28.2 C
Bogor
Saturday, April 27, 2024

Buy now

spot_img

Meski Langgar Prokes, Sita KTP Inkonstitusional

Surabaya | Jurnal Inspirasi

Pemerintah Kota Surabaya yang berencana menyita KTP elektronik warga yang melanggar protokol kesehatan (prokes) dikritisi Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK) Jawa Timur. Langkah tersebut dinilai inkonstitusional atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan berpotensi mengambil hak warga negara.

“Karena pada prinsipnya, KTP elektronik itu adalah kartu identitas penduduk yang secara konstitusi diatur Undang-Undang Kependudukan. Fungsinya untuk mendapatkan pelayanan publik,” ujar Kepala DP3AK Jawa Timur, Andriyanto, Rabu (3/2).

Dia merespon Kepala Satpol PP Kota Surabaya Eddy Christijanto yang mengatakan, pelanggar protokol kesehatan di Kota Pahlawan diberi sanksi administratif berupa penyitaan KTP dan diwajibkan membayar untuk syarat pengambilannya. Apabila dalam kurun waktu 7 hari mereka tidak melakukan pembayaran, pihaknya kemudian melaporkan ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Surabaya untuk dilakukan pemblokiran data kependudukan.

“Mereka kita kasih waktu 7 hari untuk membayar dan mengambil KTP. Kalau 7 hari tidak diambil, kita laporkan ke Dispenduk untuk dilakukan pemblokiran kalau KTP Surabaya. Untuk KTP luar, nanti Dispenduk akan menghubungi ke Dinas Kependudukan kabupaten/kota dimana dia berasal,” kata Eddy. 

Namun menurut Andriyanto, KTP elektronik yang diberikan kepada masyarakat menjadi salah satu syarat administratif agar yang bersangkutan bisa menerima berbagai layanan publik. Seperti memperoleh bantuan sosial pendidikan, mendapatkan pelayanan perbankan, dan urusan-urusan lainnya.

“Sehingga kalau KTP ini disita, masyarakat akan mengalami kesulitan dalam menuntut pelayanan publiknya. Dikhawatirkan juga, masyarakat itu menjadi meremehkan untuk mengambil itu,” kata dia.

Andriyanto melanjutkan, banyak alasan yang membuat masyarakat enggan mengambil KTP yang disita. Misalnya, tidak kuat membayar denda atau merasa ribet di tengah banyaknya kesbikuan lain. 

Bahkan, bukan tidak mungkin masyarakat memilih untuk membuat KTP elektronik baru, dengan berbagai alasan. “Dia akan mencoba datang ke Dukcapil untuk memperbarui KTP-nya, mungkin bisa dengan alasan hilang, yang notabene, Insya Allah relatif mudah meminta surat kehilangan dari kepolisian,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Andriyanto, ketika KTP itu disita atau menjadi jaminan, malah akan membebani Satpol-PP dalam hal menyimpan KTP milik masyarakat. Karena bisa jadi, lebih dari tujuh hari, masyarakat masih enggan mengambik KTP-elektroniknya yang disita.

Andriyanto mengatakan, dalam Undang-Undang Kependudukan memang tidak diatur secara spesifik larangan penyitaan KTP-elektronik. Apalag,i bila kebijakan itu sudah dilandasi sejumlah aturan seperti Peraturan Bupati, Wali Kota, atau Peraturan Daerah.

Asas yang digunakan, kata Andriyanto, adalah lex spesialis derogat lex generali atau asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang khusus mengesampingkan hukum yang umum. Menurutnya itu boleh-boleh saja.

“Tapi harus dipahami bahwa memberi sanksi pelanggar protokol kesehatan dengan menyita KTP itu perlu dipertimbangkan. Intinya, penyitaan KTP itu dalam sistem pemerintahan secara utuh integral dari pusat boleh saya katakan inkonstitusional,” ujarnya.

Andriyanto mengatakan, dalam hal sanksi saja, penyitaan KTP elektronik ini sebenarnya belum tentu memberikan efek jera. Begitu pun bagi masyarakat lainnya, penyitaan KTP elektronik juga belum tentu membuat mereka takut untuk tidak melanggar protokol kesehatan.

Menurutnya, banyak sanksi sosial yang lebih bisa membuat masyarakat jera untuk melanggar protokol kesehatan. Seperti meminta pelanggar protokol kesehatan membersihkan fasilitas umum atau push up seperti yang pernah diterapkan, kemudian mempostingnya ke media sosial.

“Itu akan memberikan efek luar biasa, lho. Dia akan menjadi malu. Saya yakin itu. Wong kalau dia naik sepeda motor saja, kemudian plat nomornya dikeluarkan di media sosial itu saja sudah membuat dia malu,” kata dia.

** ass

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles