Home News Hasrat Pisah Menguat, Muksin Optimis DOB Wilayah Selatan Terwujud

Hasrat Pisah Menguat, Muksin Optimis DOB Wilayah Selatan Terwujud

Megamendung | Jurnal Bogor

Hasrat untuk memisahkan diri dari kabupaten induk dan menjadi Daerah Otonomi Baru (DOB), semakin kuat diinginkan warga selatan Kabupaten Bogor. Itu setelah terjadi untuk kali kedua, Bupati Bogor tersandung kasus hukum melalui operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).



Ketua Umum (Ketum) Aliansi Masyarakat Bogor Selatan (AMBS), Muhamad Muksin menjelaskan, pasca tertangkapnya Bupati Bogor periode 2019-2024 oleh KPK, menjadi penilaian buruk dari warga khususnya yang ada di wilayah selatan.

“Kasus hukum bupati sekarang kan sama dengan yang sebelumnya, tertangkap OTT oleh KPK. Jadi kami merasa sudah tidak percaya lagi dengan Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Bogor. Dan wilayah selatan menjadi DOB, harus terwujud,” tegasnya kepada wartawan.

Selain kasus hukum bupati, lanjut Muksin, adanya informasi terkait akan dicabutnya moratorium DOB tahun 2023 nanti oleh pemerintah, membuatnya optimis keinginan pisah semakin terbuka lebar.

“Informasi pencabutan moratorium itu bagi kami sangat dinantikan. Bila presiden benar akan mencabut moratorium, kemungkinan besar Kabupaten Bogor Selatan dapat terealisasi,” ungkapnya.

Muksin mengatakan, untuk persyaratan menjadi DOB, saat ini sudah dipersiapkan para pengurus yang tergabung didalam AMBS, terutama persoalan legalitas hukum wadah pergerakan.

“Legalitas wadah pergerakan sudah selesai dibuat. Tinggal kami semua melakukan langkah selanjutnya dengan meminta dukungan semua pihak, mulai dari kepala desa, BPD, para tokoh, para wakil rakyat yang ada di daerah pemilihan (Dapil) selatan dan unsur lainnya,” paparnya.

Muksin pun dengan tegas menolak wacana yang digulirkan Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR, terkait pembangunan Jalan Tol Puncak yang membentang dari wilayah Caringin hingga Gunung Mas sepanjang 18 kilometer.

“Jangan sampai setelah terealisasi wilayah selatan menjadi DOB, kondisi lingkungan yang selama ini kita jaga, rusak akibat pembangunan jalan bebas hambatan,” tegasnya.

Muksin mengungkapkan, program strategis nasional memang harus didukung semua pihak, tetapi tidak boleh merugikan masyarakat lokal dan merusak lingkungan hidup.

Untuk mengatasi kemacetan, sambung Muksin, bisa dilakukan dengan cara lain tanpa harus melakukan perusakan lingkungan, seperti membangun underpass di titik-titik kemacetan, mulai dari  simpang Gadog, Pasir Angin, Megamendung, Cipayung dan Cisarua serta memaksimalkan jalur alternatif yang sudah ada.

“Biaya membangun underpass di titik kemacetan, saya rasa tidak berlalu besar jika dibandingkan membangun Jalan Tol. Disisi lain, tegakan aturan terhadap pihak-pihak yang melanggar garis sempadan jalan,” jelas Ketum AMBS tersebut.

Penolakan pembangunan Jalan Tol Puncak, sebelumnya dilontarkan Manajer Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat, Wahyudin Iwang.

Iwang menyebutkan, rencana pembangunan Jalan Tol Puncak yang membentang dari Caringin hingga Gunung Mas, dinilai akan mempercepat kerusakan lingkungan dan memicu terjadinya bencana. Alasannya, karena akan mengalihfungsikan lahan hijau  menjadi jalan raya.

“Wacana pembangunan Tol Puncak sebaiknya tidak diteruskan. Itu hanya akan merusak lingkungan dan memicu terjadinya bencana,” imbuhnya.

Iwang melihat, lahan hijau di sepanjang kawasan hutan, Taman Nasional Gede Pangrango (TNGP) serta HGU yang dikelola PTPN VIII Gunung Mas, selama ini berfungsi sebagai wilayah resapan air dan konservasi alam saat ini serta  kondisinya sudah memprihatinkan.

“Kondisi Kawasan Puncak sudah rusak, jangan lagi dirusak. Apapun dalihnya, tetap saja pembangunan Jalan Tol akan merusak Kawasan Puncak,” tukasnya.

** Dede Suhendar  

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version