Jakarta | Jurnal Bogor
Kakak dari Ketua Umum DPP Partai Perindo, Hary Tanoesoedibjo yaitu Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Komisaris PT Dosni Roha Logistik itu diduga bekerja sama dengan PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) untuk pendistribusian bantuan sosial (bansos beras). Negara dalam kasus ini diduga mengalami kerugian hingga Rp 127,5 miliar.
Adapun Bambang diperiksa sebagai saksi terkait dugaan korupsi penyaluran bansos beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) tahun 2020-2021 di Kementerian Sosial (Kemensos). Kasus itu telah menjerat eks Dirut PT BGR M Kuncoro Wibowo.
“Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya kerja sama antara perusahaan saksi dengan PT BGR untuk mendapatkan jatah distribusi bansos,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya dikutip dari RMOL, Jumat (15/12/2023).
KPK sebelumnya juga sudah memanggil Bambang untuk dimintai keterangan mengenai kasus itu pada Rabu (6/12/2023). Namun, dia mangkir dari pemanggilan tim penyidik.
Dalam kasus korupsi tersebut, selain Kuncoro, KPK menetapkan total enam tersangka. Lima tersangka lainnya adalah Direktur Komersial PT BGR Persero periode 2018-2021 Budi Susanto, Vice President Operasional PT BGR April Churniawan, dan Dirut Mitra Energi Persada (MEP) Ivo Wongkaren.
Kemudian, tim penasihat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP) Roni Ramdani dan Richard Cahyanto. Kasus itu berawal ketika Kemensos menunjuk PT BGR untuk menyalurkan bansos beras bagi masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19. Nilai kontrak pekerjaan ini mencapai Rp 326 miliar.
Selanjutnya, atas sepengetahuan Kuncoro dan Budi, April secara sepihak menunjuk PT PTP milik Richard menjadi konsultan pendamping agar realisasi penyaluran bansos beras tersebut dapat segera dilakukan. Namun, penunjukkan PT PTP tidak melalui proses seleksi.
“Setingan sedemikian rupa tersebut diketahui MKW, BS, AC, IW, RR dan RC,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (18/9/2023).
Dalam penyusunan kontrak konsultan pendamping antara PT BGR Persero dan PT PTP tidak dilakukan kajian dan perhitungan yang jelas. Hal itu sepenuhnya ditentukan secara sepihak oleh Kuncoro dengan tanggal kontrak yang juga disepakati untuk dibuat mundur (backdate).
“Atas ide IW, RR dan RC, PT PTP membuat satu konsorsium sebagai formalitas dan tidak pernah sama sekali melakukan kegiatan distribusi bantuan sosial beras,” jelas Asep.
Roni kemudian menagih pembayaran uang muka dan uang termin jasa pekerjaan konsultan ke PT BGR Persero pada periode September-Desember 2020. Permintaan itu pun dipenuhi dengan pembayaran sekitar Rp 151 miliar yang dikirim ke rekening PT PTP.
Terdapat rekayasa beberapa dokumen lelang dari PT PTP dengan kembali mencantumkan backdate. Hal tersebut dilakukan Budi dan April dengan mengintimidasi beberapa pegawai PT BGR. Akibat kecurangan para tersangka itu, negara diduga mengalami kerugian hingga Rp 127,5 miliar.
(yev/rmol)