Pemerhati Lingkungan Pertanyakan Kinerja Dinas
Tanjungsari | Jurnal Bogor
Kavling kebun marak di wilayah timur Kabupaten Bogor seperti di Tanjungsari. Kavling kebun ini diduga ilegal dan kerap jadi aji mumpung oleh instansi terkait karena tidak adanya tindakan tegas, baik peneguran ataupun pemberhentian kegiatan penjualan kavling ilegal tersebut.
Pemerhati lingkungan Mamat yang merupakan warga Tanjungsari mengatakan, maraknya kavling kebun di wilayahnya seolah hanya jadi tontonan belaka, karena tidak adanya tindakan apapun, baik dari pemerintah setingkat desa, kecamatan maupun di tingkat Kabupaten Bogor.
“Merajalelanya jual beli kavling kebun ilegal ini sangat keterkaitan dengan pemerintah, kita lihat saja makin hari makin banyak yang membuka usaha kavling kebun dengan menjual lahan 100 sampai dengan 500 meter, dan mereka menawarkan lahan tersebut melalui agensi dan memamerkan di sosial media dan lainnya, sudah terang-terangan tapi cuma jadi tontonan,” papar Mamat kepada Jurnal Bogor di kediamannya, Selasa (05/07/22).
Dia menyebut usaha kavling ilegal seolah direstui oleh Pemerintah Kabupaten Bogor , karena tidak adanya tindakan aksi penertiban dari pemerintah. Bahkan Pemerintah Desa dan Pemerintah Kecamatan masih mengeluarkan surat izin lokasi untuk kavling, meskipun sudah jelas kavling ini tidak ada izinnya karena Pemerintah Kabupaten Bogor belum punya Perda atau Perbup untuk usaha kavling kebun.
“Warga dibodohi dengan dalih izin urusannya Kabupaten, tahan dong dari tingkat desa dan kecamatan jika memang tidak mengizinkan usaha ilegal ini berkembang. Mereka itu orang cerdas yang paham aturan, tapi mereka sendiri yang melanggar dengan berbagai macam cara pembodohan,” paparnya lagi.
Sekarang kata dia, sama-sama lihat, Satpol PP Kabupaten Bogor sebagai penegak Perda bisakah menutup usaha kavling kebun ilegal, sedangkan pihak perusahaan menjual tahan kepada konsumen atas nama perusahaan namun melakukan balik nama surat atas nama pribadi.
“Itu faktanya, jangan tutup mata. Dampak lain yang nantinya akan timbul, bangunan liar, kavling kebun itu bisa saja disulap jadi perumahan, atau tempat tinggal permanen oleh pemiliknya karena memang tidak ada aturan yang mengikat antara penjual dengan pembeli. Pembeli bebas membangun apa saja di atas lahan yang dibelinya,” ujarnya.
Dan terbukti, beberapa lokasi kavling kata dia, sudah dipenuhi bangunan permanen bahkan bersertifikat. Kondisi ini disebutkan permainan bisnis tingkat tinggi usaha illegal karena bisa tampil sertifikat.
“Apa pantas instansi berkata bahwa saya tidak tahu? Atau berkata saya tidak survei?, Atau kita sudah melakukan teguran?. Dan kini, para pengusaha itu diiming – iming oleh Perda yang sedang diusulkan oleh Komisi 1 DPRD Kabupaten Bogor, Propemperda yang belum digodok jadi Perda justeru jadi ajang jualan seolah oknum pengusaha kavling yang seolah – olah usahanya sudah direstui oleh Pemda,” paparnya.
Jadi untuk persoalan kavling ini dia mempertanyakan mengapa ilegal tapi menjamur karena ada keuntungan yang didapat oleh mereka yang punya kuasa. Mengapa usaha ilegal bisa tampil sertifikat dan penegak perda hanya jadi penonton dan sekedar mengetahui, tapi tidak melakukan tindakan apapun.
“Dan siapa yang bertanggung jawab atas maraknya kavling kebun ilegal ini, mulai dari Kepala Desa, Camat, Dinas Perizinan Satu Pintu (DPMPTSP), BPN yang punya produk sertifikat , dan Satpol PP yang cuma nonton kerjaannya. Lihatlah nantinya akan banyak perumahan yang dibangun di kavling kebun tersebut, mungkin Pemda memang lebih suka dirugikan oleh pengusaha,” pungkasnya.
** Nay Nur’ain