Home News Majelis Hakim PN Bogor Dinilai Offside, Diseret ke Komisi Yudisial RI

Majelis Hakim PN Bogor Dinilai Offside, Diseret ke Komisi Yudisial RI

Sidang perkara utang piutang di PN Bogor

Bogor | Jurnal Bogor

Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk. di Pengadilan Negeri Bogor berakhir di Komisi Yudisial RI. Dalam keterangan pers Kantor Firma Hukum Edy Suhendar & Paralegal Lembaga Hukum Indonesia, Jumat (17/3/2023), LHI menyebutkan, perkara ini berawal dari adanya utang-piutang atau fasilitas pinjaman dana antara Debitur Kusmana dengan PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk. selaku kreditur. 

Saat kondisi usaha Kusmana sedang naik daun, dan memiliki rekening tabungan yang bagus secara cashflow di PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk. Berulang kali sales atau marketing BRI menawarkan pinjaman dana untuk mengembangkan usaha toko material dan alat bangunan yang dijalankan. Kepiawaian sang sales pun untuk meyakinkan bahwa pinjaman BRI sangat bermanfaat untuk pengembangan usaha dengan jaminan atau anggunan sertifikat toko material yang dimiliki oleh Kusmana. Hingga akhirnya, Kusmana tertarik dengan penjelasan Diki sebagai marketing BRI Cabang Pajajaran Bogor.

Fasilitas pinjaman yang diberikan yaitu program rekening koran (PRK) sebesar Rp. 800.000.000 pada tahun 2018. Dan debitur pun hanya mengeluarkan sejumlah uang diawal sebesar Rp. 10.000.000 untuk biaya provisi, administrasi dan asuransi.

Pinjaman Rekening Koran (PRK) Debitur Kusmana ke PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk. Cabang Bogor berjalan baik, bahkan sampai diperpanjang sebanyak 2 kali, tahun 2019 dan 2020 dengan angsuran sebesar Rp 9.400.000. Namun, siapa sangka akan terjadi musibah massal pendemi covid 19 di pertengahan tahun 2020 dan berlalu lama.

Musibah pendemi tersebut meluluh-lantahkan perekonomian dan kegiatan sosial di masyarakat, yaitu Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Menurut Kusmana, “saat itu orang jangankan untuk membangun rumah, bahkan untuk mencari makan pun sangat sulit. Karena apa-apa dibatasi oleh pemerintah baik pusat maupun daerah.”

Keadaan tersebut sangat berdampak langsung terhadap daya beli masyarakat termasuk terhadap bahan bangunan. Ketidaksiapan bahkan kepanikan pun semakin nyata, ketika pendemi covid 19 tersebut berlangsung lama hingga bertahun-tahun. Usaha yang selama ini dikembangkan oleh Kusmana pun, yaitu penjualan material atau toko bangunan semakin lama malah semakin nyusut tergerus oleh gaji karyawan dan operasional lainnya.

Muaranya, di tahun 2021 Kusmana sudah tidak sanggup membayar angsuran pinjaman ke PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk. Sales atau pihak karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk. Yang tadinya datang secara baik-baik pun berubah menjadi sangar dan tanpa rasa belas kasian. Mereka menyarankan ke Kusmana untuk menjual aset atau toko tersebut supaya utangnya ke BRI sanggup dibayarkan.

Proses penjualan pun dengan arahan karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk. coba dijalankan. Akan tetapi, lagi-lagi dimasa pendemi siapa orang yang mau beli aset sesuai harga pasar, yang ada semuanya beramai-rami jual aset kata Kusmana.

Namun Kusmana seperti tersambar petir di siang bolong. Pada tahun 2022. Bukannya pembeli yang diharapkan yang datang, malah datang orang mengaku-ngaku sebagai pemenang lelang aset tersebut, yang bernama Herman. Ketika coba dikonfirmsi oleh Kusmana ke pihak bank BRI, dari pihak BRI menjawab, “sekarang bukan urusan kami lagi, silahkan langsung berurusan dengan Pak Herman saja.” Begitu jawaban diujung telepon dari pihak kredit Bank BRI.

Ditengah kebingungan atas perlakuan dari pihak BRI Cabang Bogor, Kusmana disarankan oleh kawannya untuk meminta bantuan mencari perlindungan atau keadilan ke Kantor Firma Hukum Edy Suhendar & Paralegal Lembaga Hukum Indonesia yang berkantor di Depok, Jawa Barat.

Gugatan Perbuatan Melawan Hukum ke PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk. pun dilayangkan melalui kompetensi relatif Pengadilan Negeri Bogor pada medio Januari 2023 dengan Register Perkara Nomor : 15/Pdt.G/2023/PN Bgr.

Pada sidang pertama, Selasa, 31 Januari 2023, penggugat hadir dan tergugat tidak hadir, dengan agenda verifikasi legal standing. Selanjutnya, sidang kedua pada sidang kedua pada Kamis, 09 Februari 2023 penggugat hadir dan tergugat tidak hadir dan Penasehat Hukum Penggugat menyampaikan kepada Majelis Hakim, sesuai aturan 125HIR apabila Tergugat tidak hadir pada sidang selanjutnya atau sidang ketiga maka Majelis Hakim untuk mengambil keputusan Verstek, dan Majelis Hakim pun mengamini dan pasti akan mengambil putusan Verstek.

Pada sidang ketiga Kamis, 16 Februari 2023, Penasehat Hukum Penggugat hadir, dan Tergugat diwakili utusannya yaitu karyawan hadir dengan surat tugas dari Kepala Cabang BRI Bogor Pajajaran. Penasehat Hukum Penggugat keberatan dengan kehadiran utusan karyawan dari PT. BRI karena tidak memiliki legal standing yang sesuai aturan, harus memiliki surat kuasa langsung dari Direktur dan membawa atau dilengkapi akta pendirian dan perubahan perusahaan.

Keberatan Penasehat Hukum tergugat disetujui dan dicatat oleh Majelis Hakim, bahkan Majelis Hakim menanyakan kepada kedua orang karyawan BRI tersebut apakah masih mau duduk di tempat tergugat atau di kursi pengunjung.  Akan tetapi, Majelis Hakim masih memaksakan kepada Penasehat Hukum Penggugat untuk melakukan mediasi yang dpimpin oleh Hakim Mediator, Deva Indah, SH.

Disaat sidang mediasi, prinsipal Kusmana selaku Debitur Hadir di dampingi kuasanya, dan Prinsipal Tergugat yaitu Direktur BRI tidak hadir dan utusannya yang tidak memiliki legal standing duduk mewakili pihak BRI. Mediasi berakhir gagal karena tidak dihadiri prinsipal tergugat. Disaat yang bersamaan, Penasehat Hukum Penggugat Kusmana melayangkan Surat Keberatan dan Permohonan Verstek kepada Majelis Hakim perkara a-quo.

Selanjutnya pada sidang kelima Kamis,  2 Maret 2023 berakhir ricuh. setelah diketuk palu sidang dinyatakan dibuka oleh Ketua Majelis Hakim, UKP. SH.,MH., sebelum masuk ke pokok perkara, Penasehat Hukum Penggugat melalui Advokat Edy Tjahjono, SH. mempertanyakan; permohonan Verstek dari Penggugat. Akan tetapi Majelis Hakim menyampaikan bahwa sidang akan dimulai masuk ke pokok perkara.

Penasehat Hukum Penggugat tetap menolak untuk melanjutkan sidang ke pokok perkara dikarenakan sidang seharusnya sudah diputus verstek disaat sidang ketiga, dikarenakan tergugat sudah tidak hadir sebanyak 3 kali persidangan. Oleh karena itu, sesuai 125 HIR maka sidang harus diputus verstek. Hakim Anggota HE., SH.,MH. menyatakan bahwa sesuai dengan buku Ketua Mahkamah Agung Prof. Dr. H. M. Syarifudin, SH.,MH. maka siapa saja karyawan atau utusan  boleh mewakili perusahaan baik diluar dan didalam persidangan.

Perselisihan pun semakin runcing karena perbedaan pendapat tersebut. Penasehat Hukum Penggugat menyatakan berdasarkan 125 HIR Jo. Pasal 1 angka 5, 92, 97 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Jo. Perma No. 1 Tahun 2016 Pasal 6 angka 1 disaat mediasi.

Suhendar melaporkan aduan ke KY

Sedangkan Majelis Hakim tetap berdasarkan buku Ketua MA yang berjudul Small Claim Court hal. 101. Akhirnya karena perselisihan pendapat tersebut tidak menemukan titik temu, Ketua Majelis Hakim mengetuk palu berkali-kali dan akan mengeluarkan Penasehat Hukum penggugat apabila tidak mau menerima pendapat Majelis Hakim.

Akhirnya, Penasehat Hukum Penggugat pun keluar dari persidangan dikarenakan Majelis Hakim memaksakan / tidak bersifat netral atas kehadiran utusan karyawan Bank BRI yang tidak memiliki legal standing/ ilegal tersebut pun untuk hadir dan duduk dikursi Tergugat.

Untuk mencari kepastian hukum, Tim Penasehat Hukum Penggugat melayangkan laporan atau aduan atas Pelanggaran Etika Hakim ke Komisi Yudisial RI sesuai dengan kewenangan KY; Pasal 20 Angka 1 Huruf e, KY dapat mengambil langkah hukum dengan 2 alat bukti cukup, Majelis Hakim PN Bogor dapat diproses hukum, karena telah melanggar 421 KUHPidana Jo. UURI No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Hal itu, demi tegaknya hukum tanpa pandang bulu sesuai azas Equality Before The Law.

**ass

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version