Leuwisadeng | Jurnal Inspirasi
Lahan situs sejarah Moseleum Van Motman peninggalan Belanda yang berada di Kampung Pilar, Desa Sibanteng, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor dijual seseorang ke pihak sekolah dengan bukti penjualan sebuah kwitansi.
Pihak sekolah mengaku, pembelian tanah tersebut bukan di zaman kepemimpinannya. “Setahu saya itu pembelian tanah sebelum kepemimpinan saya, kita pun pegang kwitansi pembelian tanah tersebut, sebetulnya kita gak tahu kalo tanah tersebut bermasalah,” ujar Abdurahman, salah satu kepala sekolah di daerah tersebut.
Dia menjelaskan luas tanah yang dibeli pihak sekolah seluas 1000 meter persegi dengan nominal 50 juta yang ditransaksikan pada saat itu, namun pihak sekolah tidak memiliki surat-surat bukti kepemilikan tanah tersebut.
“Yang dibeli pihak sekolah 1000 meter yang kita pagar di depan itu saja, untuk pengaman siswa siswa,” singkatnya.
Menurutnya pembelian tanah tanpa surat-surat seharusnya tidak dipermasalahan, akan tapi jika pemerintah akan membongkar lahan tersebut dipersilahkan asalkan berkomunikasi dengan pihak sekolah.
“Kalau pun diproses seolah-olah kita pun salah kan gak mungkin, oleh karena itu kita pun gak tau, tanah itu bukan saya yang beli, biasanya beli tanah yang tidak sertifikat dimanapun siapapun termasuk negara lah, kalo ada leter C dan lain-lain bisa kok, kan sertifikat digalakan hanya di zaman Jokowi ini,” tungkasnya.
Sementara Kuncen Pilar Situs Moseleum Van Motman Ucu Sumarna (70) yang mengaku generasi ke-5 sebagai kuncen di situs tersebut menjelaskan, situs tersebut dijual belikan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, bahkan surat-surat tanah situs dipegang oleh anak kades terdahulu.
“Luas situs 60×60 namun kini sudah berubah bahkan patok situs sudah dihancurkan dan bahkan ditimbun oleh tanah oleh pihak penjual, karena sebagai tanah dijual belikan oleh anak kades terdahulu,” ujarnya.
Namun pihaknya sudah melaporkan hal tersebut ke Dinas Pariwisata terkait adanya jual beli tanah di kawasan situs ini. Dia meminta agar permasalahan ini segera diselesaikan. “Sudah kita laporkan saat hendak mangajukan pembangunan untuk lokasi situs agar tertata dengan baik, sampai saat ini belum ada respon lagi,” tuturnya.
Sementara Kepala Bidang Aset BPKAD Kabupaten Bogor, WR Pelitawan memastikan kondisi fisik situs Moseleum Van-Motman dan mencari data awal tentang status tanahnya. “Hari ini kita mencari data awal tentang status tanahnya dan hasil awal baru dengan pihak Kades bahwa informasi sementara catatan di desa tidak tercatat sebagai aset desa leter C nya juga belum tertelusuri,” ungkap WR. Pelitawan kepada wartawan disela kunjngannya, Kamis (1/7/2021).
Pelitawan menyampaikan, pihaknya masih akan melakukan pengembangan dan akan berkoordinasi dengan Dibudpar Provinsi Jawa Barat dan pemerintah pusat terkait lahan yang berada di area situs bersejarah tersebut.
“Kita masih akan menelusuri dulu kemudian kami akan koordinasi ke provinsi apakah tercatat di aset provinsi atau mungkin nanti ke pusat apakah juga tercatat di pusat sana,” ucapnya.
Ditempat yang sama Camat Leuwisadeng Rudy Mulyana menuturkan, perlu penelaahan dan investigasi yang menyeluruh, karena menurutnya pemerintah hanya menetapkan Cagar Budaya saja.
“Karena alas haknya kan kita juga belum tahu dan ini yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu yang dimana luas awalnya sekitar 3600 meter setelah kita tahu di plang itu tertera sekitar 600 meter sehingga disitu ada tanah-tanah yang memang mungkin tadi menurut informasi diperjual belikan,” katanya.
Rudy Mulyana mengatakan, bahwa pihak kecamatan, desa dan Pemerintah Daerah dari Kabid Aset turun ke lapangan guna mengecek dan menelusuri status tanah itu. “Tapi kalau memang tidak ada data semuanya, di Pemda juga tidak punya kita akan cari ke BPN apakah ini tanah bebas murni atau enggak, ini celah yang dipergunakan oknum-oknum tertentu untuk menjual, sehingga kita koordinasikan dulu dengan aset Pemda,” tukasnya.
Lebih lanjut Rudy Mulyana mengatakan, jika memang tanah tersebut bebas murni atau tidak sengketa atau tanah negara, diharapkan inisiatif Pemda mengajukan mengenai alas haknya sehingga bisa dikuasai oleh Pemda.
“Di sekitar lokasi juga sudah banyak rumah, Pemda harus menyediakan anggaran tersendiri untuk ganti rugi itu, mudah-mudaha pemda bisa dianggarkan tetapi dengan keadaan Covid-19 ini kita masih terbatas,” pungkasnya.
** Cepi Kurniawan