Citeureup | Jurnal Bogor
Puluhan kepala desa yang terkena dampak kesalahan hitung oleh Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bapppenda) Kabupaten Bogor berdiskusi di Desa Gunung Putri untuk mencari solusi terbaik serta menjadwalkan audiensi dengan Komisi 2 DPRD dan Plt Bupati Iwan Setiawan, Sabtu (25/09).
Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kecamatan Citeureup, Wawan Kurniawan ikut turun tangan membantu keluhan 29 kepala desa (Kades) di Kabupaten Bogor, terkait turunnya Bagi Hasil Penerimaan Retribusi Daerah (BHPRD) tahun 2022.
Wawan Kurniawan yang juga menjabat sebagai Kades Tarikolot, Kecamatan Citereup itu menegaskan, meski BHPRD desanya terkoreksi naik, namun mendengar banyak keluhan dari kades lain membuatnya tergugah untuk turun tangan dan mengupayakan agar ditemukan solusi.
“Desa saya kebetulan gak turun, yang pertama sebagai ketua Apdesi Kecamatan Citereup ada teman lain BHPRD-nya terkoreksi turun ditengah jalan. Bahkan sudah masuk kwartal ke-2 dan 3 bulan September, Oktober dan November. Nah ini kan resikonya berat buat teman yang turunnya parah. Bahkan ada yang cair pertama itu malah lebih dan harus dikembalikan ke kas daerah,” tegas Kang WK sapaan akrabnya kepada Jurnal Bogor, Minggu (25/9/22).
Kang WK menambahkan, dengan turunnya bahkan terhutang BHPRD di beberapa desa tersebut bakal menimbulkan masalah. Apalagi banyak kegiatan yang sudah disusun dan disepakati, bahkan anggarannya sudah ditalangin akhirnya kocar kacir. Apalagi terkait yang belum tercover itu insentif itukan parah.
“Bahkan ada yang terhutang, mungkin beberapa bulan kemarin belum terbayar. Ketika terkoreksi habis masa gak dapet insentif. Kalau program sih masih bisa di-cancle, dipending atau dilarikan ketahun depan, tapi kalau insentif riskan,” ujarnya.
Kemudian jelas WK, ada desa yang sudah menalangi dulu untuk insentif atau BHPRD-nya, karena urgen programnya sudah berjalan dan BHPRD belum cair dan akhirnya ada dana talangan dan terkoreksi habis lagi.
“Saya sih berharap ada solusi terbaik dari Pemkab Bogor khsusunya Bappenda,” pintanya.
Konon katanya, Bappenda itu masih menggunakan penghitungan manual untuk BHPRD. Artinya tidak by sistem masih manual. Inputannya ada 11 point, 416 desa dikali 11 pont dan dihitung secara manual sehingga repot juga.
“Kita khawatirnya kalau ternyata Peraturan Bupati (Perbub) Nomor 70 juga isinya belum tepat, tidak menutup kemungkinan ada perubahan lagi. Kalau manual kan jaminannya gimana, sedangkan yang hitungan sekarang saja tidak tepat,” ucapnya.
Dengan kejadian seperti ini, ia meminta dan tantang transparansi dari Bappenda untuk memberikan input jumlah pajak yang masuk di setiap Desa yang ada di Kabupaten Bogor agar Kepala Desa tak lagi jadi korban. Melihat bukan hanya 29 desa yang turun sekarang, tidak menutup kemungkinan dari 416 desa ini ketika dengan Perbup 70 ini ternyata harus dikoreksi lagi.
“Kan bisa jadi desa yang sekarang merasa aman akhirnya jadi korban juga. Atau ditahun yang akan datang, makannya saya walaupun terkoreksi naik ya saya khawatir juga,” ujarnya.
“Kita sih pengen ada transparansi dari Pemerintah Daerah khususnya Bappenda, harus pakai sistem tidak lagi pakai manual,” sambungnya.
Ia juga meminta kepada intansi terkait ikut mencari solusi permasalahan dan kekhawatiran soal BHPRD tersebut. “Ini kan bukan masalah kecil, harusnya semua pihak ikut bagaimana mencari solusi permasalahan ini, termasuk DPRD jangan nunggu kita dateng. Terutama Apdesi Kabupaten jangan nunggu dibawah teriak dulu, yuk kita bergerak dan solideritas. Karena kita yang terkoreksi naik atau tetap juga belum tentu aman,” tandasnya.
** Nay Nur’ain