Leuwiliang | Jurnal Bogor
Mayoritas warga di Kampung Gunung Perang, Desa Puraseda, Leuwiliang, Kabupaten Bogor merupakan petani penghasil gula aren atau yang lebih terkenal gula merah yang menjadi salah satu ikon desa tersebut.
Guna mendorong ekonomi para petani gula aren tersebut, pihak desa terus mendorong, baik dari segi produksi, kualitas, pengemasan hingga penjualan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. Terlabih dimasa pemulihan ekonomi masyarakat akibat Covid-19 yang melanda beberapa tahun ke belakang.
Salah satunya upaya Pemerintah Desa Puraseda saat ini tengah membangun dua jembatan penghubung yang bersumber dari bantuan infrastruktur Program Samisade untuk mempermudah mobilisasi warga di Kampung Gunung Perang dan Kampung Cisaat yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Sekretaris Desa Puraseda, Asep Ruhiyat mengatakan, mayoritas warganya yang berada di Kampung Gunung Perang merupakan petani gula aren.
“Jadi, disamping mereka bercocok tanam, mengolah tanah atau lahan perkebunan, ada waktu-waktu untuk mengambil air nira untuk dijadikan gula sren,” kata Asep Ruhiyat kepada wartawan, Rabu (30/11/22).
Dia menjelaskan, pohon aren yang mengeluarkan air nira itu kemudian diolah menjadi gula aren. Pengolahan gula aren itu sudah berlangsung sejak lama yang merupakan warisan turun temurun yang masih dipertahankan hingga sekarang. “Jadi, salah satu ikon desa kami yaitu petani gula aren,” katanya.
Dalam satu hari, Asep Ruhiyat, satu orang petani itu bisa memproduksi sekitar 20 kilogram gula aren dalam bentuk batangan.
Selama ini warga menjual hasil pembuatan gula aren itu kepada para pengepul yang datang langsung kepada para petani.
“Insya Allah mudah-mudahan rencana kami di tahun 2023 mendatang bahwa gula aren ini akan dimasukan dalam Program BUMDes,” katanya.
Nantinya, kata Asep Ruhiyat, gula aren yang awalnya di etak berbentuk batangan itu akan kembali di oleh menjadi gula aren berbentuk serbuk dan dikemas dengan kemasan yang menarik.
“Dan kami sudah mencoba itu di RW 12 alhamdulillah dipenuhi pesanan,” ucapnya.
Lebih lanjut, Asep Ruhiyat mengatakan, para petani biasanya menjual hasil pembuatan gula aren kepada pengepul itu per-kilogram.
“Kurang lebih 1 kilogram di harga 18 ribu sedangkan ketika gula aren itu dijadikan gula semut atau gula aren serbuk itu yang 600 mili itu bisa mencapai 20 ribu. Jadi kan ada nilai tambah bagi para petani tersebut,” paparnya.
Untuk itu, Asep Ruhiyat memaparkan, tahun 2023 mendatang pemerintah desa akan menggandeng Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk lebih meningkatkan, baik sisi produksi, pengemasan hingga penjualan untuk meningkatkan pendapatan lebih bagu warga petani tersebut.
“Karena memang melimpah ruahnya pertumbuhan tanaman aren itu di wilayah tersebut. Sifat pohonnya itu dapat bertahan sampai puluhan tahun,” tukasnya.
** Andres