31.4 C
Bogor
Saturday, November 23, 2024

Buy now

spot_img

Kasus Rempang yang Memilukan Hati, Apa Seharusnya Peran ICMI?

Jurnalinspirasi.co.id – Syukron bu Dr.Sri Bukhori atas responnya terhadap tulisan yang saya share di WAG Wankar ICMI. Yang berkompeten jawab pertanyaan ibu yang cerdas tersebut, adalah pimpinan kolektif MPP ICMI…!

Amanah konstitusi ICMI berdasarkan AD dan ART bahwa peran dan fungsi strategis ICMI ada 2 aspek/dimensi yang harus dilakukan yakni sebagai berikut:

  1. Reflektif, konsepsi regulasi yang berkontribusi dalam peningkatan public policy, agar tidak terjadi “governance failure” seperti yang dialami era mas Jokowi sekarang, faktanya demikian banyak seperti piutang negara, carut marut hukum dan abuse of power, bad governance seperti malpraktik demokrasi dan birokrasi, korupsi, stunting, etc.

  2. Terakhir peristiwa konflik sosial vertikal yang memilukan dan melukai hati warga bangsa beradab adalah kasus pulau Rempang masuk investasi besar-besar China Tiongkok yang menggusur rakyat dari tanah leluhurnya, 16 Kampung Tua etnis Melayu Islam- warisan Kesultanan Melayu yang dilakukan Pemerintah melanggar HAM dan bertentangan kesepakatan pimpinian dunia tentang Sustainable Development dan Sustanaible Development Goals (SDGs).
  3. Peristiwa Rempang, menandakan babak baru penyingkiran masyarakat Melayu Islam di kawasan Barelang, yang dulu pernah terjadi di era Orde Baru, penyingkiran local community (endeganous peoples) dari tanah Melayu leluhur mereka di Kota Batam saat ini.

    Terus terang saya punya data dari hasil pengamatan dan riset, ketika saya diminta bantuan sebagai tenaga peneliti dan survei oleh Prof.Rokhmin Dahuri, Dosen/ GB FPIK IPB dan Kepala PKSPL IPB pada proyek “Studi Profil Kawasan Pesisir Barelang thn 1996-1997, yang sebagian datanya saya gunakan.untuk penyusunan Tesis Magister (MSi) pada program studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir (SPL) Sekolah pasca sarjana IPB.

  4. Jadi saya sangat paham konflik-konflik sosial yang etnis Melayu lokal kalah terus dan termarginalkan. Mereka waktu itu sudah melakukan protes, melawan yang akhirnya tidak berdaya (powerless) melawan kekuasaan birokrasi, aparat keamanan dan militer, yang difasilitasi para pemilik.modal besar (oligarky), dan
  5. Praksis, dengan program pemberdayaan (social enpowering), ICMI dengan berbagai jenis program memperkuat daya tahan Rakyat lokal, misalnya membuat Posko pengaduan, pendampingan dan pemberdayaan sosek dan sospol, agar rakyat tidak dibodohi, dimiskinkan dan dizholimi oleh oknum aparat keamanan dan militer.

Pimpinan teras MPP ICMI diperkuat dengan Wanhat, Wantim dan.Wankar ICMI, agar berani dan bernyali seperti PP Muhammadyah dan PB NU, menegur, memperingatkan dan mengoreksi Presiden dan para Menterinya, menjalankan amanah konstitusi, jangan melanggar pasal-pasal UUD 1945, dan mengingat tujuan kita bernegara yakni (1) Melindungi segenap tumpah negara Indonesia, jadi jangan menggusur dan memarginal rakyat lokal, (2) Memajukan kesejahteraan umum,bukan menyengsarakan rakyat seperti yang terjadi di Pulau Rempang, Batam, (3) Mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan membodohi dan menipu rakyat dengan jargon “realokasi” pemukiman rakyat seperti yang dialami etnis Melayu Islam Rempang Kep.Riau tanpa musyawarah mufakat (anti Sila 4 Pancasila) dengan masyarakat lokal, full topdown, sepihak, memaksa (otoriter) dan tanpa ada perjanjian tertulis minimal 3 pihak yakni pimpinan Lembaga Masyarakat Adat Melayu mewakili warga masyarakat lokal etnis pemilik lahan, dengan pihak Pemerintahan dan Investor.

Warga etnis Melayu yang akan menggunakan lahan di Rempang, jelas dan tegas hak-hak orang Melayu asli aman dan nyaman, tidak digusur dari negerinya. Mereka terjamin hidup pada habitat aslinya, dan mereka stakeholders penerima manfaat dari proyek investasi dan bisnis di kawasan Rempang.

Hal ini jangan terulang kembali kasus investasi di pulau Batam, dimana masyarakat asli Melayu Islam terpinggirkan, dan dimana usaha bisnis dan investasi dari perusahaan besar bersifat tertutup (enclave) bagi masyarakat lokal, yang sudah tinggal berabad-abad di kawasan Barelang.

Kenyataan yang terjadi kini adalah adanya perpindahan hak-hak kepemilikan lahan dari komunal (community property rights) ke big coorporate/private property rights, lama-lama etnis Melayu Islam akan kehilangan (genoside) asset-asset dan habitatnya sendiri. Apalagi, yang berkembang dalam opini public yang berinvestasi di Rempang, para pebisnis China Tiongkok, yang bisa dipastikan akan mendatangkan tenaga kerja migran dari dataran China Tiongkok, yang notabenanya mereka kepercayaan dan kultur mereka bertentangan dengan ideologi dan falsafah orang Melayu Islam yang socio relegious (teisme) versus socio communism (ateisme), benturan keyakinan dsn budaya sudah dipastikan bisa terjadi.

Itu kenyataan yang didukung fakta dan data yang tak terbantahkan. Mindset etnis Melayu Islam inilah yang membuat sejumlah kekhawatiran dan momok ketakutan, sehingga warga Rempang melawan dan berjihat mempertahankan tanah leluhurnya dari penjajahan ‘gaya baru” berlindung dibawa jargon investasi, pertumbuhan ekonomi dan pembukaan lapang kerja baru.

Disisi lain, mereka para investor oligargy begitu bersemangatnya memperalat aparatur negara utk menggusur pemukimannya, sehingga tercabut dari akar budayanya. Gejala sosial antropologis ini, tampak.jejas yang menimpa masyakat etnis Melayu hidup di kawasan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil akan direlokasi ke lahan daratan aras, yang membuat mereka penduduk lokal kesulitan beradaptasi pada lingkungan yg baru dan asing mereka, terutama Suku Laut yg banyak bermukim, berpindah-pindah (nomaden) di sekitar Barelang.

Beberapa lokasi Kampung Tua, pernah saya kunjungi masyarakat nelayannya untuk survey dan riset dalam penyelesaian tugaa akademik skripsi, tesis dan disertasi di Barelang. Aspek sejarah, sosiologis dan sntropologis masyarakat lokal Rempang.dalam dokumen proyek “Eco City.Rempamg,” pertimbangan ilmiah ekologias dan ekososial kurang atau tidak ada sana sekali skibat munculnya UU Omnibuslaw Cipnaker, yang mengabaikan intruumen kebijakan.AMzdAL.

Semuanya tidak dipercaya (untrust) oleh penduduk pribumi etnis Melayu Islam-Nusantara, karena sejak awal konsep dan dokumen Rencana Investasi bernama “Eco City Rempang” tidak diketahui, dan tidak dimengerti serta tidak pernah dilibatkan masyarakat lokal Rempang. Dengan kata lain, para Tokoh masyarakat adat mereka tidak diajak bicara dan tidak terlibat dalam proses perencanaannya.

Hal ini bertentangan dengan sistem dan pendekatan “Good Governance” yakni participatory, (keterlibatan stakeholders), transfarance (dialog) dan accountability dan berkomitmen atas SDGs sebagaimana disepakati dan telah menjadi komitmen para Pemimpin Negara-negara di PBB (United Nation).

Kasus Rempang yang menzholimi dan menggusur rakyat lokal secara militeristik tersebut, jika dibiarkan dan tidak diberhentikan (stop kekerasan negara), bisa jadi akan mencoreng wajah Indonesia di dunia internasional. Kemungkinan lainnya, negara yang menggusur rakyatnya secara biadab dan otoriter, akibat negatifnya Indonesia akan dikucilkan dalam pergaulan masyarakat internasional karena negara telah melanggar HAM dan demokrasi, yang telah menambrak.Declaration of Human Right, United Nation.

Point mindset pro HAM, pro Rakyat dan demokrasi itulah, yang seharusnya digunakan dan diperjuangkan oleh para petinggi MPP ICMI Pusat, berdialog dengan the ruling party dalam upaya untuk memberikan masukan-masukan yg cerdas dan ikhlas kepada bpk Presiden RI selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan RI, yang seyogianya wajib tunduk dan patuh kepada Ideologi dan falsafah bangsa, serta konstitusi negara yakni Pancasila dan UUD 1945 serta PerUndang-undangan yang berlaku.

Presiden RI bapak Jokowi harus diberikan pemahaman yang benar, dibujuk secara persuasif nan cerdas oleh kaum terpelajar dan terdidik, kaum intelektuil, cendekiawan muslim yang tergabung dalam ormas Islam ICMI. Agar beliau bpk Jokowi mencabut dan atau merevisi dokumen rencana Eco City Rempang tersebut, yang bersifat “win-win solution” bukan “win lose solution” apalagi “lose lose solution” saling berkonflik, dan beliau tidak lagi mencle-mencle, cawe-cawe, dan hendaknya gusture beliau “satu kata, satu bahasa dalam perbuatan atau ucapannya di publik sejalan dengan pola berperilakunya dalam memutuskan public policy, yakni pro rakyat, bukan pro oligarky, berinvestasi mengusir rakyat, serakah (greedy) yang sesat dan menyesatkan itu, yang sering dikritik keras dan cerdas “Bapak Akal Sehat Indonesia” Rocky Gerung, yang berkata kasar “bajingan dan tolol”. Sebuah ungkapan yang menggambarkan sikap mental dan moral seseorang yang tengah bermasalah.

Demikian dan terima kasih atas perhatiaannya, semoga narasi singkat ini bisa menggugah kesadaran dan kepedulian kita selaku Cendekiawan Muslim Indonesia terhadap nasib masyarakat, rakyat, bangsa dan.negara agar tetap konsisten mewujudkan masyarakat adil dan makmur dalam wadah NKRI yang bermartabat (marwah, dignity), damai dan berperadaban maju. Semoga Allah SWT memberkahinya. Aamiin
Save Rakyat Rempang Kepulauan Riau dan Save NKRI
Wassalam

====✅✅✅

Penulis:
Dr.Ir H Apendi Arsyad, M.Si
(Pendiri dan Wasek Wankar ICMI Pusat merangkap Ketua Wanhat ICMI Orwil Khusus Bogor, Pendiri dan Dosen Senior Universitas Djuanda Bogor, Konsultan K/L negara, Pegiat dan Pengamat Sosial)

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles