Jakarta | Jurnal Bogor
Kapal selam KRI Nanggala 402 dipastikan karam dengan kondisi terbelah tiga pada kedalaman 838 meter di bawah permukaan laut dalam yang ditemukan di perairan Bali bagian utara, Minggu (25/4) pukul 09.04 WITA.
KRI Nanggala-402 dengan 53 awak itu mengalami force majeure atau faktor alam dan bukan disebabkan kesalahan manusia atau human error setelah tim pencari melakukan pencarian selama 72 jam, dimana pada Sabtu pagi juga merupakan batas akhir life support (pendukung untuk hidup) berupa ketersediaan oksigen bagi kru KRI Nanggala, yakni 72 jam jika listrik dalam kapal mati total (black out).
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menyatakan KRI Nanggala-402 telah hilang kontak pada Rabu (21/4), dinyatakan tenggelam pada Sabtu (24/4) dan seluruh awak prajurit yang on board atau yang bertugas dalam kapal selam buatan Jerman tersebut gugur.
“Berdasarkan bukti-bukti otentik, dapat dinyatakan bahwa KRI Nanggala 402 telah tenggelam, dan seluruh awaknya telah gugur,” kata Panglima TNI dalam konferensi pers, Minggu sore (25/4).
“Prajurit prajurit terbaik Hiu Kencana telah gugur saat melaksanakan tugas di perairan utara Bali. Atas nama seluruh prajurit dan keluarga besar TNI saya selaku Panglima TNI saya sampaikan saya rasa duka cita yang sedalam-dalamnya kepada seluruh prajurit yang gugur. Semoga Tuhan Yang Maha Besar memberikan keikhlasan, kesabaran dan ketabahan.”
Sementara Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono juga mengungkapkan sejumlah bukti-bukti konkret bahwa kapal selam tersebut tenggelam lebih disebabkan faktor alam. Tapi, dia menyatakan, hal ini bisa dibuktikan setelah adanya investigasi usai pengangkatan kapal selam buatan Jerman ini di kedalaman 838 meter. “Sebetulnya sudah kita evaluasi dari awal kejadian ini tapi saya yakin ini bukan human error tapi lebih kepada faktor alam,” katanya.
Yudo menekankan, saat melakukan penyelaman diketahui listrik ataupun lamu-lampu dari kapal selam tersebut masih menyala. Artinya, dia menegaskan, tidak terjadi mati total atau blackout saat prosesi penyelaman.
“Dan saat menyelam diketahui lampu menyala semua artinya tidak blackout saat menyelam langsung hilang. Ini yang akan diinvestigasi setelah badan kapal tadi bisa kita angkat,” ujarnya.
Yudo menerangkan, saat proses overhaul atau prosedur membongkar mesin yang dilakukan di Korea Selatan pada 2012 lalu, TNI telah melakukan pengecekan ulang dan perawatan yang baik dari kapal selam tersebut sehingga dipastikannya ini tidak menjadi penyebab.
“Terkait overhaul di Korea pada 2012 tapi setelah di Indonesia sudah kita laksanakan tingkat perbaikan baik tingkat harmen, pemeliharaan menengah maupun docking rutin,” katanya.
Yudo menjelaskan, kontak awal ditemukannya lokasi kapal selam terjadi pada Minggu, 25 April 2021 pada pukul 01.00 Wita oleh KRI Rigel yang sedang melaksanakan multibeam echosounder.
Karena batas peralatan KRI Rigel yang hanya mampu menjangkau 800 meter kedalaman laut, Yudo mengatakan, pencarian lanjutan diserahkan kepada Kapal MV Swift Rescue melalui Remotely Operated Vehicle (ROV) yang dimiliki oleh Singapura pada pukul 07.37 Wita.
Dari hasil citra bawah air yang menggunakan kamera, menurut Yudo, MV Swift Rescue pada pukul 09.00 Wita menemukan kontak visual pada posisi 07 derajat 48 menit 56 detik selatan dan 114 derajat 51 menit 20 detik timur lokasi kapal selam KRI Nanggal 402.
“Yaitu yang tempatnya dari datum satu atau dari tenggelamnya KRI Nanggala berjarak kurang lebih 1.500 yard di selatan pada kedalaman 838 meter. Jadi, di sana KRI Nanggala terbelah menjadi tiga bagian,” ujarnya.
Sejumlah bagian-bagian KRI Nanggala yang ditemukan di kedalaman 838 meter, antara lain badan kapal, kemudi vertikal belakang, jangkar, bagian luar badan tekan, kemudi selam timbul, bagian kapal yang lain, termasuk baju keselamatan awak kapal MK 11. “Dari kondisi kedalaman 838 meter seperti ini sangat kecil kemungkinan awak KRI dapat diselamatkan,” ujarnya.
** ass