berkerumun di pasar untuk tingkat terjangkit bisa lebih tinggi,” jelasnya.

Kapasitas ruangan Wisma Kemendagri sendiri mampu menampung 84 pasien dengan rincian ODP 64 ruangan dan 20 buat PDP. Bahkan, ruangan ini sangat mudah aksesnya berada di jalan utama Kemang-Parung. “Lebih lengkap RS ini untuk mengurangi beban rumah sakit dan dokter disana sudah kelelahan, makanya ini yang ringan masuk kesini tapi tidak untuk anak-anak, namun dihuni dengan umur diatas 15 tahun,” jelas Bupati.

Lebih lanjut ia menuturkan, jumlah dokter ada tiga, satu spesialis paru, dua dokter umum, perawat 14 dan cleaning service 20 orang. “Ada satu lagi isolasi di wilayah selatan dibangunkan swasta di gedung Pusat Diklat juga, karena yang Wisma Kemendagri ini buat zona Barat dan Utara, sedangkan di Timur masih ada RSUD Cileungsi,” tutupnya.

** Cepi Kurniawan.

Warga Balekambang Sembuh dari Covid-19

Jonggol | Jurnal Inspirasi

Seorang warga berinisial N (42), Desa Balekambang, Kecamatan Jonggol dinyatakan sembuh dari Covid-19 setelah sebelumnya dilakukan perawatan di Rumah Sakit Permata Jonggol dan RSUD Cileungsi. Sebelumnya ada kesimpangsiuran dari pemberitaan warga N (42) yang dinyatakan kabur dari Rumah Sakit Permata Jonggol, hingga mengakibatkan 2 RT di satu Desa Balekambang harus diisolasi.

Kepala Desa Balekambang, Anap meluruskan kesimpangsiuran berita yang beredar di media sosial, Dirut Rumah Sakit Permata Jonggol Dr. Sri Handayani MARS, juga melakukan klarifikasi di aula kantor Kecamatan Jonggol dan menjelaskan bahwa kabar perihal pasien kabur dari RS Permata Jonggol itu tidak benar.

Klarifikasi tersebut dihadiri oleh Kepala Desa BaleKambang, Camat Jonggol, Dirut Rumah Sakit Permata Jonggol, Kepala Puskesmas Jonggol, perwakilan keluarga pasien, tim dokter yang menangani pasien N dan aparatur desa serta perwakilan awak media. “Saat itu pasien N (42) datang ke RS Permata Jonggol pada tanggal 15 April untuk berobat dan mengeluhkan sakit pada bagian perut, awalnya pasien memang tidak mengalami gejala seperti kondisi Covid-19, dengan mengikuti standar kesehatan yang sudah di tetapkan maka pasien di lakukan tes Swab yang pertama yaitu tanggal 17 April, dan dari hasil tes Swab Covid-19 pertama yang dilakukan pasien N (42) dinyatakan positif Covid-19, dan kami melakukan perawatan kepada pasien sesuai standar Covid-19, hingga hasil Swab yang ke-2 menyatakan bahwa pasien Negatif Covid-19,” jelas Dr. Sri Handayani, Senin (18/5).

Dia menjelaskan bahwa kepulangan pasien merupakan keinginan keluarga pasien yang diungkapkan kepada pihak rumah sakit secara terus menerus, karena berdasarkan prosedur memperbolehkan jika memang pasien Covid-19 masih dalam katagori ringan bisa melakukan isolasi mandiri di rumah, ditambah lagi memberikan alasan atas kepulangan pasien tidak sembarangan selain permintaan keluarga, juga melihat kondisi pasien sudah membaik dari hasil perawatan yang dilakukan oleh tenaga medis.

“Secara prosedur kami sudah melakukan penanganan pasien Covid-19 dan pemulangan pasien sesuai standar yang ditetapkan, bahkan kami menawarkan kembali untuk menjemput pasien sebelum akhirnya pasien di rawat di RSUD Cileungsi dan dilakukan tes Swab ke -3 disana (RSUD Cileungsi) untuk memastikan kondisi pasien yang hasilnya mengatakan bahwa pasien Negatif Covid-19 atau sembuh dari Covid-19, jadi perihal berita yang beredar pasien kabur dan yang lainnya itu tidak benar,” kata Dr. Sri lagi.

Sementara Kades Balekambang Anap menyayangkan informasi yang simpang siur ini akhirnya berdampak kepada kehidupan sehari-hari warganya hingga berdampak sangat signifikan terhadap ekonomi masyarakat desa khususnya. “Saya awalnya kaget dapet berita dari pak Camat perihal warga saya terinveksi Covid-19, ditambah lagi adanya pernyataan dari pihak ke-3 bahwa pasien dipulangkan oleh pihak rumah sakit padahal sudah berstatus positif Covid-19, dampaknya sangat terasa sampe-sampe warga kami yang jual timun suri gak laku sama sekali perihal adanya berita yang beredar bahwa satu kampung warga diisolasi,” kata dia.

“Oleh karena itu saya mohon bantuan kepada pihak rumah sakit untuk mengadakan sosialisai kepada masyarakat baik langsung ataupun melalui video bahwasannya warga atas nama N sudah sembuh dari Covid-19, karena selain berdampak kepada warga lain juga berdampak secara mental kepada pihak keluarga itu sendiri yang dikucilkan di masyarakat,” kata Anap.

Pihaknya berterima kasih adanya klarifikasi yang dilakukan oleh pihak Rumah Sakit Permata hingga sekarang berita yang sebenarnya sudah jelas, dan ada perwakilan keluarga korban jadi tidak ada hal yang ditutup-tutupi.

Senada Camat Jonggol Andri Rahman, yang juga Ketua Gugus Covid Kecamatan Jonggol mengharapkan masyarakat untuk tidak mudah menyebar kan berita yang belum jelas kebenarannya apalagi tidak mengikuti alur pengobatan pasien.

“Pertama saya minta kepada warga Jonggol khususnya untuk tidak menyepelekan yang namanya Covid-19, jangan pernah berpikir yang di pegunungan dan jauh dari kota tidak akan kena Covid-19, virus ini bisa menyerang siapa saja dan dimana saja oleh karena itu mari ikuti instruksi dan aturan yang dibuat pemerintah agar kita semua terhindar dari Covid-19,” kata dia.

“Selain itu saya imbau kepada masyarakat jika mengalami gejala seperi Covid-19 atau penyakit apapun harap melakukan pengobatan kepada ahlinya dalam arti berobatlah ke klinik atau tempat pengobatan resmi yang sudah ditunjuk oleh pemerintah, jangan berobat ketempat lain, apalagi untuk Covid-19 ini hanya bisa dideteksi oleh tim medis dengan alat-alat medis,” jelas Andri Rahman.

Ia menjelaskan, kesadaran masyarakat yang masih minim dan menganggap enteng Covid-19 itu yang menjadi salah satu celah penyebaran Covid-19. Padahal kita harus sama-sama hindari tempat keramaian, jangan dulu kumpul-kumpul untuk hal yang tidak penting, beribadah di rumah untuk sementara waktu hingga kondisi agak membaik, dan berobatlah ke rumah sakit atau klinik kesehatan yang sudah ditunjuk dan dianjurkan pemerintah.

“Saya sangat menyayangkan sekali ada pasien Covid-19 berobat ke alternatif atau dukun karena hal itu bukan menyembuhkan tapi justru malah memperlebar penyebaran Covid-19, oleh karena itu yu kita sama-sama jaga kesehatan sesuai standar yang ditetapkan dan minimal untuk menggunakan masker ketika keluar rumah, jangan panik tapi jangan meremehkan juga akan keberadaan Covid-19 ini,” jelasnya.

“Harapan saya kejadian seperti ini cukup sekali terjadi dan tidak terulang lagi, alhamdulilah warga sembuh dari Covid-19, dan disini saya sampaikan bahwa kondisi Desa Balekambang sudah membaik tidak seperti yang beredar di media sosial, adapun bentuk isolasi itu saya instruksikan untuk semua desa di Kecamatan Jonggol agar melakukan isolasi mandiri di kampungnya masing-masing guna mencegah penyebaran Covid-19,” pungkas Andri Rahman.

Nay Nur’ain

Ilmuwan Merasa tak Dilibatkan Tangani Virus Corona

Jakarta | Jurnal Inspirasi

Upaya menekan angka penularan  virus Corona (Covid-19) di Indonesia selama ini hanya melibatkan Kementerian Kesehatan dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Sejumlah ilmuwan mengatakan seharusnya sejak awal pemerintah melibatkan perguruan tinggi, Kemenristek dan Dikti untuk menangani pandemi Covid-19 sehingga ada keterlibatan ilmuwan dan pakar sains.

Pendiri Research-Aid Networks mengatakan pandemi virus Corona menjadi lebih kompleks saat tidak cukup data dan fakta sains. Seorang pakar mengatakan tidak ada usaha sistematis dalam melibatkan para akademisi di Indonesia. Juru bicara pemerintah Indonesia membantah tidak mengapresiasi pendapat dari kalangan perguruan tinggi.

Ada sejumlah kebingungan untuk melihat status pandemi Covid-19 di Indonesia saat ini. Pemerintah Pusat, Daerah, dan Ikatan Dokter Indonesia pernah memegang angka kasus yang berbeda. Belum lagi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang pada penerapannya banyak dilanggar, tetapi sudah ada rencana untuk segera dilonggarkan tanpa alasan jelas.

Para pakar sains dan ilmuwan merasa tidak dilibatkan pemerintah saat mengambil keputusan, sehingga jika ada yang mengatakan Indonesia sudah aman dari virus Corona tidak memiliki bukti ilmiah. Padahal menurut Professor Jeremy Rossman, Presiden dan pendiri dari Research-Aid Networks, masalah pandemi virus Corona menjadi lebih kompleks saat tidak cukup data dan fakta sains.

Pakar virus dari University of Kent, Inggris ini menjelaskan masalah yang kompleks mempengaruhi perilaku psikologi, sosial, bahkan ekonomi dari setiap warganya. “Jadi saya rasa yang diperlukan adalah memisahkan apa yang kita ketahui dari apa yang kita duga,” ujarnya kepada ABC News.

Memberi masukan jadi “tantangan besar”

Pandu Riono, epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) yang merancang pemodelan Covid-19 di Indonesia adalah salah satu orang yang sejak awal sadar pentingnya sains dalam penanganan wabah corona.

Sejak virus corona di Wuhan merebak, ia sudah mulai mempelajarinya sebagai langkah antisipasi bila virus ini masuk ke Indonesia. “Sejak bulan Januari kami sudah expect dan kesal juga, kok laporan [kasusnya] negatif terus. Denial [penyangkalan] pemerintah saat itu juga luar biasa tingginya,” kata Pandu.

Sikap menganggap enteng virus Corona yang dipertontonkan pejabat Indonesia mendorong Pandu untuk giat meneliti wabah corona jika sewaktu-waktu pemerintah memerlukan bantuan.

Pandu dan sejawatnya kemudian membuat pemodelan terkait lonjakan pasien jika kita tidak ada intervensi yang serius, yang akhirnya dipakai oleh BAPPENAS untuk mengestimasi kebutuhan rumah sakit. Selain itu, ia juga mempresentasikan temuannya ke beberapa pemerintah daerah.

Tapi bukan berarti input-input yang diberikan Pandu langsung diterima oleh pemerintah. “[Memberikan input kepada pemerintah] ini tantangan besar untuk saya, terutama bagaimana menerjemahkan penemuan akademis menjadi sebuah kebijakan,” tutur Pandu.

Masalah di birokrasi dan “angka yang cocok”

Selain soal mengkomunikasikan hasil temuan akademis, menurut Pandu kesulitan lainnya ada pada struktur dalam pemerintah itu sendiri. “Para pejabat ini lebih mendengarkan staf ahlinya, bukan akademisi di luar seperti kami.”

Ia kemudian mencontohkan bagaimana ia harus mencari dan berhadapan dulu dengan staf ahli sebelum bisa memberikan masukan kepada presiden. “Pernah saya minta dikenalkan dengan stafnya, sudah bertemu tapi ternyata ia tidak peduli. Jadi kita harus strategis memilih segmen target policy makers,” tutur Pandu.

Upaya yang dilakukan Pandu ini menunjukkan bukan hanya sulitnya memberikan masukan kepada pemangku kebijakan, tapi juga bahwa tidak ada usaha yang sistematis dalam melibatkan para akademisi di Indonesia. “Harusnya sejak awal itu melibatkan semua perguruan tinggi. Harusnya LIPI berfungsi, Kemenristek dan Dikti juga [harusnya] berfungsi menghimpun masukan dari akademisi.”

Selain Pandu, ada juga akademisi lain yang berbicara kepada ABC News dan mengeluhkan reaksi pemerintah saat ia mempresentasikan riset ilmiahnya terkait Covid-19. Menurutnya, para pejabat yang mengundangnya cenderung mencari model dan angka yang “cocok” untuk mereka, tanpa peduli dasar ilmu yang ia jelaskan.

“Begitu melihat angka saya, mereka protes, “angkanya nggak cocok”. Saya jadi bingung, angka ini bukan soal cocok-cocokan. Ini ada hitungan ilmiahnya,” ujar peneliti yang tidak ingin disebutkan namanya ini.

Peristiwa yang dialaminya ini membuat ia berkecil hati dan sangsi, apakah pemerintah mau mendengar dan menjadikan sains sebagai rujukan dalam pembuatan kebijakan. Kekhawatiran akademisi ini beralasan dan relevan, setelah epidemiolog dari Eijkman Oxford Clinical Research Unit, Iqbal Elyazar, mengatakan selama ini Indonesia ternyata belum memiliki kurva epidemi yang sahih.

Padahal, kurva epidemi ini dibutuhkan untuk mengukur sukses atau tidaknya intervensi yang dilakukan, termasuk kapan harus melonggarkan sejumlah aturan. Fakta-fakta ini mungkin sejalan dengan apa yang diucapkan oleh Juru Bicara Pemerintah untuk COVID-19 Achmad Yurianto pada awal Maret 2020.

Kepada Science Magazine, Achmad Yurianto mengatakan ia tidak peduli dengan apa yang para ilmuwan katakan tentang pandemi, karena “pendapat [para ilmuwan] tidak penting jika informasi mereka hanya membuat kepanikan.”

Namun kepada ABC News, Achmad Yurianto membantah pernah memberikan pernyataan ini. “Tidak ada kata-kata itu. Bahkan saya mengapresiasi ahli dari perguruan tinggi untuk menghitung perkiraan-perkiraan itu,” katanya.

“Saya menghargai, saya mengapresiasi. Tapi bagi kita, yang penting itu bukan memperkirakan kapan dan berapa, tapi komitmen bersama untuk menjalankan PSBB,” tambahnya.

Sekretaris Jenderal Akademi Ilmuwan Muda Indonesia, Berry Juliandi mengatakan saat ini kelemahan Pemerintah Indonesia dalam menangani pandemi virus Corona adalah koordinasi dan distribusi informasi. Ia mencontohkan dengan sejumlah penemuan yang digagas oleh para ilmuwan di Indonesia.

Salah satunya adalah robot yang dikembangkan oleh Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) dengan pihak Rumah Sakit Universitas Airlangga (RS UNAIR). Robot bernama RAISA ini sudah digunakan di RS UNAIR dengan tujuan utama membantu petugas medis agar mengurangi interaksi dengan pasien.

Berry menganggap “aneh” ketika pemerintah mengeluarkan ajakan kepada warga untuk memberikan ide atau proyek teknologi dalam rangka menangani virus corona. “Mengapa justru mendanai sesuatu yang belum dimulai, dibandingkan membiayai sesuatu yang sudah jelas kelihatan dan layak dipakai?” ujarnya.

Menurut Berry, sejak masa transisi dari Orde Baru, hubungan antara ilmuwan dengan pemerintahan tidak menjadi erat seperti sebelumnya. “Walaupun ada penggunaan sains dalam pembuatan kebijakan, tapi bukan merupakan arus utama,” ujar Berry yang juga dosen di Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor.

Berry menjelaskan jika sama seperti ilmuwan lainnya, sudah banyak gagasan, rekomendasi, bahkan hingga menawarkan diri, namun tidak mendapat tanggapan dari pemerintah. “Kami juga sudah melakukan peran-peran yang lain, yang mungkin tidak terlihat, seperti ilmuwan-ilmuwan ini ada yang berada di garda terdepan untuk tes COVID, jadi tanpa mendengar pemerintah, kami sudah berkarya di situ,” ujarnya.

“Tanpa dukungan, kita sudah dan akan jalan masing-masing,” ujar Berry yang tergabung dalam Indonesia Young Scientist Forum. Sejumlah ilmuwan di Indonesia beserta beberapa masyarakat telah menghasilkan sejumlah penemuan berbasis teknologi, ‘tanpa harus mengeluarkan uang banyak’.

Seperti yang dikatakan Dr. Syarif Hidayat, dosen STEI Institut Teknologi Bandung (ITB), yang membuat sebuah ventilator, atau alat bantu pernafasan sederhana. Ada pula robot yang dikembangkan Telkom University dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Bandung.

Ravindra Ditama, atau Tama, manajer teknik dari tim robot tersebut mengatakan robot ini mampu melakukan disinfeksi dengan penggunaan sinar ultraviolet. Tak hanya ilmuwan, praktisi teknologi lainnya, seperti Ahmad Alghozi juga telah menciptakan sebuah aplikasi ponsel dengan fitur yang dapat melacak Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), dan pasien positif Covid-19.

Asep Saepudin Sayyev |*

Gubernur Jatim Klarifikasi Soal Bolehkan Shalat Idul Fitri di Masjid

Surabaya | Jurnal Inspirasi

Setelah jadi konsumsi publik, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengklarifikasi bahwa surat yang berisi tentang kebijakan membolehkan shalat Idul Fitri di masjid hanya khusus untuk Masjid Nasional Al Akbar Surabaya. Adapun di masjid atau lapangan lainnya, Pemerintah Provinsi Jatim tetap dengan kebijakan semula selama masa pandemi Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 berlangsung.

Sebelumnya, beredar foto salinan surat bernomor 452/7809/012/2020 tertanggal 14 Mei 2020 yang dikeluarkan Sekretariat Daerah Pemprov Jatim. Mengatasnamakan Gubernur Jatim, surat yang ditandatangani Sekretaris Daerah Heru Tjahjono itu ditujukan kepada Ketua Badan Pelaksana Pengelola Masjid Nasional Al Akbar Surabaya. Perihal surat tertulis ‘Himbauan Kaifiat Takbir dan Shalat Idul Fitri’.

Namun yang tersiar surat tersebut dipahami sebagai surat edaran (SE) dan dipahami sebagai surat yang ditujukan untuk umum, bukan khusus untuk Masjid Nasional Al Akbar Surabaya. Sebab itu Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa lantas menyampaikan klarifikasi dan menegaskan bahwa surat tersebut khusus untuk Masjid Nasional Al Akbar Surabaya.

“(Surat) Ini bukan surat untuk umum, tapi surat Sekda (Sekretariat Daerah) hanya untuk Masjid Al Akbar, bukan untuk umum. Apa akan diganti, karena terkonfirmasi sepertinya surat edaran untuk umum? Jadi, ini surat Sekda hanya untuk Badan Pengelola Masjid Nasional Al Akbar,” kata Khofifah dalam konferensi pers secara live streaming di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Jawa Timur, Minggu (17/5) malam.

Sebetulnya, kekeliruan bermula bukan hanya dari tangkapan pemahaman publik atas foto salinan surat tersebut. Benar, tujuan surat tertulis kepada Ketua Badan Pelaksana Pengelola Masjid Nasional Al Akbar Surabaya. Hal yang menjadi rancu ialah redaksi pada paragraf kedua surat tersebut yang isinya tidak khusus bagi Masjid Nasional Al Akbar semata, tapi terkesan untuk umum.

Bunyi surat tersebut: Pelaksanaan protokol kesehatan Shalat Idul Fitri di kawasan Covid-19 yang dilakukan secara berjamaah di tanah lapang, masjid, mushalla, rumah, atau di tempat lain dilaksanakan sesuai ketentuan berikut: Memperpendek bacaan shalat dan pelaksanaan khutbah; melakukan cuci tangan dengan sabun serta air mengalir; menggunakan masker; pengecekan suhu badan; dan pengaturan shaf dengan jaga jarak (kurang-lebih) 1,5-2 meter.

Asep Saepudin Sayyev |*

Hadits Hari Ini

18 Mei 2020
25 Ramadhan 1441 H

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ الضُّبَعِيُّ عَنْ كَهْمَسِ بْنِ الْحَسَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ قُولِي اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

Qutaibah menceritakan kepada kami, Ja’far bin Sulaiman Adh-Dhaba’i menceritakan kepada kami dari Kahmas bin Al Hasan, dari Abdullah bin Buraidah dari Aisyah radliallahu ‘anha, dia berkata: Aku berkata:
“Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu seandainya aku mengetahui kapan malam Lailatul Qadar itu. Apa yang akan aku baca pada malam itu ?”.
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:

Bacalah (olehmu): Ya Allah, sesungguhnya Engkau adalah Maha Pengampun lagi Maha Pemurah yang suka memberikan ampunan. Maka, ampunilah aku.

HR Tirmidzi No. 3513 dan Ibnu Majah No. 3850.

وَعَلَيْكُمْ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

‘New Normal’ Disambut Kritik

Jakarta | Jurnal Inspirasi

Pernyataan Presiden Joko Widodo yang meminta masyarakat menjalani hidup ‘new norma’l dan berdamai dengan Covid-19 dikritik Koalisi Warga untuk LaporCovid-19. Menurut Koalisi, pemerintah seharusnya mengajak masyarakat bersama-sama melawan Covid-19, bukan sebaliknya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan bahwa pandemi ini kemungkinan belum bisa diatasi dalam waktu dekat. Bahkan, muncul kekhawatiran, virus ini bakal menjadi endemik atau terus bersirkulasi pada populasi manusia sampai ditemukannya vaksin yang efektif dan diterapkan secara massal.

“Kita tidak bisa berdamai. Kita perlu mempersiapkan diri dan menghadapinya dalam waktu yang lama,” ujar salah satu inisiator Koalisi, Irma Hidayana, Minggu (17/5).

Untuk itu, Koalisi Warga untuk LaporCovid-19 menilai pemerintah tidak semestinya mewacanakan relaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). “Negara harus mempersiapkan diri dengan baik dengan berbagai prioritas kesehatan sebelum kembali membuka aktivitas ekonomi dalam kondisi ‘new normal’,” ujar dia.

LaporCovid-19 melihat bahwa pemerintah belum memiliki data akurat yang disampaikan secara transparan. Hal inilah, menurut Irma, yang menghambat kerja pemerintah dalam mengendalikan transmisi Covid-19.

Pemeriksaan massal Covid-19 juga masih menjadi hambatan utama. Data yang dianalisis LaporCovid-19 menunjukkan, jumlah orang yang diperiksa rata-rata masih di bawah 5.000 orang per hari. Data kematian yang dilaporkan pemerintah juga dinilai masih underreporting dan belum mengacu pada pedoman WHO terkait pelaporan korban.

Laporan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 per 16 Mei 2020 menunjukkan jumlah kasus positif mencapai 17.025 dengan korban meninggal sebayak 1.089. Namun, data yang dikumpulkan LaporCovid-19 menunjukkan, jumlah kematian kemungkinan jauh lebih banyak dari laporan resmi pemerintah. Sebab, kata Irma, data kematian yang dilaporkan pemerintah pusat hanya mencantumkan jumlah yang meninggal setelah terkonfirmasi positif melalui tes molekuler PCR.

Data yang dikumpulkan tim relawan LaporCovid-19 dari 18 provinsi saja, ujar dia, total kematian ODP/PDP adalah 3.833, sedangkan data kematian positif Covid-19 sebesar 1.015. Jika diakumulasi, angka total kematian karena Covid-19 di Indonesia hingga saat ini minimal mencapai 4.8482.

Irma menilai, PSBB seharusnya belum bisa dilonggarkan dan pemerintah tidak bisa memaksa masyarakat hidup berdamai dengan Covid-19. “Keputusan transisi menuju ‘new normal’ dengan membuka kembali aktivitas ekonomi harus didasari pada indikator yang terukur dengan data-data yang bisa dipercaya secara ilmiah dan transparan,” ujar dia.

Sebelumnya Presiden Jokowi menyatakan segera memberikan lampu hijau sektor usaha dan aktivitas rakyat akan normal. “Saya ambil contoh misalnya rumah makan isinya hanya 50 persen, jarak antar kursi dan meja diperlonggar,” ucap Presiden.

Jokowi menjelaskan rencana pemerintah untuk menerapkan hidup normal ini didasarkan pada pernyataan WHO. Presiden RI juga mengedepankan kesehatan masyarakat agar tetap produktif, aman, dan nyaman meski di tengah pandemi Covid-19. Berdamai dengan pandemi Covid-19 bukan berarti tanda pesimis, begitu ujar Jokowi.

“Keselamatan masyarakat tetap harus menjadi prioritas. Kebutuhan kita sudah pasti berubah untuk mengatasi risiko wabah ini. Itu keniscayaan, itulah yang oleh banyak orang disebut sebagai new normal atau tatanan kehidupan baru,” imbuh Joko Widodo.

Lantas, kapan Joko Widodo akan mengetuk palu untuk menyambut tatanan kehidupan baru?. Hingga kini, Joko Widodo dan jajarannya masih mengevaluasi aturan tersebut.

Asep Saepudin Sayyev |*

MUI: Masjid Dilarang, di Bandara Orang Berkumpul

Jakarta | Jurnal Inspirasi

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, mempertanyakan sikap pemerintah yang melarang penduduk berkumpul di masjid, tetapi tidak tegas melarang orang-orang yang berkumpul di bandara, tempat perbelanjaan hingga perkantoran saat pandemi virus Corona (Covid-19). Anwar menilai perbedaan sikap tersebut justru menjadi ironi di situasi seperti saat ini. Sebab usaha untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona menjadi tidak maksimal.

MUI sendiri telah mengeluarkan fatwa agar umat Islam di daerah yang penyebaran virusnya tidak terkendali supaya tidak melaksanakan shalat Jumat dan shalat berjamaah lima waktu serta shalat tarawih di masjid dan mushala tapi mengerjakannya di rumah saja. Fatwa MUI ini oleh pihak pemerintah tampak sangat diperhatikan dan dipegang kuat sebagai dasar untuk mencegah orang untuk berkumpul ke masjid bagi melaksanakan shalat Jumat dan shalat  berjamaah.

“Saya rasa hal ini sudah merupakan satu tindakan yang benar,” kata Sekretaris Jenderal MUI, Anwar Abas di Jakarta, Minggu (17/5).

Namun, MUI sangat menyayangkan terhadap pemerintahan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo yang tidak tegas melarang orang berkumpul di pusat perbelanjaan maupun yang terjadi di Bandara Soekarno Hatta, kemarin. “Yang menjadi pertanyaan mengapa pemerintah hanya tegas melarang orang untuk berkumpul di masjid tapi tidak tegas dan tidak keras dalam menghadapi orang-orang yang berkumpul di pasar, di mal-mal, di bandara, di kantor-kantor dan di pabrik-pabrik serta di tempat lainnya,” tegasnya. 

Bahkan, kata dia, di beberapa daerah para petugas dengan memakai pengeras suara mengingatkan masyarakat untuk tidak berkumpul di masjid bagi melaksanakan shalat Jumat  dan shalat jamaah serta tarawih di masjid karena berbahaya. 

Tetapi, di wilayah dan daerah yang sama tidak ada petugas yang dengan pengeras suara mengimbau masyarakat di pasar, di mal, di jalan, di bandara, di kantor dan di pabrik dan lainnya untuk mengingatkan mereka supaya menjauhi berkumpul karena berbahaya.  

Hal demikian, menurut Anwar tentu saja telah mengundang tanda tanya di kalangan umat. Apalagi, melihat pihak pemerintah dan petugas tahunya hanya melarang dan itu mereka dasarkan kepada fatwa MUI.

Padahal, dalam fatwa MUI yang ada, dijelaskan bahwa di wilayah dan atau daerah yang penyebaran virusnya terkendali umat Islam bisa menyelenggarakan shalat jumat dan salat berjemaah dengan memperhatikan protokol medis yang ada. 

“Tetapi, pemerintah dan petugas tetap saja melarang tanpa memperhatikan situasi dan kondisi yang ada sehingga terjadilah adu mulut di antara masyarakat dengan petugas di daerah tersebut,” katanya. 

Sebenarnya, lanjut dia, umat dan masyarakat akan bisa menerima apa yang disampaikan pemerintah agar tidak berkumpul di masjid untuk melakukan salat jumat dan berjemaah karena berbahaya. Itu dengan catatan,  pemerintah dan petugas benar-benar konsisten dalam menegakkan aturan yang  melarang semua orang untuk berkumpul di mana saja tanpa kecuali.

“Jadi penegakan larangan itu tidak hanya untuk berkumpul di masjid saja tapi juga di pasar, di mal, di jalan di terminal  di bandara di kantor, pabrik, industri dan lainnya yang tujuannya adalah agar kita bisa memutus mata rantai penularan virus ini secara cepat,” katanya. 

Pemerintah melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 berdalih bahwa antrean di Bandara Soekarno- Hatta yang baru-baru ini terjadi sudah menerapkan protokol kesehatan.

Menurut Juru Bicara Gugus Tugas Covid-19, Achmad Yurianto, para penumpang yang diperiksa oleh petugas sudah sesuai kriteria. Yakni penumpang khusus yang boleh bepergian adalah dengan syarat tertentu.

“Kami melihat tadi sebagian besar dan hampir keseluruhannya dalam rangka tugas itu yang melibatkan banyak institusi,” kata Yurianto.

Kata dia, kejadian yang sempat ramai di media sosial itu tidak terjadi lagi. Awalnya, kata dia, penumpukan bisa saja terjadi karena panjangnya pemeriksaan administrasi sebelum terbang bagi para penumpang.

Bahkan, banyak penumpang sudah menunggu sejak pukul 02:00 dini hari. Sekarang, kata dia, masyarakat sudah mulai memahami bahwa pengecualian perjalanan penerbangan ini memang ditujukan untuk percepatan penanganan penanganan Covid-19.

Yurianto mengatakan, banyak maskapai yang kembali membuka operasionalnya pada pagi hari. Pasca ditinjau hari ini, peristiwa penumpukan diklaim tidak terjadi lagi karena sudah ada imbauan dan batas jarak antar penumpang sebelum menaiki pesawat.

“Sehingga secara tertib mereka bisa menempatkan diri di tempat yang sudah kita beri tanda dan kemudian dengan tertib juga melaksanakan beberapa kegiatan di antaranya pengecekan dokumen terkait pengesahan perjalanan baik identitas diri, surat tugas institusi kemudian surat keterangan sehat dan lain-lain termasuk tiket,” ujar dia.

Asep Saepudin Sayyev |*

‘Pelanggaran Sosial Berskala Besar’

Bogor | Jurnal Inspirasi

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sepertinya tidak berjalan maksimal di Kota Bogor. Pasalnya,  kondisi kawasan Pasar Kebon Kembang, Jalan MA Salmun dan Suryakencana, khususnya di Jalan Pedati serta Lawang Saketeng masih terus dipadati warga yang berbelanja kebutuhan lebaran dari mulai baju hingga bahan makanan.

Kepala Satpol PP, Agustian Syah mengatakan bahwa beberapa hari belajangan ini pihaknya konsen membubarkan kerumunan massa di kawasan Pasar Bogor, Pasar Kebon Kembanh dan MA. Salmun. Hasilnya, pada Minggu (17/5) pihaknya menindak sebanyak 16 pelanggar di kawasan Pasar Kebon Kembang dan MA. Salmun.

“Mayoritas pelanggar tidak menggunakan masker dan pelanggaran physical distancing saat berkendara dalam mobil hingga berbeda KTP saat berboncengan. Mereka langsung kami kenakan tindak pidana ringan dan kerja sosial,” ujar Agus kepada Jurnal Bogor.

Menurut dia, sejak tiga hari ke belakang sedikitnya sudah ada 47 pelanggar PSBB yang dijatuhi hukuman kerja sosial dengan membersihkan fasilitas publik sambil mengenakan rompi orange bertuliskan “Saya Melanggar PSBB”. “Itu adalah sekaligus hukuman sosial agar mereka jera,” katanya.

Agus menyatakan, keterbatasan personel di Satpol PP membuat pihaknya hanya fokus pada pembubaran kerumunan massa lantaran hal itu merupakan situasi yang paling riskan dalam penyebaran Covid-19. “Jadi anggota kami fokus pada pembubaran kerumunan massa dulu,” ucapnya.

Kata dia, berdasarkan hasil pemetaan petugas, mayoritas warga yang menyerbu kawasan Pasar Kebon Kembang, Jalan MA. Salmun dan Pedati-Lawang Saketeng ber-KTP Kabupaten Bogor. Bahkan, saat dicek ternyata ada pelanggar yang namanya masuk dalam daftar bantuan Jaring Pengaman Sosial (JPS) Kota Bogor dan Kabupaten Bogor hingga bantuan gubernur Jabar.

“Terus terang kami heran, mengapa namanya sudah masuk dalam daftar bantuan. Tapi masih nekat keluyuran. Padahal, warga mesti paham bahwa Covid-19 itu nyata dengan tingkat penularan yang tinggi. Apa mereka tak tahu ada kasus positif corona yang ditemukan di Pasar Bogor” ucapnya.

Agus menjelaskan bahwa pada Minggu (17/5) pihaknya menutup paksa salah satu restoran di Jalan Pajajaran yang nekat memperbolehkan konsumen untuk menyantap makanan di tempat. “Kan sudah diatur bahwa restoran hanya melayani take away saja,” jelasnya.

Sementatra itu, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor, Eko Prabowo mengatakan, maraknya kerumunan massa akhir-akhir ini membuat pihaknya melakukan buka tutup jalan di Kawasan Suryakencana dan Pasar Kebon Kembang. “Untuk kawasan Pasar Kebon Kembang kami sekat pada lima titik yakni di Sawojajar, Dewi Sartika, Gedong Sawah,  MA. Salmun, Jalan Pengadilan dan arah MA. Salmun ke rel kereta Pasar Kebon Kembang. Penutupan kita berlakukan selama dua jam,” tegasnya.

Eko menegaskan bahwa berdasarkan penelusuran tim lapangan, mayoritas warga yang mendatangi titik-titik tersebut ber-KTP Kabupaten Bogor. “Makanya kami tetap lakukan penyekatan di 10 check point PSBB untuk mengoptimalkan dengan sanksi. Tapi jalan terbaik mengatasi kerumunan massa adalah dengan pengendalian di hulu yaitu di tingkat RT dan RW,” paparnya.

 Eko menyatakan, wajib ada regulasi yang dikeluarkan agar tingkat RT RW diberi wewenang untuk mengendalikan mobilitas warganya. “Misalnya memberi surat keterangan bagi warga yang akan keluar rumah hanya untuk urusan yang benar-benar penting,” ucapnya.

Sebab, kata Eko, apabila hanya mengandalkan Dishub dan Satpol PP untuk mengurai kerumunan massa sangat sulit. “Sebab kami bekerja di hilir, hulunya mesti dikendalikan,” ungkapnya.

Ia juga menambahkan, seharusnya kegiatan usaha yang tidak dikecualikan dalam aturan PSBB seperti toko sembako dan obat-obatan harus ditutup sementara hingga wabah Covid-19 selesai.

Terpisah, Wakil Walikota Bogor, Dedie A. Rachim meminta masyarakat, pembeli dan pedagang baik warga Kota Bogor maupun luar untuk sama-sama menghormati pelaksanaan PSBB yang bertujuan membatasi pergerakan orang dalam rangka menekan penyebaran Covid-19.

“Jangan menganggap situasi sekarang sudah benar-benar aman, karena belum ada data statistik yang menunjukkan penurunan jumlah paparan Covid-19 di Kota Bogor apalagi di Indonesia,” imbuhnya.

Ketika disinggung mengapa Pemkot Bogor melalui Perusahaan Umum Daerah Pasar Pakuan Jaya (Perumda PPJ) tidak menutup sementara kios pedagang yang tak dikecualikan dalam PSBB. Dedie mengaku akan segera berkoordinasi dengan instansi terkait termasuk Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag). “Salah satu pertimbangan di pasar tradisional itu ada sektor yang dikecualikan dalam PSBB,” ucapnya.

Jumlah Positif Covid-19 Bertambah

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor melansir bahwa pada Minggu (17/5), jumlah orang terkonfirmasi positif Covid-19 bertambah satu orang sehingga menjadi 106 orang. Sementara, jumlah pasien corona dalam perawatan pun bertambah seorang menjadi 64. Sedangkan untuk pasien sembuh angkanya masih belum bertambah, yakni 30 orang dan 14 orang meninggal dunia.

Kepala Dinkes Kota Bogor, dr. Sri Nowo Retno mengatakan bahwa Orang Tanpa Gejala (OTG) jumlahnya bertambah 14 orang sehingga menjadi 279. “52 orang dalam perawatan, dan 227 dinyatakan sembuh,” katanya.

Untuk Pasien Dalam Perawatan (PDP), kata Sri, jumlahnya mencapai 295 orang lantaran ada penambahan tujuh pasien. “Dalam perawatan ada 99 pasien, 51 meninggal dunia dan 145 dinyatakan sembuh. Khusus yang meninggal kami masih menunggu hasik swab test apakah yang bersangkutan positif atau tidak,” imbuhnya.

Sri menjelaskan, lonjakan juga terjadi kategori Orang Dalam Pemantauan (ODP) terdapat lima ODP baru sehingga menjadi 1.262 dengan rincian 76 dalam pemantauan dan 1.186 dinyatakan sembuh.

n Fredy Kristianto