32.2 C
Bogor
Saturday, May 18, 2024

Buy now

spot_img

‘Silicon Valley’ di Bukit Algoritma Sukabumi Sedot Investasi 18 T

Jakarta | Jurnal Inspirasi

Pemerintah sedang membangun kawasan industri riset dan teknologi 4.0 (ristek) di Sukabumi yang diberi nama Bukit Algoritma. Kawasan ini mirip seperti silicon valley di California, Amerika Serikat. Pembangunan industri ini bakal dijadikan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di atas lahan seluas 888 dengan nilai investasi pembangunan proyek mencapai Rp18 triliun yang dikerjakan BUMN konstruksi, PT Amarta Karya (Persero) atau Amka yang resmi ditunjuk sebagai kontraktor. 

Namun pakar teknologi informatika, Onno W. Purbo menyatakan rencana pemerintah ini merupakan hal yang bagus. Namun, dia mengingatkan tempat tersebut bukan sesuatu yang sangat diperlukan. “Kalau di dunia IT dan kreatif sebetulnya tempat itu enggak critical. Yang penting ada banyak orang pintar dan kreatif, plus punya sambungan internet yang kencang,” ujar Onno, Selasa (13/4).

Onno menuturkan orang pandai dan internet yang kencang merupakan hal yang sangat diperlukan dalam dunia TI. Sehingga, lokasi tidak akan berguna tanpa hal itu. Onno menyampaikan pemerintah juga harus mendukung keberadaan orang pintar dan kreatif, serta internet yang cepat melalui kebijakan. Sebab, regulasi hingga ekosistem berhubungan dengan tempat dan orang yang ada di dunia TI. Lebih lanjut, Onno enggan berkomentar perihal urgensi ‘Silicon Valley’ di Indonesia hingga peleburan Kemenristek. Dia memandang hal itu merupakan hak Presiden Joko Widodo.

Dia hanya mengingatkan pemerintah harus mampu insentif hingga ekosistem agar orang kreatif bisa kerja dengan nyaman dan baik. “Mau berbentuk BRIN, DIKNAS dan lain-lain saya sih gak terlalu peduli,” ujarnya.

Di sisi lain, Onno mengakui Indonesia kekurangan orang yang benar-benar memahami Artificial intelligence (AI), serta membuat AI dari awal. Saat ini, dia bari melihat segelintir perusahaan yang memahami AI seperti Nodeflux hingga Drone Emprit.

“Cuma kita perlu lebih banyak lagi deh kayanya. Kuncinya dosen dan kurikulum di perguruan tinggi harus banyak di upgrade sih. Karena kunci AI adalah orang yang pintar, bukan punya mesin yang canggih,” ujar Onno.

Onno menambahkan pemerintah sebaiknya memperbaiki kualitas sumber daya manusia, regulasi, lokasi, hingga pendidikan sebelum bicara soal big data hingga keamanan siber. Lebih dari itu, dia yakin ‘Silicon Valley’ di Indonesia yang akan diwujudkan dalam bentuk Bukit Algoritma di Sukabumi akan diminati jika didukung dengan regulasi yang jelas dan keberadaan orang pandai.

“Kalau orang pinter tidak ada dan aturan atau ekosistem kurang mendukung, ya susah,” ujarnya.

Sebelumnya Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mencatat, jika Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) ini bisa menarik minat investasi dengan penerapan teknologi 4.0, maka diyakini tidak saja berdampak pada efisiensi, daya saing dan kenaikan output produksi, namun juga terhadap peringkat inovasi Indonesia di level dunia.

“Jika KEK ini beroperasi dan bisa menarik investasi dengan penerapan teknologi 4.0 maka dampaknya bukan hanya pada efisiensi, daya saing dan kenaikan output produksi tapi juga dampak terhadap peringkat inovasi Indonesia di level dunia,” ujar Bhima baru-baru ini. 

Berdasarkan data Global Innovation Index pada 2020, peringkat Indonesia ada di urutan ke-85 dari 131 negara. Komponen infrastruktur menduduki peringkat 80. Kemudian peringkat innovation linkages atau jaringan inovasi antara lembaga penelitian dan perusahaan ada di urutan ke-71. “Dengan adanya KEK industri 4.0 bisa ditingkatkan lagi,” katanya. 

Sementara itu, terkait hak paten para peneliti yang nantinya bergabung dalam tim riset Bukit Algoritma, Bhima menilai, hal itu harus dijamin oleh pemerintah. Dimana, langkah itu ditempuh dengan proses pendaftaran hak paten secara cepat. 

Jika hal itu dilakukan, maka akan menguntungkan para periset dan semakin banyak talent riset Indonesia yang berkembang. “Data juga menyebutkan bahwa jumlah peneliti dibandingkan 1 juta populasi di Indonesia baru 216 orang, termasuk rendah karena kurangnya perlindungan terhadap paten dan insentif yang dibutuhkan. Sebagai perbandingan Malaysia memiliki 2.396 orang peneliti per 1 juta penduduk,” tutur dia. 

Di lain kesempatan, Direktur Utama AMKA Nikolas Agung menyebut, pembangunan proyek pada tahap pertama akan dilakukan selama tiga tahun ke depan, dengan nilai total diperkirakan 1 miliar euro atau setara Rp18 triliun.

Pembangunan ini diyakini mampu meningkatkan kualitas ekonomi 4.0, peningkatan pendidikan dan penciptaan pusat riset dan development untuk menampung ide anak bangsa, serta meningkatkan sektor pariwisata di kawasan setempat.

Selain itu, pengembangan KEK Sukabumi juga diharapkan dapat meningkatkan infrastruktur pertumbuhan tangguh berkelanjutan dan pembangunan SDM berbasis iptek. “Ini merupakan salah satu alat dukung penuh pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional (PEN),” katanya.

** ass

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles