28.3 C
Bogor
Friday, April 26, 2024

Buy now

spot_img

Din Syamsuddin ‘Diotak-atik’

Jakarta | Jurnal Inspirasi

Pakar politik dan hukum Universitas Nasional Jakarta, Saiful Anam mengungkap adanya tuduhan radikal dari Gerakan Anti Radikalisme Institut Teknologi Bandung (GAR ITB)  terhadap tokoh Muhammadiyah Din Syamsuddin membuat stigma Istana mempunyai buzzer dapat dibenarkan karena tuduhan terhadap Din Syamsuddin merupakan tuduhan hoax yang melewati batas kewajaran.

“Tentu harus dicari siapa otak pembuatnya. Kalau kemudian ia benar membuat itu semua demi untuk menjatuhkan Din, maka itu sudah di luar batas-batas kewajaran dalam politik,” ujar Saiful, Minggu (14/2).

Padahal, kata Saiful, persoalan bangsa saat ini adalah maraknya perbuatan rasuah. Sehingga, seharusnya lebih fokus kepada kasus korupsi, bukan dialihkan dengan menuduh Din Syamsuddin radikal. “Yang nyata saat ini terjadi korupsi bansos, kok malah dialihkan ke persoalan yang sulit untuk dinalar akal sehat?” herannya.

“Mestinya yang harus dihembuskan adalah bagaimana korupsi bansos harus diungkap, bukan malah mengalihkan ke soal radikalisme tokoh masyarakat,” jelas Saiful.

Menurutnya, selain tidak ada urgensinya dengan menuduh Din Syamsuddin, juga akan menimbulkan stigma adanya peran Istana untuk mengalihkan kasus korupsi. “Justru senjata makan tuan, yang semakin menyudutkan Istana seolah-olah benar memang ada buzzer yang disetting demikian,” pungkasnya.

Sementara Pakar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad  menilai, tudingan GAR ITB  bahwa Din Syamsudin radikal merupakan tuduhan serius. Terlebih, hal itu dilaporkan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

“Apabila tuduhan itu tidak terbukti, yang tergabung dalam organisasi itu bisa dilaporkan Pak Din dengan dugaan pencemaran nama baik. Tudingan itu jelas mencoreng nama baik Pak Din. Mereka bisa saja dijerat pasal 310 KUHP,” tegas Suparji dalam keterangan pers, Minggu (14/2).

Suparji juga menegaskan, tuduhan GAR ITB harus berdasarkan bukti kuat, apalagi yang dituduh adalah tokoh besar dan selama ini Din Syamsuddin tak ada tindakan yang radikal. Justru, mantan Ketua umum PP Muhammadiyah itu sering menyuarakan perdamaian antarumat beragama. Kemudian tidak pernah ada seruan dari Din untuk menyebarkan radikalisme ke masyarakat.

Selain itu, Suparji juga menekankan, Din memang dikenal sebagai tokoh kritis terhadap pemerintah. Namun, kritik yang disampaikan Din selalu konstruktif dan membangun. Ia menghimbau semua pihak baik hati-hati dalam menggunakan istilah radikalisme. 

“Jangan sampai orang yang kritis terhadap pemerintah lalu mudah dicap sebagai radikal. Itu membunuh demokrasi secara perlahan,” tutup Suparji.

Nmaun Kepala Biro Humas dan Komunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Naomi Sianturi menegaskan elemen masyarakat yang mengatasnamakan Gerakan Antiradikalisme Institut Teknologi Bandung (GAR -ITB) bukan organisasi resmi di bawah naungan ITB. GAR-ITB sendiri merupakan elemen masyarakat yang melaporkan Din Syamsudin ke KASN dan BKN terkait pelanggaran kode etik dan dugaan radikalisme.

“Kalau GAR-ITB bukan organisasi di bawah ITB,” kata Naomi dalam keterangan tertulis, Minggu (14/5).

Naomi mengatakan GAR-ITB tak memiliki struktur resmi dalam lingkup organisasi kampus ITB meskipun anggota yang tergabung merupakan alumni ITB. Dengan begitu, Naomi menegaskan pihaknya tak memiliki kapasitas untuk menjawab pelbagai persoalan terkait GAR-ITB. “Karena urusan alumni itu hanya alumni dan Ikatan Alumni yang berhak,” kata dia.

GAR-ITB menuai kontroversi di tengah masyarakat usai melaporkan Din Syamsuddin ke KASN. Laporan itu terkait dugaan pelanggaran kode etik ASN dalam pernyataan Din soal sengketa Pilpres pada 2019 lalu dan selama aktif di KAMI.

“Dalam konteks ini GAR ITB mendesak KASN agar segera dapat memutuskan adanya pelanggaran kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN yang dilakukan oleh Terlapor,” ujar Juru Bicara GAR ITB Shinta Madesari.

Din dilaporkan lewat surat terbuka nomor 10/Srt/GAR-ITB/I/2021 yang diklaim diteken 1.977 alumni ITB lintas angkatan dan jurusan tertanggal 28 Oktober 2020 lalu.

Merespons aduan itu, Ketua KASN Agus Pramusinto menyatakan telah melimpahkan laporan dugaan radikalisme itu ke Kementerian Agama (Kemenag), dan juga diteruskan ke Satuan Tugas Penanganan Radikalisme ASN.

Publik pun bertanya siapa sosok di balik GAR ITB yang melaporkan Din Syamsuddin itu. Hingga kemudian muncul satu nama, setelah sebuah media nasional mencoba meminta penjelasan terhadap perwakilan GAR.

Satu nama itu adalah Shinta Madesari Hudiarto. Warganet pun penasaran mencari tahu sosok Shinta Hudiarto. Bahkan, unggahan-unggahan Shinta di sosial media pun kini sudah tersebar di media sosial. “Liat FBnya orang GAR ITB Hmmm nggak heran,” tulis @Ridwanhr

“Setelah ngintip beberapa postingannya, pemikiran doi gak jauh beda sama akun2 buzzer yang di bionya tertulis “Pro NKRI” Bahkan untuk kasus aisha weddinng pun doi terkesan sumbu pendek. Telat info kalau itu kemungkinan besar hasil rekayasa,” tulis @freddyvanhalen.

“beberapa alumni itb yg mendukung pak jokowi, rata2 profil picnya ada tulisannya alumni itb dukung jokowi, alumni itb anti radikalisme,alumni itb siap divaksin,alumni itb dll,” tulis Ashikaga.

** ass

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles