29.4 C
Bogor
Tuesday, May 7, 2024

Buy now

spot_img

Kasus Penunggak Cicilan Kendaraan yang Ditahan Polresta Diputuskan PN Bogor Hari Ini

Bogor | Jurnal Bogor

Kasus penunggak cicilan kendaraan yang dijadikan tersangka dan ditahan oleh Polresta Bogor Kota memasuki sidang ke-5 dengan agenda pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Negeri Bogor, Senin (31/10), setelah sebelumnya Polresta Bogor dipraperadilankan Lembaga Bantuan Hukum Punggawa Inspirasi Rakyat atau LBH Panser karena kliennya Hidayat Saputra tak semestinya dipidana karena persoalan perdata yang dilaporkan Toyota Astra Finance (TAF) Cabang Bogor.

“Kami telah menyampaikan bukti-bukti dan melampirkan kesimpulan atas kasus ini dan meminta majelis hakim memberikan keputusan yang seadil-adilnya,” kata salah satu kuasa hukum Hidayat Saputra, Suhendar,SH,MH dalam keterangannya, Minggu (30/10).

Menurut Suhendar, PT. TAF  Cabang Bogor, yang melaporkan pemohon selaku pemberi fidusia kepada Polresta Bogor adalah  tidak tepat, karena prosedur atau cara-cara yang ada di dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 khususnya Pasal 29 tidak digunakan dengan baik oleh penerima fidusia.

“PT. TAF  Cabang Bogor selaku penerima fidusia tidak berusaha semaksimal mungkin untuk mencari keberadaan kendaraan yang menjadi objek jaminan fidusia, padahal Pasal 20 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 menyebutkan jaminan fiducia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, namun nyatanya kendaraan dimaksud masih berada pada pemohon,” jelasnya.

Bahkan dalam surat jawaban termohon pada 26 Oktober, termohon tidak melakukan pemeriksaan untuk dimintai keterangan dan memberikan kesaksian sebagai korban. “Dari 9 orang saksi, termasuk saksi ahli hukum jaminan fidusia, tidak ada nama korban, dan tidak ada keterangan atau pemeriksaan terhadap korban dengan adanya dugaan tindak pidana yang dilaporkan oleh Prianto Ari Basuki sebagai pelapor,” kata Suhendar.

Dia mempertanyakan pelaporan tersebut, tindak pidana apa yang dilaporkan dan siapa korbannya, dan berapa kerugian yang diderita korban. “Penyidik Polresta Bogor hanya melakukan penyidikan olah data dari saksi-saksi tanpa adanya korban, apakah tindak pidana dapat dilakukan dan diproses tanpa adanya korban?,” ungkapnya.

Dengan demikian, kata dia, penyelidikan dan penyidikan yang pada akhirnya menetapkan pemohon sebagai tersangka adalah kekeliruan oleh karena itu pemohon harus dibebaskan dari segala tuduhan tindak pidana yang dilaporkan dan dihentikan penyidikannya yang dilakukan oleh penyidik Polresta Bogor, sekaligus pemohon harus dikeluarkan dari tahanan Polresta Bogor karena tidak cukup bukti. “Jadi perbuatan apa yang dituduhkan terhadap pemohon,” tandasnya.

Keterangan dan atau kesaksian korban tidak pernah dilakukan pemeriksaan dan dimintai keterangannya oleh penyidik. “Berdasarkan jawaban termohon bahwa korban yang telah dimintai keterangan yaitu Kepala Toyota Astra Finance (TAF) Cabang Bogor. Padahal seharusnya mengacu dan berdasarkan Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Bahwa korban adalah orang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindakan pidana. Oleh karenanya, menjadikan kepala Toyota Astra Finance (TAF)  Cabang Bogor sebagai korban dalam perkara ini merupakan kekeliruan dan cacat hukum dan batal demi hukum,” jelasnya.

Suhendar juga kecewa kliennya telah ditetapkan sebagai tersangka, padahal belum ada korban yang diperiksa dan atau dimintai keterangan, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Ini terkesan adanya suatu indikasi untuk melakukan kriminalisasi terhadap pemohon, karena sampai saat ini belum ada dan belum meminta kesaksian dan atau keterangan korban, serta belum melampirkan, memperlihatkan, menjelaskan bukti-bukti terkait dasar perkara jaminan fidusia yang disangkakan terhadap pemohon,” ujarnya.

Menurutnya, terlihat jelas hanya menilai sepihak hanya dari keterangan dan bukti pelapor tanpa menilai bahkan mengesampingkan keterangan dan bukti-bukti dari kliennya. “Proses penyidikan yang dilakukan termohon sangat merugikan pemohon, karena termohon telah melanggar dan menabrak norma-norma, tidak fair dan melanggar Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019.

Lagi pula dalam hal utang piutang tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang-piutang.  Maka penyelesaiannya harus melalui gugatan Perdata, bukan dilakukan pelaporan dan di proses secara pidana.

“Kami ingin Kapolresta Bogor untuk menghentikan penyidikan dalam perkara dugaan tindak pidana sebagaimana yang diatur dan dirumuskan pada Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-undang Nomor: 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, karena tidak dapat dibuktikan dalam penyidikan dan pemeriksaan terhadap saksi-saksi yang telah diperiksa dan mengeluarkan klien kami tahanan Polresta Bogor, dan mengembalikan atau memulihkan nama baiknya di masyarakat,” ungkapnya.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan jajarannya menyampaikan kepada masyarakat perkembangan tindak lanjut terhadap laporan masyarakat. Menurut Sigit, jika ditemukan kesulitan atau kurang alat bukti dalam menangani suatu laporan, hal itu harus dikomunikasikan secara jelas kepada pelapor. “Misalkan di dalam penyidikan masyarakat tentunya mengharapkan proses penyidikan bisa tuntas sementara alat bukti kurang. Jelaskan, jangan kemudian malah ditinggal pergi,” ujar Sigit dalam akun resmi Instagramnya, @listyosigitprabowo, Jumat (28/10).

Sigit meminta jajarannya untuk menghadapi  masalah-masalah yang memang harus dijawab atau dijelaskan ke masyarakat atau pelapor. Apalagi, jajaran Polri juga dibatasi oleh undang-undang dalam hal menindaklanjuti sebuah laporan. Oleh karena itu, penyidik harus memberikan informasi kepada pelapor terkait perkembangan atau kendala suatu laporan.

“Karena memang kita dibatasi aturan dengan undang-undang sehingga tentunya tidak semuanya kita lakukan tapi, terkait dengan kesulitan-kesulitan tersebut dikomunikasikan,” ucap dia.

Sigit berpandangan, dengan adanya komunikasi yang jelas dan transparan, warga yang menjadi pelapor dapat memahami kendala yang dialami penyidik terkait laporannya.

** Asep S.Sayyev

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles