26.6 C
Bogor
Friday, November 22, 2024

Buy now

spot_img

Orang Tua Murid Kompak Minta Keringanan,  Sumbangan di SMAN 1 Leuwiliang Dinilai Memberatkan

Leuwiliang l Jurnal Bogor

Kondisi ekonomi yang tak kunjung membaik membuat sejumlah orang tua murid SMAN 1 Leuwiliang mengaku keberatan dengan Dana Sumbangan Pendidikan (DSP). Mereka pun meminta keringanan sesuai kemampuannya.

Informasi yang dihimpun, kriteria dana sumbangan pendidikan di Smanel, sebutan SMAN 1 Leuwiliang itu berlaku bukan hanya untuk peserta didik baru, termasuk bagi siswa kelas 11 dan 12 juga dikenakan opsi besaran sumbangan yang sudah ditentukan. Siswa baru kelas 10 sebesar Rp 5000.000, siswa kelas 11 Rp 4.700.000 sdan untuk siswa kelas 12 Rp 4.500.000.

Saat ditemui di sekolah, ketiga orang tua murid kelas 12 yang merupakan warga Desa Cibeber 1 dan warga Desa Leuwiliang, Kecamatan Leuwiliang dihadapan pihak sekolah dengan nada terbata-bata kepada Jurnal Bogor mengaku keberatan terkait adanya uang sumbangan  tersebut.

“Kami  kalau protes nggak, cuman minta keringanan soal uang sumbangan yang dirapatkan kemarin,” kata salah seorang wali murid kelas 12, Jumat (9/9).

“Opsinya kan Rp 3.500.000, Rp 3.750.000 serta Rp 4.000.000. Meskipun masih keberatan, tidak ada pilihan akhirnya kami ambil sumbangan  yang opsi 3.500.000. Untuk itu, tujuan kami ke sekolah untuk meminta keringanan pembayarannya. Seandainya, tetap harus dibayar diangka 3.5000.000 jujur kami keberatan, alasannya kami kurang mampu,” keluhnya.

Dia menjelaskan, bukannya tidak mau bayar, mengingat kondisi keadaan pekerjaan suaminya sebagai buruh tukang cat. Selain dia, ada juga dua orang tua murid yang datang ke sekolah secara bersamaan juga ingin meminta keringanan sumbangan di sekolah tersebut. “Tujuan kami sama untuk meminta keringanan,” paparnya.

Sementara Wakil Kepala Sekolah Smanel Bidang Humas Didah Nurhaidah ketika dikonfirmasi mengatakan, DSP itu dana sumbangan pendidikan. Dari 1.200 murid di SMA N 1 Leuwiliang, sekitar 300 siswa yang tidak ikut membayar sumbangan tersebut yakni dari kategori siswa penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) atau penerima bantuan Kartu Indonesia Pintar (KIP).

Adapun bagi orang tua siswa yang merasa keberatan dengan sumbangan itu, pihaknya persilakan  untuk datang langsung ke sekolah. “Datang langsung, kami juga ada toleransi, sekiranya orang tua murid itu kesanggupannya bayar berapa,” jelasnya.

Diakuinya, belakangan ini memang ada orang tua murid yang meminta keringanan uang sumbangan tersebut. Sumbangan dari wali murid itu kata dia, alokasinya  untuk pendidikan dengan kategori, salah satu untuk mendanai rencana sekolah yang tidak bisa didanai oleh pemerintah.

“Seperti yang paling urgen di sekolah SMAN 1 Leuwiliang ini masih kurangnya fasilitas ruang kelas belajar. Musababnya, ruang Lab komputer dan IPA itu digunakan untuk kegiatan belajar, jadi kami kekurangan 3 atau 4 ruang belajar lagi,” jelasnya.

SMAN 1 Leuwiliang disebut-sebut bakal bakal dapat bantuan Ruang Kelas Baru (RKB) sementara sekolah itu sudah tidak memiliki lahan lagi. “Tetapi kami masih ada ruangan sekolah yang belum didak, sementara pengedakan itukan  tidak didanai oleh pemerintah. Sedangkan pemerintah itu hanya bagian bangunan dinding dan atapnya aja. Jadi sumbangan itu salah satu untuk pembiayaan pengedakan ruang sekolah dengan 4 lantai kebelakang,” kata Didah.

Ketika ditanya apakah pungutan di SMANegeri 1 Leuwiliang  ini sudah berlangsung setiap tahunnya, pihaknya tidak menampik akan hal itu.” Iya kalau disini, pungutan itu masih.” akunya.

Menurutnya, pungutan  dari orang tua murid berberbagai kategori itu sesuai Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 44 dan terkait sumbangan diserahkan ke komite. “Jadi  yang melakukan itu bukan pihak sekolah. Dalam Pergub, sumbangan sekolah itu boleh asal masih direl, dan setiap tingkatan tentu ada relnya. Hal ini juga didukung pihak Disdik, bahwa sumbangan tersebut bukan pihak sekolah, akan tetapi  dari  Komite Sekolah,” ungkap Didah.

Menanggapi pungutan sumbangan sekolah di SMAN 1 Leuwiliang yang dianggap memberatkan orang tua murid, Humas Kantor Cabang Dinas Pendidikan Wilayah I Provinsi Jawa Barat Yanwar membenarkan ada Pergub nomor 44 tentang Komite Sekolah perihal sumbangan sekolah.

Sumbangan berdasarkan rapat  komite kemudian pihak sekolah mengajukan proposal kebutuhan yang belum ter-cover  Rencana Kerja Sekolah (RKS)  oleh BOS atau dari Bantuan Operasional Perencanaan Daerah (BOPD). “Sehingga dibikin kesepakatan, sebenarnya bukan disepakatkan tetapi harus dirapatkan dulu mengenai jumlah sumbanganya. Memang ada jumlah cluster A B C D  bila anak itu tidak mampu, bisa menunjukan surat keterangan tidak mampu, itu boleh,” lanjut Yanwar menambahkan.

Ia memaparkan, Pergub baru yang seminggu turun, disitu ada opsi-opsi  dan poin  tertulis seperti yang mengatur sumbangan sekolah tersebut. “Tinggal kesepakatan orang tuanya, kalau wali murid keberatan dengan sumbangan tersebut tinggal ditolak boleh,” ucap Yanwar.

Meski demikian, dia mengaku masih mengkaji Pergub Nomor 44 yang baru turun tersebut. “Adapun orang tua murid merasa keberatan dengan sumbangan itu boleh menolak. Karena tidak menjadi keharusan,” tandasnya.

** Arip Ekon

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles