33.2 C
Bogor
Friday, April 19, 2024

Buy now

spot_img

Validasi Data Kepala Dusun Tanggung Jawab Siapa?

Oleh: Nay Nurain

Profesi menjadi perangkat desa tidak kalah menarik dengan profesi lain saat ini, hingga tak aneh masyarakat yang dulunya enggan untuk menduduki jabatan sebagai perangkat desa kini justeru seolah main lobi untuk mendapatkan posisi yang ‘indah’ itu.

Seperti salah satunya ialah menduduki jabatan sebagai Kepala Dusun (Kadus). Apalagi sudah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2015 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Dimana dalam PP tersebut mengubah Pasal 81 bahwasannya Bupati/Kota menetapkan besaran penghasilan untuk perangkat desa paling sedikit 2,2 juta atau setara dengan PNS eselon 2A.

Sehingga tak aneh posisi kedudukan menjadi kepala dusun juga merupakan kursi panas yang diperebutkan, walaupun tak jarang masih banyak kadus yang tidak paham akan tupoksinya dan ada pula yang tidak memenuhi kualifikasi menjadi kepala dusun tapi dipaksakan untuk menduduki jabatan sebagai kadus.

Seperti baru-baru ini, sebuah keluhan yang disampaikan langsung oleh salah satu kepala dusun yang bertugas di wilayah Jonggol. Dimana dirinya tidak pernah dilibatkan dalam hal musyawarah desa, program-program yang ada di desa, bahkan kartu ATM dan buku tabungan pun yang seharusnya dipegang oleh dirinya justeru dipegang oleh istri kepala desa.

Tidak bisa dipungkiri, posisi-posisi strategis di desa sudah menjadi pesanan tim sukses kades pemenang. Hingga tak jarang jika tidak memenuhi kualifikasi pun seolah dipaksakan bahkan yang lebih fatalnya ialah mengarah kepada delik pidana yaitu pemalsuan data.

Karena pada dasarnya menjadi perangkat desa itu memiliki syarat dan ketentuan yang berlaku dan itu sudah terverifikasi oleh Kementerian Desa. Namun dalam hal ini, Kementerian Desa kecolongan karena masih ada data yang tak valid dengan yang ada di lapangan, dan tak jarang Pemerintah Desa dan Pemerintah Kecamatan seolah menutupi dan sudah mengetahui akan ketidaksinkronan data yang diserahkan dengan siapa yang menduduki posisi.

Hal serupa pun pernah terjadi di Tanjungsari yang merupakan ujung Kabupaten Bogor. Dimana nama yang disetorkan tidak sesuai dengan nama yang menduduki jabatan di desa tersebut. Karena syarat menjadi kadus bukan hanya syarat usia yakni 20-45 tahun, melainkan juga harus berijazah SMA atau kesetaraan.

Dan yang lebih ngerinya lagi, nama yang didaftarkan menjadi kadus di salah satu desa di Kecamatan Tanjungsari adalah seorang karyawan swasta yang bekerja di Jakarta, karena masih famili dia tak segan memberikan data lengkapnya untuk didaftarkan menjadi kadus dan terdaftar di Kementerian Desa padahal yang menjadi kadus adalah orang lain.

Pertanyaannya, mampukah Pemdes dan Pemcam membenahi nama-nama yang tidak sinkron tersebut tanpa harus menempelkan dalih tim sukses dan yang dituakan, mengingat KUHP Pasal 93 berbunyi ” Setiap penduduk yang dengan sengaja memalsukan surat dan/atau dokumen kepada instansi pelaksana dalam melaporkan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak 50 juta”.

**

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles