Sukamakmur | Jurnal Bogor
Salah satu permasalahan di wilayah Bogor Timur yang harus menjadi prioritas utama untuk diselesaikan adalah terkait peta batas antara tanah milik Perhutani dan tanah adat. Minimnya sosialisasi ke masyarakat terkait keberadaan lahan milik Perhutani ini kerap disalahgunakan oleh segelintir pihak yang ingin mencari keuntungan pribadi dengan cara menjual lahan tersebut.
Kasus seperti ini kerap terjadi di beberapa kecamatan di Bogor Timur, dimana masih banyak lahan Perhutani, seperti Kecamatan Klapanunggal, Jonggol, Sukamakmur, Cariu dan Tanjungsari. Selain diperjualbelikan lahan milik Perhutani juga kerap masuk dalam ploting para pengembang bisnis kavling yang saat ini tengah marak di wilayah Bogor Timur.
“Praktik jual beli lahan Perhutani sepertinya memang sudah biasa terjadi dengan alasan tanah yang dijual tidak masuk ploting tanah Perhutani padahal masuk lahan Perhutani. Kalau investor yang tidak teliti pasti tertipu oleh para biong-biong tanah yang biasa menjual lahan,” kata salah satu warga Sukamakmur, Amar kepada Jurnal Bogor, Rabu (04/01/23).
Menurut dia, Kecamatan Sukamakmur yang kontur wilayahnya berbukit memang menjadi daya tarik tersendiri bagi para investor yang ingin memiliki aset atau usaha jual beli kavling. Namun, terkadang yang menjadi persoalan adalah lahan yang diperjualbelikan tersebut justeru masuk ke dalam lahan Perhutani yang tidak boleh diperjualbelikan.
“Ini tentunya menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi Perhutani untuk mengamankan aset Perhutani agar tidak hilang lantaran diperjualbelikan,”ujarnya.
Selain itu, persoalan lain adalah masih banyaknya lahan Perhutani yang sudah ditransaksikan dan masuk dalam ploting para pebisnis kavling untuk diperjualbelikan, seperti di Desa Sukamakmur dan Sukawangi.
“Memang seharusnya lebih transparan lagi soal batas wilayah antara Perhutani dan tanah milik adat, sehingga tidak ada lagi pihak-pihak yang sengaja memperjualbelikan tanah Perhutani,” pungkasnya.
** Taufik / Nay