Bogor | Jurnal Inspirasi
Kisruh antara legislatif dan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor mengenai Rancangan Peraturan Daerah perubahan status badan hukum Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) menjadi Perusahaan Umum Daerah (Perumda), terus bergulir. Pasalnya, DPRD ogah melanjutkan pembahasan regulasi tersebut sebelum perusahaan pelat merah itu menyerahkan laporan keuangan mereka sejak 2016 silam.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor, Eko Prabowo pun angkat bicara dan menanggapi permasalahan yang kini terjadi terkait pembahasan perubahan nama dari PDJT menjadi Perumda. Menurut Eko, pansus DPRD itu seharusnya fokus untuk membahas soal perubahan nama dari PDJT menjadi Perumda.
Namun, sambung dia, dalam prosesnya justru berkembang kemana mana hingga menyoroti persoalan manajemen dan penggunaan Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) oleh PDJT. “Itu substansi yang berbeda antara pembahasan perubahan nama menjadi perumda dengan pembahasan banyaknya permasalahan di PDJT hingga soal bangkrutnya PDJT. Jadi harus dibedakan donk, kan itu permasalahan berbeda,” ungkap Eko kepada wartawan, Kamis (26/11).
Menurut dia, pembahasan pansus perubahan nama itu sesuai dengan amanat PP nomor 54 tahun 2017, dan sejumlah BUMD sudah berubah diantaranya PDAM dan PD PPJ. Sehingga saat amanat itu meminta agar PDJT diubah badan hukumnya, maka otomatis harus dilakukan oleh DPRD melalui pansus.
Ia menegaskan bahwa perubahan status itu tidak berkaitan atau ada hubungannya dengan pemberian bantuan untuk PDJT, karena itu urusan yang berbeda. Tetapi apabila pihak DPRD mempermasalahkan atau mempersoalkan tentang kebangkrutan operator Trans Pakuan itu, maka dewan mesti membuat pansus kembali yang fokus untuk membongkar persoalan tersebut
“Buat saja pansus terpisah yang fokus konsentrasinya untuk membahas PDJT, soal penggunaan anggaran PMP, manajemen dan lainnya. Mau menanyakan PMP yang Rp35 miliar atau bantuan yang Rp5iliar, bisa dibahas dalam pansus. Bagi kami tidak ada beban, mau dibongkar menggunakan pansus soal PDJT itu, mau dilanjut pansus perubahan nama menjadi perumda, semuanya silahkan saja dibahas,” katanya.
Namun, Dishub menyarankan agar DPRD membuat pansus berbeda untuk menbahas detail pengelolaan PDJT yang mengalami kerugian. Terkait soal banyaknya statmen desakan agar PDJT dibubarkan, Eko menjawab apabila dibubarkan atau dipailitkan, Kota Bogor akan masuk black list, dan itu berimbas terhadap sulitnya Kota Hujan untuk membangun kembali perusahaan tersebut.
“Sedangkan bila badan hukum diganti menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), maka akan ada konsekwensinya, karena hanya mengandalkan subsidi saja. “Pemerintah nggak bisa bcari untung dan tak dapat mengembangkan usaha lain,” katanya.
Sedangkan PDJT, kata dia, berencana membangun usaha lain. Sehingga lebih baik tetap menjadi Perumda tetapi dengan sejumlah strategi dan skema penanganan untuk memajukan usaha jasa transportasi.
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Bogor, Atang Trisnanto menyatakan setuju jika tim Panitia Khsusus (Pansus) hendak mempailitkan PDJT. “Saya setuju jika PDJT hendak dipailitkan. Sebab, dengan begitu, kita memiliki opsi lebih luas untuk mengembangkan pelayanan transportasi di Kota Bogor,” kata Atang.
Atang pun menyodorkan beberapa opsi, diantaranya adalah menggandeng perusahaan profesional. Dimana perusahaan tersebut tidak memerlukan suntikan pemerintah. Namun, tetap memungkinkan mereka (pihak ketiga) mendapatkan share modal dari masyarakat. Sehingga bentuknya bukan Perumda, namun Perseroda dan segala macam.
“Ditambah lagi kemudian nanti ketika bentuknya layanan kepada masyarakat, ini nanti bisa berupa penugasan kepada pemerintah daerah berupa Public Service Obligation (PSO) dalam konteks transportasi publik itu bisa dikerjasamakan,” jelas Atang.
Opsi untuk mempailitkan PDJT ini, menurut Atang adalah bentuk pertanggungjawaban Pemerintah Kota Bogor, khususnya Wali Kota Bogor, Bima Arya selaku KPM dari PDJT.
Desas-desus pengajuan Raperda agar menutup dosa Pemerintah Kota Bogor pun, ditanggapi oleh Atang. Dimana, seharusnya ada pertanggungjawaban dari uang negara kepada KPM yang sampai saat ini belum dipegang oleh pihak DPRD.
“Apapun yang kita lakukan harus di pertanggungjawabkan. Apalagi menggunakan APBD. Walaupun dalam konteks itu uang perusahaan, tapi kan dalam sejarahnya ada penyertaan modal dari Pemkot Bogor. Bagaimanapun seberapapun kecilnya atau besarnya uang APBD, harus dipertanggungjawabkan,” tandasnya.
** Fredy Kristianto