Cibinong | Jurnal Bogor
Disinyalir sejumlah lahan di wilayah Kecamatan Gunung Putri yang belum dibebaskan, revisi siteplan kedua tahun 2004 PT Ferry Sonneville (FS) diduga cacat hukum. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor menerbitkan siteplan PT FS didasari sejumlah lahan berstatus Perjanjian Pengikat Jual Beli (PPJB).
Ahli Tata Ruang, Yayat Supriatna mengatakan, pengajuan siteplan wajib berdasarkan kepelikan lahan yang jelas atas nama pemohon. “Kalau tanahnya belum dibebaskan maka siteplan tersebut belum sah. Dalam proses izin prinsip itu jelas, lahan harus sudah status pemilik atau pemohonnya,” tegas Yayat kepada Jurnal Bogor, Kamis (5/8).
Dosen Universitas Trisakti tersebut menerangkan, kejanggalan terjadi ketika pemerintah dapat menerbitkan perizinan tanpa dasar kepemilikan lahan pemohon tersebut. “Itu pertanyaannya, bagaimana bisa disahkan kalau kepemilikan lahannya saja belum atas nama pemohon tersebut,” terangnya.
Bukan hanya itu, adanya perubahan siteplan ketiga yang pada Tahun 2016 dengan menghilangkan lahan 70 hektar termasuk di dalamnya Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU). Pria S1 lulusan Universitas Indonesia (UI) tersebut mengungkapkan, perubahan siteplan diharamkan menghilangkan kewajiban pengembang.
“Kalau ada PSU yang hilang atau tidak sesuai dengan peraturan itu jelas pelanggaran hukum. Karena kewajiban pengembang itu diatur dalam Undang-Undang yang berlaku,” ungkapnya.
Sementara itu, sejumlah luasan lahan yang telah diploting PSU yang terletak di Kecamatan Gunung Putri, diduga digelapkan oleh PT FS. Lahan yang semula diserahkan seluas 140 hektare, kini hanya tersisa 70 hektare saja.
Saat dilakukan revisi siteplan pada tahun 2004, lahan milik Pemda sebelumnya sudah ditandatangani Bupati Bogor Agus Utara, seluas 140 hektare. Namun pihak PT FS melakukan revisi kembali pada tahun 2016 dan ditandatangani oleh Kepala Dinas Tata Ruang Kabupaten Bogor, Joko Pitoyo, dengan luasan lahan milik Pemda hanya 70 hektare. Dengan begitu, Fasos Fasum milik Pemda hilang setengahnya.
Anehnya, perusahaan pengembang perumahan di Kecamatan Gunung Putri itu membuat site plan dan menyerahkan lahan Fasos Fasum tersebut hanya menggunakan surat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Sedangkan, PPJB tersebut bukan merupakan bukti kepemilikan tanah. Namun anehnya, Pemkab Bogor menerima revisi siteplan pada tahun 2016 menggunakan dasar surat hanya PPJB.
Setelah dugaan disulap oleh PT FS, Fasum yang hilang sebanyak 70 hektare tersebut kini akan dibangun menjadi perumahan dan sudah dikeluarkan izin lokasi oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bogor, dengan luasan 15 hektare yang terletak di Desa Bojong Nangka, Kecamatan Gunung Putri, yang dimohon oleh PT Properti Membangun Indonesia pada tahun 2020 lalu.
Terlebih, lahan yang masuk dalam siteplan PT FS yang sudah direvisi tersebut, nyatanya sudah bukan sepenuhnya milik PT FS, melainkan sudah banyak yang dibeli orang lain dan sudah banyak memiliki sertipikat.
Menurut warga perumahan PT IPI, Rijal menuturkan, saat ini lahan Fasos Fasum di dalam perumahan yang saat ini dikuasai oleh PT FS sudah banyak yang hilang. Malah, sebagian lahan milik umum tersebut ada yang sudah dikavlingkan oleh PT FS.
“Memang sudah gak ada Fasos Fasum didalam perumahan kami, malah ada sebagian Fasos Fasum yang dikavling oleh pengembang dan akan diperjualbelikan,” papar Rijal.
** Noverando H