Nanggung | Jurnal Bogor
Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Bogor Ajat Rochmat Jatnika memberikan penjelasan menanggapi bangunan hunian tetap (huntap) di Desa Nanggung, Kecamatan Nanggung yang disebut Ketua Umum LSM Gerakan Nasional Padjadjaran (Genpar) Sambas Alamsyah diduga banyak kejanggalan.
Menurut Ajat bahwa prinsip teknologi Risha adalah teknologi membuat struktur bangunan yang dikembangkan oleh Kementerian PUPR yang diteliti dan diuji sudah lama.
“Kehandalan bangunan tersebut sudah diuji oleh Kementerian PUPR,” katanya saat dikonfirmasi Jurnal Bogor, Sabtu (06/05/2023).
Dia berkilah, perusahaan yang mengusahakan Risha atau aplikator harus mendapatkan persyaratan tertentu dari Kementerian PUPR.
“Klaim Risha tahan gempa merupakan klaim dari Kementerian PUPR sebagai penciptanya,” ucap dia.
Teknologi ini banyak digunakan di Palu, Lumajang dan daerah bencana lainnya, termasuk terbaru di Cianjur.
“Jika ada ketidaksempurnaan dalam pelaksanaannya tentunya itu jadi konsen kita karena aplikator tersebut sudah bersertifikat dari kementrian,” paparnya.
Sementara menanggapi keterlambatan dalam pekerjaan, hal itu jadi bahan evaluasi pihaknya.
“Jika ada keterlambatan, maka jadi bahan evaluasi mengapa terlambat pengerjaannya,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, pembangunan huntap di Kampung Kebon Awi Desa Nanggung, Nanggung, Kabupaten Bogor untuk korban bencana alam jadi pertanyaan masyarakat.
Pasalnya, pembangunan huntap yang dibangun dengan teknologi Rumah Instan Sederhana Sehat (Risha) panel beton yang disebut tahan gempa malah beresiko rawan gempa.
Pembangunan Huntap di wilayah itu sebanyak 50 unit, dibangun secara bertahap disinyalir penuh dengan kejanggalan.
Janggalnya pembangunan huntap yang dikerjasamakan oleh DPKPP Kabupaten Bogor dengan kelompok masyarakat di masing-masing desa itu disinyalir kental terindikasi adanya dugaan tindak korupsi dan kolusi.
Sambas mengatakan, kejanggalan terkait huntap tersebut diketahui seusai dirinya bersama tim meninjau lokasi huntap yang sedang dalam proses pembangunan.
“Setelah kami cek ke lapangan bersama tim, proses pembangunan huntap terkesan lamban dan terasa aneh lantaran di papan proyek tidak dilengkapi atau tertera kapan tanggal dimulai dan selesainya,” kata Sambas, Rabu (03/05/2023).
“Kami menduga cara ini sengaja dibuat untuk mengelabui alias tidak jelas kapan kepastian selesai pengerjaannya,” tambahnya.
Lebih lanjut, kata dia, dari pembangunan huntap yang dikerjasamakan oleh DPKPP Kabupaten Bogor dengan kelompok masyarakat yang nilainya sampai dengan Rp 3.100.000.000 tersebut terdapat beberapa temuan material yang sangat meragukan kualitasnya.
“Bahan material sangat mengkhawatirkan, pintu kayu belum saja digunakan sudah terkena rayap (bolong-bolong) kemungkinan tidak sampai dengan satu tahun dipastikan akan lapuk. Kemudian, ditemukan juga material paralon yang digunakan itu tipe paling terendah yang kemungkinan juga akan menimbulkan konflik kedepannya karena mudah pecah,” jelas Sambas.
Jadi kata Sambas Alamsyah, pada konstruksi Risha yang gencar disosialisasikan sebagai rumah instan dengan teknologi dengan sistem knock down dengan sistem panel sambungan baut, kedapatan baut yang terhubung hanya beberapa gelintir saja. Bahkan tidak menggunakan pelat baja penghubung atau penguat.
“Bagaimana mau mencanangkan rumah instan dengan teknologi tahan gempa sementara realisasi di lapangan malah kebalikannya akan rawan gempa,” papar pria yang akrab dipanggil Sambo ini.
Dari bangunan rumah yang sudah jadi saja, menurut Sambas, pihaknya menemukan kejanggalan seperti keramik yang digunakan menggunakan keramik KW 3.
“Bolehlah rumah instan murah, namun jangan murahan juga, jangan menari di atas penderitaan masyarakat yang sedang berduka,” bebernya.
Dengan temuan tersebut, Sambas menduga hal itu ada oknum dari DPKPP bermain di dalamnya. Dia khawatir anggaran pembangunan huntap tersebut menguap seperti buih karena setelah pihaknya analisa penguapan anggaran itu dapat terjadi hingga 40 persen.
** Andres