Cibinong | Jurnal Bogor
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor diduga melakukan praktik tidak sehat yang berkenaan dengan pelaporan data fiktif home visit dan konseling pada setiap Puskesmas yang berada di Kabupaten Bogor.
Hal ini diungkapkan Ketua Umum Gerakan Nasional Padjajaran (Genpar) Sambas Alamsyah yang bakal melaporkan Dinkes ke lembaga anti rasuah di Jalan Kuningan Jakarta Selatan.
“Kami sudah mengantongi bukti dugaan praktik manipulasi mark up data melalui aplikasi pcarejkn.bpjs
-kesehatan.go.id,” kata Sambas Alamsyah kepada Jurnal Bogor, Senin (24/4).
Dijelaskan Sambas, berdasarkan hasil investigasinya, bahwa jumlah dokter dan tenaga ahli di setiap puskesmas yang ada ini sangat amat terbatas, akan tetapi tidak berbanding dengan tindakan dan penyajian laporan yang disampaikan.
Jadi kata dia, sistem yang berlangsung beberapa tahun kebelakang ini terindikasi merugikan keuangan negara hingga mendekati ratusan miliar rupiah per tahunnya.
Karena relevansi dari pelaporan pencapaian, sehingga cairlah alokasi anggaran yang disebut dengan uang kapitasi.
“Kapitasi itu adalah sistem pembayaran yang dilaksanakan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) khususnya perawatan rawat jalan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan,” jelasnya.
Terkait dugaan itu, menurut dia, tidak menutup kemungkinan adanya kongkalingkong antara Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
“Dan terkait ini kita menemukan kejanggalan kejanggalan yang layak ditindak lanjuti lebih jauh, karena dalam hal ini yang dapat dirugikan masyarakat juga,” kata dia.
Sambas menilai, kejanggalan-kejanggalan tersebut yang begitu mencolok adalah terkait pelayanan home visit yaitu pelayanan dari Puskesmas ke rumah-rumah warga dan pelayanan konseling, serta pelayanan terhadap warga yang datang ke Puskesmas.
“Kita menemukan data, ada sekitar 400 orang yang dilaporkan menerima pelayanan home visit dan konseling namun setelah kita pelajari itu tidak masuk diakal dengan asumsi dokter dan tenaga ahli yang tersedia,” papar Sambas.
“Karena, dari jumlah dokter atau tenaga ahli yang ada di setiap Puskesmas itu terbatas, jadi kalau merujuk data tersebut mereka harus bekerja hingga sembilan jam sedangkan di lapangan kita tahu sendiri seperti apa,” sambungnya.
Genpar yang belum lama ini melaporkan Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bogor ke lembaga anti rasuah kini dalam proses menegaskan, juga akan segera melakukan pelaporan Dinkes ke KPK.
“Akan kita tindak lanjuti dan tentunya kita siap membuat pelaporan ke KPK,” tegasnya.
Sementara itu, salah satu staf puskesmas di wilayah Kabupaten Bogor yang enggan menyebut namanya, membenarkan bahwa anggara dana kapitasi tidak transparan dalam pengalokasiannya.
“Yang saya tahu, memang tidak transparan dalam pengalokasiannya, sebab anggaran dana kapitasi hanya diketahui oleh bendahara dan Kepala Puskesmas (Kapus) itu sendiri,” singkatnya.
Sementara Dinkes ketika dikonfirmasi via WhatsApp melalui Sekretaris Dinas (Sekdis) dr. Agus Fauzi enggan memberikan penjelasan dan tak merespons.
Seperti diketahui, perihal sanksi korupsi ini cukup berat sebagaimana diatur UU No. 31 tahun 1999 pasal 2 ayat 1 jo pasal tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP subsider pasal 3 jo pasal 18 UURI 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
** Arip Ekon/Andres