33.7 C
Bogor
Saturday, May 4, 2024

Buy now

spot_img

Masuk Dalam Plotingan Yasbhum, Warga Jonggol Minta BPN Tinjau Lapangan Kembali Sebelum Perpanjang SHP No.17

Jonggol | Jurnal Bogor

Lagi – lagi persoalan sengketa tanah kembali mencuat kepermukaan, kali ini dialami beberapa warga di Desa Jonggol, Jonggol, Kabupaten Bogor, yang plotingan tanahnya masuk kedalam Sertifikat Hak Pakai (SHP) milik Yayasan Sosial Bhumyamca (Yasbhum). Hal tersebut disampaikan oleh salah satu warga pemilik tanah, sebut saja Oyin yang menyampaikan bahwa tanah miliknya berkisar 9000 meter yang masuk kedalam plotingan lahan milik Yasbhum.

Menurutnya, dirinya baru mengetahui jika tanahnya masuk plotingan Yasbhum saat ingin bertransaksi jual – beli. Sertifikat yang dimilikinya ternyata tercatat sudah atas nama milik Yasbhum, sedangkan dirinya tidak pernah menjual tanah tersebut kepada siapa pun.

“Saya ini ahli waris dari ayah saya, saat ingin jual tanah tersebut ternyata sudah tercatat di BPN atas nama Yasbhum. Sontak saya kaget, karena pihak keluarga tidak pernah menjual tanah tersebut kepada siapapun,” ujar Oyin kepada Jurnal Bogor, Minggu (19/02/23).

Menurutnya, dirinya dan pihak Pemerintah Kecamatan Jonggol sudah melakukan mediasi dengan pihak Yasbhum, bahkan diundang ke Jakarta. Yang saat itu bicara dengan pengurus Yasbhum, dan akan dilakukan secara kekeluargaan, karena sertifikat yang dia miliki usianya lebih tua dibandingkan sertifikat milik Yasbhum.

“Saat datang kesana sertifikat milik kami dicek oleh pihak Yasbhum, dan memang asli yang kami punya, begitupun sertifikat yang dimiliki oleh Yasbhum. Tapi yang saya heran kenapa sertifikat kami tidak muncul hanya Yasbhum  yang muncul, dan saat saya bertanya history warkah yang dimilik oleh Yasbhum pihaknya tidak menunjukan,” katanya.

Padahal, sambung Oyin, jika dikeluarkan bukti warkah atau alas hak oleh pihak Yasbhum, da bisa mengetahui siapa yang menjual tanahnya. “Saya sih menginginkan untuk dilakukan plotingan ulang oleh BPN, agar yang menjadi hak tanah warga bisa kembali ke warga, karena cuma itulah yang kami punya. Padahal sedari dahulu tanah itu kami pakai jualan ternak dan tidak ada yang mengusik, kami kaget dan baru tahu kalo tanah kami masih plotingan Yasbhum saat mau dijual karena kebutuhan,” bebernya.

“Ada hikmahnya juga sih kita mau jual tanah, jadi kita jadi tahu kalo ternyata tanah kami ada yang memasukan kedalam plotingan Yasbhum,” sambungnya.

Sementara, Kepala Desa Jonggol Yofie Muhammad Safri mengatakan, terkait sengketa itu memang informasinya ada beberapa hak warga dengan luas kisaran 15 hektare. Secara fisik memang masih dikuasai oleh warga, dan  warga yang menguasai secara fisik tersebut mengantongi bukti kepemilikan beraneka ragam, ada yang Sertifikat Prona, ada yang Akta, ada yang Girik, dan ada yang hanya terpacu kepada Leter C yang ada di desa.

“Namun warga yang memilki sertifikat maupun akte, sampai saat ini tidak mempunyai SPPT. Sekian puluh tahun tidak memilki SPPT karena itu masuk kedalam plotingan sertifikat Yasbum. Jadi SPPT itu muncul atas nama Yasbhum, global kalo gak salah sertifikat No.17, “ papar Yofie sapaan akrabnya.

Untuk persoalan ini, lanjut Yofie, harusnya ada mediasi antara BPN, pihak Yasbum dan pemilik tanah. Sehingga bisa diketahui bagaimana dulu prosesnya. Jika sudah terjadi pembebasan atau pernah terjadi transaksi jual beli, kenapa surat yang dimilki oleh warga masih dipegang oleh warga, sementara sertifikat Yasbum sudah jadi.

“ Pertanyaannya, ini pembuatan sertifikatnya bagaimana?,  sedangkan untuk  menembus Yasbum itu tidak mudah,  untuk minta ketemu Yasbum juga tidak mudah. Bahkan orang lapangan Yasbum pun tidak mudah untuk bisa dimintai keterangan yang sebenarnya,” keluhnya.

Harusnya ada keterangan resmi dari pihak Yasbum. Yang dia ingat, sehabis dirinya dilantik menjadi Kepala Desa Jonggol, pernah dari pihak  Yasbum datang  untuk  membuat surat pernyataan. Surat pernyataan tersebut dibutuhkan oleh Yasbum untuk kebutuhan perpanjangan SHP. Karena saat  itu tahun 2019,  SHP Yasbhum habis.

“Saat itu berkas tidak langsung saya tanda tangani, mereka minitipkan berkasnya dulu karena saya harus mempelajarinya. Menurut pihak Yasbhum saat itu dirinya diminta BPN ke desa untuk meminta surat keterangan dari desa sebagai syarat perpanjangan SHP. Karena saya mendengar ada  sengketa dengan warga,  saya bilang kepihak Yasbum yang datang saya lupa namanya, saya harus verifikasi dulu sebelum saya tanda tangan,” bebernya

Kemudian, sambung Yofie, dirinya mengumpulkan warga, ada beberapa warga yang menyatakan kepemilikiannya dilahan yang masuk dalam plotingan Yasbhum tersebut. Namun warga tidak memilki SPPT. Semenjak itu, pihak Yasbhum tidak kembali lagi padahal saya belum memberikan tanda tangan dan surat pernyataan.

“Jadi, saya tidak tau apakah sertifikatnya sudah diperpanjang yang habis ditahun 2019 atau belum, karena dari pihak Yasbhum tidak pernah lagi kembali ke desa, saat saya katakan saya akan kordinasi dengan warga dan akan memverifikasi terlebih dahulu,” pungkasnya.

Sementara, pihak Yasbhum saat dimintai keterangan via pesan singkat WhatsApp belum bersedia memberikan tanggapan apapun. “Maaf nanti kami hubungi, “ singkatnya.

** Nay Nur’ain

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles