JURNALINSPIRASI.CO.ID – Membaca informasi dari abang Syaf, beliau “gagal” meyakin warga masyarakatnya menjaga lingkungan hidup, ekosistem perairan sungai, DAS anak sungai Kuantan, yaitu sungai Lingkaran sangat disayangkan.
Sungai Lingkaran yang ada di desa Kampung Baru Kec. Cerenti, kini setelah pemekaran desa menjadi Desa Kampung Baru Timur.
Berbicara mengenai kondisi perairan anak sungai Lingkaran, pikiran saya melayang ke tempo doeloe, semasa kecil dan kanak-kanak, begitu indah dan riang-gembiranya kita hidup guyup. Dimana ekosistem alam, seperti DAS Kuantan, anak sungai Lingkaran, pulau pasir di Desa Pulau Jambu dan pulang Tongah Desa Koto, serta pantai berpasir yang ada di ekor (ikuak, bahasa Continya) Desa Sikakak dan lokasi bergembala sapi di Sianyir, mengingatkan saya hidup di kampung yang indah, riang-gembira dan jiwa merdeka.
Di masa itu kehidupan manusia dengan alam, begitu harmoni dan saling menjaga agar ekosistem alam jangan dirusak, pola pikir dan budaya masyarakat lokal di masa itu (thn 1970an) masih bersinergi yang saling membutuhkan, yang disebut Ecocentrisme dalam filsafat lingkungan.
Saya bersama teman-teman remaja kampung tahun 1970-an, yang diasuh mentorku Abang Syafrizal, masih teringat mandi bersama, bermain “perangan” dengan senjata daun pisang, kita bermain, bercengkrama di sekitar hutan, semak-belukar, ditumbuhi pepohon karet di daerah anak sungai Lingkaran.
Saya merasakan dampak positif bermain di alam bebas, yang asri dan airnya bersih, sehingga saya paham dan bisa bergaul dengan baik dengan teman-temanku bertetangga semasa kecil, diantaranya bang Syafainur, alm Syafriwandi, Asriadi, Tari, Edi, Arlis, Helmi Taher, alm. Aprianis, alm. Hanupri, Yusmar, bang Abbas Janu, alm Ikat, dan banyak lagi kawan bermain yang lain.
Sayang ya kini semua ekosistem perairan DAS Lingkaran tidak seperti dulu lagi, airnya jernih kini keruh dengan dikotori sampah akibat populasi penduduk lokal yang bertambah banyak dengan pola perilaku dan budaya “merusak”.
Mereka gemar menebang pohon tanpa mau menanam, membuang sampah sembarangan, suka membakar hutan untuk usaha perkebunan tanpa peduli kelestarian flora dan fauna, binatang liar seperti harimau, gajah, beruang, siamang (ungko) dll kini kehilangan habitat tempat hidupnya.
Yang lebih celaka lagi, membuat lingkungan hidup merana adalah adanya perizinan pengeloaan hutan dengan HPH yg diberikan kepada segelintir penguasa besar (oligarky), para cukong yang berdomisili di ibu kota. Negara Jakarta. Dengan izin HPH ekosistem hutan tropika semakin hancur, ditebangi pepohonannya untuk diambil kayunya (logging), diangkut kayu-kayunya melalui DAS Kuantan sampai ke sungai Indragiri Hilir, untuk selanjutnya diekspor kayunya ke beberapa negara seperti Singapura, Hongkong dan Jepang.
Mereka para cukong, para konglomerat-oligarky semakin kaya raya, berkehidupan mewah, sebaliknya rakyat tempatan sebagai pewaris lahan adat (land tenure rights) menderita, jatuh miskin karena kehilangan. SDAL, tragedy of the common tidak terelakan.
Dampak penebangan. Hutan yang berlebihan (forest overexlotation) dari SDAL tersebut adalah rusaknya ekosistem lahan atas (upland) berupa Hutan Tropika yang diesploitasi besar-besaran (over exploitation) oleh para konglomerat Aseng dan Asing, makanya kini kita sama-sama lihat di lapangan dimana anak sungai Lingkaran yang dulu jernih airnya kini kotor, tidak lagi bisa dijadikan tempat bermain dan bercengkrama sebagaimana situasi kita semasa kecil dan remaja tempo doeloe.
Sebagaimana yang abang Syaf informasikan, ceritakan di WAG Sompec ini, sungguh memprihatinkan kita semua. Semuanya ekosistem alam sudah hancur dan rusak, hutan gundul, sungai mendangkal dan melebar akibat derasnya air dari kawasan atas (upland, perbukitan) tingginya sedimentasi tanah bekas hutan, air pun menjadi keruh dan berbuih. Kemudian tebing-tebing pantaran sungai banyak yang longsor, dibiarkan, ditambah lagi tekanan penambangan emas liar secara illegal (Peti) yang semakin marak mencemari air sungai dengan limbah bahan beracun, berbahaya (B3). Limbah B3 membawa berbagau macam penyakit dan bahkan bisa mematikan pengguna air utk diminum dan mandi. Hal ini semakin melengkapi sejumlah faktor penghancur ekosistem alam, dimana SDAL kita sebagai sumber utama kehidupan bersama, sebagai sistem pendukung kehidupan (life supporting system) semakin terus berkurang dan hilang (punah) fungsi ekologisnya dan penyedia maksnan dan energi yang dibutuhkan manusia.
Dengan tata-kelola yang salah (bad governance) SDAL itu, akibatnya kehancuran, punah. semuanya kini tinggal kenangan, yang mewariskan penderitaan dan kehidupan yang sulit, kesengsaraan bagi generasi selanjutnya (future generation) anak, cucu dan cicit kita serta para Dunsanak di nagori Kuansing. Jika kita terus tak peduli dengan kelestarian. SDAL yang dianugerahi Allah SWT di nagori kita.
Mengapa kasus rusak ekosistem alam bisa terjadi dan dibiarkan sampai hancur dan punah ?
Jawabannya akibat berkelindannya penyakit sosial 3 K yakni kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan yang dialami masyarakat, terutama para pemuka dan pemimpin pemerintahannya (para pejabat negara).
Para pemimpinnya kebanyakan berwatak serakah, rakus, egoistis, munafiq dan hobbynya hidup bermegahan dan mewah (hedonist) diluar kapasitas penghasilan (gaji) yang resmi dan halal-toyiban, alias korup.
Sedangkan tokoh dan para pemuka masyarakatnya, terutama kalangan masyarakat menengah (middle class social) tidak mau belajar, dan kurang menghargai ide-ide kreatif-inovatif, serta tak mau memahami pemikiran dan pendapat kaum cerdik pandai (intelektual) dari orang lain. Boro-boro penghargaan (apresiasi) yang saya dapat, bila menulis dan beropini tentang nasib kampung kita, justru sebaliknya yang dirasakan.
Kita memang dituntut terus bersabar, terus saja berbuat, berani beropini dengan niat ikhlas karena Allah semata, mana tahu suatu ketika ada perubahan dan pertaubatan nasuha. Insya Allah.
Sebagai contoh kasus, saya sendiri ada beberapa pengalaman pahit, jika menulis tentang tema kritik sosial untuk memajukan kehidupan kampung halaman. Ada sekelintir orang “menyerang”, bahkan berani menelpon dan mencemeehkan serta mempersoalkan konten tulisan saya.
Menurut saya yang dipermasalahkan itu menyangkut hal-hal yang tak penting dan tak relevan dengan substansi konsepsi dan ide-ide yang saya tawarkan. Ya saya berlapang dada, dan harus bersikap sabar dengan menulis lagi untuk klarifikasi.
Untuk jelasnya, mohon dibaca dan disimaklah artikel saya AA yang berjudul “klarifikasi mengapa Saya menulis”. Untuk kesekian kalinya saya “membela diri” guna mereduksi penyakit gagal paham (misunderstanding).
Maka saya AA tidak akan menyerah dan kalah untuk menyadarkan para Dunsanakku rakyat, masyarakat dan bangsa, agar ekosistem alam dan kekayaan SDAL yang ada dikelola dengan baik dan jangan lupa melestarikannya, janganlah dirusak dan dikotori.
Para pemimpin dan pemuka masyarakat wajib memberikan contoh berperilaku ysng baik, seraya mengarahkan dan mendidik warga masyarakat lokal agar sadar dan peduli lingkungan hidup (ekologi) yang sehat dan lestari, sebagaimana kehidupan negara maju dan modern seperti Jepang, Korsel. Singapura, dll yang pernah saya lihat dan kunjungi (baca artikel saya di medsos Lead co.id yang berjudul. “Belajar Tertib dan Bersih dari Masyarakat Jepang).
Walaupun tanpa ada. Apresiasi, bahkan terkadang dicibir, dicemeehkan, semuanya tak menjadi soal bagi saya, Allah SWT “mboten sarek”.
Sebab niat saya hanya karena Allah SWT, meraih pahala semata, walaupun dipuji dan atau “dimaki” sebagai konsekwensi mengamalkan ilmu saya miliki-kuasai, serta bermotivasi luhur guna berkontribusi mendorong perubahan sosial dan budaya (sicial and culture change) ke arah lebih baik, berkemajuan dan berperadaban serta masyarakat terbebas dari penyakit sosial 3 K tersebut diatas.
Selamat berjuang senior dan mentorku abang H. Syafrizal Syafii, dan kawan-kswan cerdik pandai, kaum sekolahan terpelajar Caghonti yang kian bertambah banyak untuk menyadarkan warga masyarakat bahkan pejabat untuk mau dan mampu melestarikan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup yakni air, sungai, hutan, tanah, dan udara agar bersih, rapi dan lestari demi menyelamatkan kebutuhan anak cucu kita di kemudian hari di nagori Rantau Kuansing.
Ini melengkapi konten tulisan ini, mohon izin saya share kembali artikel saya AA yang terakhir terbit di media sosial. Demikian narasinya, semoga bermanfaat, mohon maaf apabila ad hal-hal yang kurang berkenan di hati. Syukron barakallah.
Selamat idul Fitri 1444 H, mohon maaf lahir dan bathin. Maaf terlambat, sebab baru pulang berlebaran dan berlibur wisata sekeluarga di negara Sakura Jepang, sekalian jenguk si sulung Annisa Hasanah (34 th) sedang berjuang menyelesaikan studi Doktornya di Kyoto University. Mahon doanya untuk kesuksesan anak kita, insya Allah kebanggaan dan rasa syukur kita. ###
Penulis:
Dr. Ir. H. Apendi Arsyad, MSi
(Dosen, Konsultan, Pegiat dan Pengamat Sosial, orang asal Cerenti, bermukim di Bogor City)