26.1 C
Bogor
Saturday, April 27, 2024

Buy now

spot_img

Tewas Jadi Tersangka Dipertanyakan

Jakarta | Jurnal Inspirasi

Bareskrim Polri menetapkan enam orang laskar Front Pembela Islam (FPI) yang tewas ditembak polisi di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 50 sebagai tersangka. Langkah polisi ini pun jadi pertanyaan karena enam orang tersebut sudah meninggal dunia. Pakar hukum dari Universitas Parahyangan Agustinus Pohan menyebut, langkah itu tidak lazim dalam hukum acara pidana namun juga memancing munculnya kecurigaan di masyarakat.  

Agustinus Pohan menduga upaya penetapan tersangka untuk kemudian akan di-SP3 terhadap enam anggota FPI adalah bentuk penegasan dan pembenaran bahwa yang dilakukan polisi pada malam itu terhadap enam anggota FPI adalah benar dan memiliki dasar hukum.

“Pertanyannya untuk apa orang meninggal ditetapkan sebagai tersangka? Karena perkaranya tidak bisa dilanjutkan. Jadi artinya ada tujuan lain dari penetapan tersangka itu. “Saya menduga melalui status tersangka, pihak polisi mau mengatakan bahwa upaya paksa yang dilakukan pada malam itu adalah satu upaya yang sah karena mereka adalah para tersangka,” kata Agustinus, Kamis (4/3).

Alasan kedua menurut Agustinus adalah polisi ingin menyampaikan bahwa mereka memiliki bukti para anggota FPI itu bersalah. “Saya menduga kepolisian ingin meyakinkan publik bahwa mereka yang sudah terbunuh itu adalah orang-orang yang punya indikasi telah melakukan satu tindak pidana, dan polisi punya bukti-bukti, atas dasar itu polisi ingin memberikan penguatan bahwa dengan penetapan tersangka,” kata Agustinus.

Namun Agustinus menambahkan, cara seperti itu tidak tepat dan tidak lazim dilakukan karena “sebaiknya cukup dengan memaparkan dan menjelaskan kepada Komnas HAM atau lembaga terkait, tidak perlu sampai penetapan tersangka kepada yang meninggal dunia.”

“Dampak negatif dari cara tidak biasa ini, saya mengkhawatirkan ada sebagian masyarakat yang justru mencurigai kepolisian sebagia upaya menutup sesuatu ini kan tidak baik, harusnya polisi bersifat terbuka terhadap semua hal,” katanya.

Juru bicara tim kuasa hukum keluarga korban 6 anggota laskar FPI, Hariadi Nasution menyampaikan pihaknya hanya akan mengikuti peraturan Undang-Undang. Ia mengkritisi cara polisi karena pasal 77 KUHP dijelaskan kewenangan menuntut pidana dihapus bila tertuduh meninggal dunia. “Kalau masih dipaksakan artinya kan pernyataan polisi itu menempatkan dirinya di atas UU. Atau jauh lebih tinggi dari UU. Atau kekuasaan polisi itu tak mengikuti aturan UU, gitu,” ujar Hariadi.

Hariadi menjelaskan akan lucu jika ikut-ikutan cara polisi usai penetapan tersangka terhadap 6 laskar FPI. Kata dia, bila menempuh praperadilan terkait penetapan tersangka itu juga akan lucu. “Diperiksa saksi itu untuk apa? Kalau terbukti untuk apa. Mau P-21 gitu kejaksaan. Nanti kejaksaan bagaimana itu?” tuturnya.

Pun, ia menambahkan pihak keluarga enam laskar FPI masih tetap fokus meminta keadilan. Mereka tak mau terpengaruh terhadap penetapan tersangka terhadap almarhum enam orang anggota keluarganya tersebut.

Dia menekankan masih akan tetap fokus mengawal pengusutan kasus pelanggaran HAM ini. Ia pun mempertanyakan langkah Komnas HAM terkait rekomendasi empat dari enam laskar FPI yang tewas karena pelanggaran HAM. “Bagaimana empat orang ini, sudah jelas pelanggaran HAM, walau nggak disebut pelanggaran HAM berat di situ. Kapan realisasinya?” jelas Hariadi. 

Sementara penetapan terhadap enam almarhum menurut versi polisi karena diduga melanggar Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan. Adapun enam anggota laskar FPI itu sudah dimakamkan beberapa hari usai insiden berdarah tersebut. Lima dari enam anggota laskar FPI dimakamkan di Megamendung, Kabupaten Bogor.

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian Djajadi mengatakan penyidik sudah menggelar rapat koordinasi bersama Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung pada Selasa (2/3). “Untuk dugaan unlawful killing, penyidik sudah membuat LP (Model A) minggu lalu. Iya (tiga orang pelapor anggota Polda Metro Jaya),” kata Andi Rian.
Sementara Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Polisi Agus Andrianto mengungkapkan bahwa kasus unlawful killing atau karib disebut dugaan pembunuhan yang terjadi di luar hukum yang dilakukan oleh tiga anggota Polda Metro Jaya telah naik ke penyidikan.

Dugaan unlawful killing tiga polisi itu dilakukan terhadap empat orang laskar Front Pembela Islam (FPI). Kini lembaga tersebut telah dibubarkan penerintah. “Penyidikan kami sudah gelar pertama dengan kejaksaan karena nantinya akan dilakukan penuntutan oleh mereka,” kata Agus, Kamis (4/3).

Dia lebih jauh penanganan ini dilakukan secara maksimal dan transparan dari dua lembaga penegak hukum. “Artinya, seluruh proses berjalan dengan pengawasan dari kejaksaan yang nanti akan melakukan penuntutan,” imbuh Agus.

** ass

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles