27.7 C
Bogor
Friday, April 26, 2024

Buy now

spot_img

Parlemen ASEAN Juga Tolak Omnibus Law

Jakarta | Jurnal Inspirasi

Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja penolakannya kini tidak hanya datang dari dalam negeri, tapi juga luar negeri. Salah satunya, ASEAN Parliamentarians for Human Rights (APHR) yang ikut menyampaikan sikap terhadap UU Sapu Jagat ini. “APHR meminta Presiden Republik Indonesia untuk membatalkan UU ini,” kata Ketua APHR yang juga anggota parlemen Malaysia Charles Santiago dalam keterangan resminya akhir pekan kemarin.

Charles Santiago

Omnibus Law ini sebelumnya sudah disahkan DPR pada Senin (5/10) dan sudah diserahkan DPR ke Presiden Joko Widodo untuk segera diteken. Charles kemudian menjelaskan bahwa tujuan dari Omnibus Law ini jelas yaitu untuk mendongkrak investasi asing dengan mengorbankan hak-hak demokratis, hak buruh, dan lingkungan hidup. “UU ini tidak didasarkan atas ilmu ekonomi, melainkan oportunisme semata,” kata dia.

Sehingga, Charles meminta Jokowi menyusun Rancangan UU baru yang memenuhi kewajiban HAM di Indonesia. Ia meminta UU baru ini pun disusun bersama serikat-serikat buruh dan masyarakat sipil. “Sementara itu, ia (Jokowi) menjamin keamanan para pengunjuk rasa damai,” kata Charles.

Ini bukanlah pernyataan sikap dunia internasional pertama atas Omnibus Law. Sebelumnya, sekumpulan investor global, ikut menyuarakan kekhawatiran mengenai isi UU Cipta Kerja. Mereka antara lain Aviva Investors, Legal & General Investment Management, manajer aset yang berbasis di Belanda Robeco, serta manajer aset terbesar di Jepang Sumitomo Mitsui Trust Asset Management. Secara keseluruhan mereka adalah 35 investor global dengan total aset kelolaan mencapai US$4,1 triliun.

“Meskipun kami menyadari perlunya reformasi hukum bisnis di Indonesia, kami memiliki kekhawatiran tentang dampak negatif dari tindakan perlindungan Lingkungan tertentu yang dipengaruhi oleh Omnibus Law untuk menciptakan pekerjaan,” ujar Senior Engagement Specialist Robeco, Peter van der Werf, perwakilan komunitas investor tersebut.

Sementara Anggota Badan Legislasi DPR RI Fraksi PKS, Bukhori, berharap pemerintah dan pihak terkait mampu menangkap keresahan yang terjadi di masyarakat terkait dengan munculnya UU Cipta Kerja ini. Jika memang UU Cipta Kerja dibuat untuk kepentingan masyarakat, semestinya pemerintah mampu melihat gelombang penolakan besar yang terjadi di masyarakat.

“Pertama kami mengharap kepada pemerintah, dan kepada stakeholder negara ini harus betul-betul mendengarkan suara publik. Kita kan buat UU untuk kemaslahatan publik, nah kalau publik masih merasa belum mendapatkan itu, kita juga tidak boleh merasa egois, harus membuka selebar-lebarnya telinga kita,” kata Bukhori.

Menurut Bukhori, reaksi penolakan Publik terhadap  UU Cipta Kerja ini merupakan sesuatu yang harus ditanggapi serius. Pemerintah harus segera mengambil langkah agar gejolak di masyarakat tidak semakin besar. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah. Bukhori mengatakan, Pemerintah atau dalam hal ini Presiden Joko Widodo, dapat mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).

Faktanya reaksi publik ini masih sangat serius, oleh karena itu pemerintah harus menggunakan instrumen yang dia bisa lakukan, Pertama, di tangan Presiden ada kewenangan untuk mengeluarkan Perppu,” kata Bukhori

Selain itu, mengingat besarnya penolakan yang terjadi Presiden juga bisa meminta kepada DPR meninjau kembali UU yang disahkan 5 Oktober 2020 tersebut. Jokowi harus lebih peka melihat penolakan UU Cipta Kerja yang terjadi di masyarakat. “Kedua, Presiden juga bisa meminta kepada DPR untuk meninjau kembali. Itu juga bisa permintaan itu. Ketiga, baru kemudian ada ruang juga untuk bisa menggugat UU Cipta Kerja ini ke Mahkamah Konstitusi,” ujarnya. 

** ass

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles