Home News IDI Klaim Kasus Positif Covid-19 Menurun tak Benar

IDI Klaim Kasus Positif Covid-19 Menurun tak Benar

Jakarta | Jurnal Bogor

Kasus orang yang terinfeksi virus Corona (Covid-19) di Indonesia terus bertambah, bahkan antara 300 hingga 500 kasus baru per hari. Pada akhir pekan lalu, jumlah penambahan mencapai rekor tertinggi sebanyak 533 kasus. Artinya, klaim pemerintah bahwa kasus mulai menurun tidaklah benar. Hal tersebut ditegaskan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Menurut Ketua Umum Pengurus Besar IDI Daeng M Faqih, kalau kasus positif Covid-19 terus meningkat artinya total kasusnya masih bertambah. “Jadi belum tahu kapan puncak (Covid-19), apalagi landai,” ujarnya, kemarin.

Apalagi, dia melanjutkan, melihat data penambahan kasus yang berasal dari pemerintah. Data itu, dia melanjutkan, menunjukkan kasus positif Covid-19 masih terus meningkat. Padahal, IDI khawatir kalau kasusnya terus naik, jumlah pasien akan banyak sedangkan fasilitas pelayanan kesehatan terbatas.

“Akibatnya nanti saudara kita yang terinfeksi Covid-19 tidak tertangani di rumah sakit, kan kasihan. Apalagi mereka harus mendapatkan terapi dan dicegah supaya tidak menular,” katanya.

Ia menambahkan, orang yang terinfeksi Covid-19 yang perlu mendapatkan perawatan harus diisolasi, baik di rumah maupun rumah sakit supaya tidak menular ke orang lain. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah perlu hati-hati dan terus berupaya memperlambat penambahan kasus.

Ia menambahkan, social distancing dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) harus diperketat sebagai upaya untuk memperlambat bertambahnya kasus.  “Kalau tidak, IDI khawatir kasus terus meningkat,” ujarnya.

Sebelumnya Menteri Koordinasi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy bersyukur, prediksi pertambahan drastis jumlah pasien Covid-19 di Indonesia tidak terjadi. Dia menilai, dari hari ke hari, data pasien positif Covid-19 semakin lemah dan jumlah pasien yang sembuh semakin banyak.

“Kita bersyukur karena angka kasus kita rata-rata masih rendah. Itu bisa dilihat dari grafik yang paling kanan yaitu kasus per hari kita masih di bawah 500 paling tinggi puncaknya,” kata Muhadjir. Kemudian, dia melanjutkan, kesembuhan semakin tinggi yaitu sudah mendekati 300 per hari. Kemudian untuk angka kematian juga landai tidak ada penambahan yang cukup drastis.

IDI juga khawatir kebijakan pemerintah yang melonggarkan mudik dan memperbolehkan orang pulang kampung justru bisa membuat ribet. Artinya pemerintah dan tenaga kesehatan harus bekerja dua kali untuk mengawasi dan mengecek pergerakan orang mudik. M Faqih mengakui, pemerintah memang memperketat syarat orang yang bisa balik ke kampung.  “Memang masyarakat harus memenuhi syarat mudik yaitu pulang dalam keadaan sehat tetapi pekerjaan pemerintah akan lebih ribet, artinya petugas harus bekerja ekstra. Apalagi wilayah Indonesia luas sekali, pasti ada bocor-bocornya,” ujarnya.

Artinya, dia melanjutkan, tidak menutup kemungkinan masyarakat yang lepas dari pengawasan karena banyaknya jalan tikus di negeri ini. Persoalan ditambah dengan orang Indonesia yang banyak akal untuk mencapai tempat mudik.

Karena itu, ia menegaskan menjadi tugas pemerintah untuk menutup potensi kecolongan atau bocor-bocor tersebut. Ia meminta pemerintah harus menjamin seluruh masyarakat yang mudik bisa memenuhi syarat yang telah ditentukan.

“Itulah yang saya bilang pekerjaan ini tidak mudah di lapangan. Idealnya agar tidak ribet pengawasannya dan tidak ada bocor-bocor memang harus dilarang pergerakan orang,” katanya.

Tetapi karena yang diterapkan sebaliknya, ia meminta pemerintah daerah (pemda) di tujuan mudik harus siap. Artinya semua yang datang harus diperiksa ketat, baik dari kota besar yang kebanyakan zona merah atau luar negeri.

Pemudik ini harus dikarantina terlebih dahulu dan menerapkan protokol kesehatan. Ia mengusulkan, karantina yang paling efektif adalah yang berbasis desa. Artinya, unsur aparat desa, aparat keamanan, Babinkam, Babinsa, RT/RW, kades, petugas kesehatan seperti puskesmas, kader bisa diberdayakan mendirikan pos desa mengawasi orang yang masuk dan keluar desa. 

Kemudian, dia melanjutkan, kalau ada pendatang yang sakit bisa dikirim ke rumah sakit dan menelusuri kontak pasien. Terakhir, ia berharap pemerintah deaerah membuat RS khusus corona untuk fokus pelayanan dan mencegah penularan.

Ia optimistis, kalau kegiatan ini kompak dilakukan dan social distancing benar-benar diterapkan maka upaya ini efektif menekan penularan di lokasi mudik. “Sebaliknya, jika upaya ini tidak dilakukan dengan efektif maka peningkatan kasus pascamudik bisa terlihat H+7 sampai H+14. Makanya saya bilang PSBB dan social distancing berbasis desa harus dilakukan untuk menapis (penularan Covid-19),” katanya.

Asep Saepudin Sayyev |*

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version