Leuwiliang l Jurnal Bogor.
Rupanya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Nasional Padjajaran (Genpar) selain mengadukan ke Indonesia Power pusat, juga bakal bersurat ke Inspektorat Kabupaten Bogor terkait dugaan pelanggaran Jembatan Samisade di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor.
“Ini bentuk keseriusan kami, bahwa dugaan pelanggaran jembatan Samisade yang terletak di kampung Sipon harus ditindaklanjuti,” tegas Ketua Umum LSM Genpar Sambas Alamsyah kepada wartawan, Minggu (10/7).
Tak hanya dilaporkan ke Inspektorat Kabupaten Bogor, dipastikan dugaan tersebut akan membawa permasalahan ini ke Inspektorat Jawa Barat. Pelaporan dilakukan secara berkala.
“Kita buktikan saja, kalau bangunan jembatan itu ada pelanggarannya,” paparnya.
Lebih jauh Sambas menyebut sengkarut program Samisade di Bumi Tegar Beriman, pengalokasiannya dianggap terkesan dipaksakan.
Sehingga terdapat beberapa pembangunan desa yang dinilai tanpa kajian teknis dan berdampak pada buruknya pembangunan.
“Sudah begitu, siapa yang bertanggung jawab, DPMD-kah, apakah Dinas PUPR ? Jelas anggaran Samisade dari APBD Kabupaten Bogor itu nilainya tidak sedikit,” pungkasnya.
Sekedar informasi Genpar menemukan beberapa kejanggalan terkait pembangunan jembatan yang dibiayai melalui alokasi dana bantuan keuangan infrastruktur pada program Samisade senilai Rp 400.646.800 dari APBD Kabupaten Bogor.
Pembangunan insfrastruktur jembatan penghubung dari Kampung Sipon Ilir RT 05RW 09 dengan Kampung Sukamaju RT 01 dan RT 02 yang terbentang di lahan tanah PLTA unit Karacak yang direalisasikan Pemerintah Desa Karacak terdapat dugaan pelanggaran yang dilakukan pihak Saguling Power Operation Generation and Maintenance Servis Unit / Saguling (POMU) PT Indonesia Power Rajamandala Bandung Jawa Barat.
Sambas mempertanyakan izin rekomendasi atau kesepakatan oleh Saguling POMU kepada Pemerintah Desa Karacak untuk pembangunan jembatan tersebut. Jembatan dibangun 3 x 11 meter yang terbentang di obyek vital lahan PLTA Unit Karacak yang dibawahnya terdapat aliran air tertutup dan berfungsi memutarkan turbin dan pemanfaatannya untuk kebutuhan suplai listrik mulai dari area Jawa hingga wilayah Bali.
“Kami menduga jembatan itu kenyataannya tidak sesuai dengan perencanaan analisa dan kajian kontruksi,” papar Sambas seperti yang ditulis dalam surat pengaduan yang ditujukan ke PT Indonesia Power pusat Jakarta Selatan.
Sambas menjabarkan, terhitung jelang 1 tahun kondisi jembatan tersebut kini telah mengalami perubahan fisik. Terlihat adanya kondisi bangunan penyangga jembatan (girder baja penyangga beton) mengalami perubahan dengan kategori melengkung atau melenting.
“Atas temuan tersebut kami mengkhawatirkan dampak negatif potensial yang akan terjadi secara kualitatif dan kuantitatif (ambruk atau roboh) berdampak fatal sehingga menyebabkan terhambatnya suplai aliran listrik,” tuturnya
Termasuk izin penggunaan lahan tanpa disertai adanya pelepasan hak pemutusan hubungan hukum dari pihak yang berhak kepada negara melalui lembaga pertanahan sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 tahun 2012, tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
“Ditambah jembatan itu tidak adanya pengaman di bagian posisi samping jalan dengan keadaan curam. Musababnya dibawah samping kanan terdapat adanya rumah penduduk,” jelasnya.
Maka hal ini, kata dia, terkait pemberian rekomendasi izin yang diberikan oleh Saguling POMU, diduga telah mengabaikan kajian analisa secara geografis.
“Kami anggap kebutuhan warga terhadap manfaat pembangunan jembatan terkesan mubazir karena tidak sesuai peruntukan,” ungkapnya.
**arip ekon