Jakarta | Jurnal Inspirasi
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi satu-satunya fraksi yang menolak Perpu Nomor 1 Tahun 2020, tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk percepatan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Meski mendapat penolakan, Perpu ini telah disetujui DPR RI menjadi Undang-Undang.
Ketua Banggar DPR RI, Said Abdullah, membacakan catatan Fraksi PKS, setidaknya ada 22 catatan yang diberikan oleh PKS terkait Perpu tersebut dan setelah disederhanakan. Ada 4 poin yang ditekankan PKS. Pertama, Fraksi PKS berpendapat bahwa Perppu No. 1 Tahun 2020 berpotensi melanggar konstitusi disebabkan beberapa pasal yang cenderung bertentangan dengan UUD 1945.
Hal ini terkait dengan kekuasaan Pemerintah dalam penetapan APBN yang mereduksi kewenangan DPR, kekebalan hukum, dan terkait kerugian keuangan Negara, misalnya pada Pasal 12 Ayat 2 menyatakan bahwa Perubahan Postur dan/atau rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara hanya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden.
“Hal ini telah menghilangkan kewenangan serta peran DPR dan membuat APBN tidak diatur dalam Undang-undang atau yang setara. Berdasarkan UUD NRI Tahun 1945 Pasal 23 ayat 1 telah menyatakan bahwa kedudukan dan status APBN adalah UU yang ditetapkan setiap tahun. Kemudian, RAPBN harus diajukan oleh Presiden untuk dibahas dan disetujui oleh DPR sebagaimana ditegaskan Pasal 23 ayat 2 dan ayat 3 UUD RI Tahun 1945,” begitu catatan PKS yang dibacakan Said Abdullah saat Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (12/5).
Hal lainnya yang menjadi sorotan PKS yakni bunyi Pasal 27 ayat 2 menyatakan bahwa Anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan atau KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Perppu ini tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketiga, Fraksi PKS mencermati terkait dengan Batas Atas Defisit yang tidak ditentukan akan mereduksi prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan keuangan negara. Perpu No. 1 Tahun 2020 dalam Pasal 2 menetapkan batasan defisit anggaran yang melampaui 3 persen dari PDB. Menurut PKS, klausul dalam Perppu itu hanya menyebutkan melampaui 3 persen dari PDB, tetapi tidak menjelaskan batas atas.
“Fraksi PKS berpendapat tidak adanya batas atas dalam penentuan defisit APBN terhadap PDB, berpotensi menjadi tidak terkontrol dan dapat membuat belanja APBN menjadi tidak prudent atau memenuhi unsur kehati-hatian dan membengkaknya utang,” seperti dibacakan Said.
Tidak ada batas atas itu juga beresiko dimasukkan kepentingan-kepentingan belanja lainnya yang tidak tepat dan tidak perlu. “Batas atas defisit diperlukan agar adanya kepastian hukum, dan agar risiko keuangan akibat defisit menjadi terukur dan managable,” ujarnya
Keempat, Fraksi PKS juga berpendapat bahwa skema bail-out selalu berpotensi melahirkan skandal penyimpangan kekuasaan keuangan negara atas penanganan krisis yang telah menimbulkan biaya yang besar dan telah mengingatkan publik atas trauma krisis ekonomi 1997-1998.
Penyimpangan tersebut telah membebani negara lebih dari Rp650 triliun ditambah dengan beban bunganya. Beban berat ini kemudian ditanggung oleh rakyat secara keseluruhan melalui beban pajak dan inflasi yang berkelanjutan. Sementara, segelintir kelompok konglomerat menikmati kebijakan yang tidak adil dari fasilitas BLBI dan Obligasi Rekap dan tetap menjadi penguasa modal paska reformasi sampai sekarang.
“Mereka tetap memiliki privilege menjadi oligarki ekonomi dan modal yang bahkan mempengaruhi lanskap sosial dan politik hari ini. Fraksi PKS menolak skema bail-out dari keuangan negara atas kerugian perusahaan swasta baik bank, maupun lembaga keuangan,” ujar Said.
Dengan pertimbangan tersebut, Fraksi PKS mendorong Pemerintah agar mengganti Perpu Nomor 1 Tahun 2020 dengan Perpu yang memperhatikan dan memasukkan poin-poin dalam Pendapat Mini Fraksi PKS tersebut di atas agar tidak menimbulkan berbagai masalah yang merugikan keuangan negara dan rakyat di kemudian hari.
Asep Saepudin Sayyev |*