Gunung Putri | Jurnal Bogor
Pemindahan makam Kampung Cohak menyisakan persoalan perihal misteri penggunaan anggaran relokasi yang mencapai Rp5 miliar. Pasalnya mantan panitia lokal pemakaman Cohak HM menyebut ada ketidaktransparanan yang dilakukan oleh Ketua Panitia sekaligus pengguna anggaran relokasi pemakaman Cohak.
Anggota DPRD Kabupaten Bogor Achmad Fathoni pun mendukung penuh adanya audit yang dilakukan kepada pihak bertanggungjawab sebagai pengguna anggaran untuk relokasi makan Cohak tersebut. Pasalnya, jangaan sampai ada pemanfaatan. Apalagi suara sumbang itu timbul dari dalam kepanitiaan.
“Kepala desa disini harusnya ikut campur tangan, kumpulkan semua panitia lokal atau pun panitia dari Pemda. Buka dan beberkan semua pengeluaran, jangan membiarkan suara sumbang yang keluar, karena akan berdampak fatal pada desa itu sendiri,” ungkap Fathoni sapaan akrabnya, Minggu (9/7/2023).
Fathoni setuju dan mendukung untuk mengaudit penggunaan anggaran relokasi pemakaman Cohak. Apalagi dengan adanya sebutan makam fiktif, untuk membuktikan itu baiknya digali. Apakah benar hanya ada kain kafan dan tanah merah, karena seklaipun jasad sudah menjadi tanah, tanah itu tidak berwarna merah tapi hitam.
“Audit itu sangat diperlukan untuk ketransparanan, dan saya harap ada titik terang jika sudah diaudit. Sangat terlalu jika masih ada oknum yang memanfaatkan dan menggunakan anggaran relokasi makam, karena kita semua akan mati dan dikubur dalam tanah. Masa dana pemakaman masih jadi bancakan juga,” pungkasnya.
HM sebelumnya kepada Jurnal Bogor beberpa waktu lalu mengatakan, “Ketidaktrasparanan itu mulai dari biaya tahlil yang dipatok per makam 200 ribu rupiah, jika dikalikan 2500 makan itu sudah berapa. Yang sampai kesaya hanya 120 jutaan, itupun masih ada sisanya dan saya sumbangkan ke masjid,” ungkapnya.
Bukan hanya itu, sambung HM, makam yang diduga fiktif itu bisa mencapai 1000 lebih. Pasalnya, dirinya melihat dengan mata kepala sendiri makam fiktif itu hanya diisi dengan kain kafan dan tanah merah yang kemudian dibentuk sebagai makam.
“Itu dilakukan karena KSB Panitia menutup kuota yang 2500 makam itu sehingga dipaksakaan. Padahal jumlah makam yang sesungguhnya tidak sampai sebanyak itu,” beber HM.
HM menyebut, dirinya beserta panitia lokal siap untuk mengajukan keberatan kepada Ombudsman jika memang dibutuhkan ada surat keberatan. Kata dia, bisa dicek secara kasat mata, nisan kuburan itu banyak yang kosong tanpa nama, atau hanya ditulis fulan bin fulan.
“Jika memang ada ahli warisnya, kenapa harus diberi nama fulan bin fulan, logikanya. Sedangkan pendataan ahli waris itu sebelum terjadinya relokasi, itu sudah terlihat korup angarannya. Dan lagi harga batu nisan yang di-mark up, karena beli satu buah saja harga batu nisan itu hanya 150 ribu. Ini harga batu nisan dianggarkan menjadi 300 ribu, dan belinya pun jauh di Sukabumi. Apa di Bogor gak ada tukang batu nisan,” cetusnya.
Dirinya meminta, ada audit yang dilakukan oleh pihak berwajib, mengingat relokasi makam Cohak ini menggunakan anggaran APBN yang merupakn uang Negara.
“Jika pun mengalir kemana harus jelas, karena sampai relokasi makam selesai tidak ada keterbukaan dari Ketua Panitia akan jumlah pemasukan dan pengeluaran biaya relokasi makam itu,” tandasnya.
** Nay Nur’ain