31.2 C
Bogor
Friday, April 26, 2024

Buy now

spot_img

Kades Hambaro Minta Klaim Tanah Diuji BPN

Nanggung l Jurnal Inspirasi
Kepala Desa Hambaro, Firadaus memberikan penjelasan mengenai tanah yang berada di Kampung Cidudut, Desa Hambaro, Kecamatan Nanggung tepatnya tanah yang kini jadi lapangan sepak bola. Status tanah ini ramai diperbincangkan karena adanya saling klaim. Menurut Kades, di desa bukan lembaga kompeten untuk menguji alas hak kepemilikan tanah tetapi desa ini tempatnya musyawarah mencapai mupakat dan bisa diuji di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bogor.

“Desa ini tempatnya pelayanan administrasi, adapun untuk menguji alas hak itu BPN  sebagai lembaga yang berkompeten dalam bidang pertanahan,” kata Firdaus, Selasa (30/6).

Dia menjelaskan bahwa status tanah tersebut memang saat ini ada dua yang mengklaim. Di satu sisi diklaim oleh keluarganya alm Sopian Mahmud yang beralamat di Jakarta dengan alas hak yang tercatat di kantor desa terdapat dalam leter C desa termasuk SPPTnya. “Terus dari Alm Pak Sopian  hingga saat ini belum dijual ke  pihak perusahaan sebagaimana isu yang telah beredar di masyarakat. Hanya saja dari ahli waris keluarga alm Pak Sopian baru adanya proses jual beli dengan perusahaan, jadi tanah tersebut belum dijual,” tegas Firdaus.

Karena, tambah Firsdus ada yang mengatakan dari pihak Sopian Mahmud yang informasinya saat ini lagi proses jual beli dengan pihak perusahaan. Jadi, tegas Firdaus,  surat akta jual beli, SPPT termasuk surat lainnya dengan kepemilikam perusahaan belum diterbitkan karena tanah tersebut belum dijual .” Hanya saja pihak BPN baru memploting luas tanah tersebut,” tandasnya.

Di satu sisi, warga  masyakat mengklaim dengan dasar segel jual beli di tahun 1970, adapun dari alas hak ataupun dua hak tersebut masing masing punya kelemahan, warga masyarakat memiliki segel tetapi tidak dijelaskan secara spesifik baik itu nomor leter C desa dan nomor SPPTnya. “Luas tanahnya ini hanya tercatat batas batas tanah sama persil dikuatkan persil 23 kalau tidak  salah,” jelasnya.

Menurut Firdaus, adapun yang menjadi pertanyaan, dalam segel tersebut tidak ada tanda tangan pihak kedua. Sementara sepengetahuannya disegel itu harus menguatkan  kedua belah pihak antara pihak pertama dan kedua. “Pihak pertama tercatat atas nama sebagai penjual tanah, yaitu Ahmad Palak yang keduanya ada 2 orang masyarakat warga masyakatnya itu harus tercatat sebagai pembeli”.

“Ditambah dari pihak kedua tidak ada yang membubuhkan tandatangan, yang ada hanya  tercantum sebagai saksi-saksi saja, itu juga dipertanyakan keabsahannya dan harus diuji materi oleh pihak BPN,” kata Firadus.

Ia menegaskan, sampai saat ini pemerintah pihak desa juga belum membubuhkan tanda tangan dari proses peralihan tanah tersebut.” Jadi masih jelas  sebab akibat peralihannya ini belum ada dan tanah itu masih tercatat atas nama  Sopian Mahmud dan belum diover alihkan kepada siapapun,” tegasnya.

Klaim dari keluarga Sopian Mahmud itu dasarnya di leter C desa tercatat dan SPPTnya. “Maka itu berdasarkan hasil musyawarah dengan masyarakat kemarin dan diskusi pada waktu itu,  idealnya kita ini memusyawarahkan permasalahan harus mencari titik solusi yang terbaik,” jelasnya.

Apalagi dengan masalah sengketa tanah saat ini, kata Firdaus idealnya di satu sisi warga masyarakat tanah tersebut kebutuhananya untuk fasilitas umum, yaitu untuk Tempat Pemakaman Umum (TPU). “Jadi harus dicarikan solusi seperti apa baiknya. Adapun masyarakat menuntut untuk menerbitkan surat SPPT dan surat lainya, berbicara SPPT atau PBB itukan bagian dari bukti pembayaran pajak bahwa tanah tersebut seharusnya milik individu jadi bukan bentuk untuk fasilitas umum.”

Sehingga kata dia, kalau tanah diperuntukannya untuk fasilitas umum seperti  TPU, masjid atau pun lainnya seperti mushola, tidak ada pajak  atau SPPT.

** Arip Ekon

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles