30.1 C
Bogor
Monday, May 19, 2025

Buy now

spot_img

Demokrat Marah

Kubu KLB Sebut Paham Radikal Tumbuh Subur di Era SBY, Moeldoko Diungkap Terlibat Operasi Sajadah

Jakarta | Jurnal Inspirasi

Ditengah publik melontarkan kecaman terhadap terorisme pasca bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar, kubu kongres luar biasa (KLB) Partai Demokrat yang dipimpin Moeldoko menyebut paham radikal tumbuh subur di era pemerintahan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) pun marah dengan tudingan tersebut.

“Pernyataan bahwa kepemimpinan SBY membiarkan radikalisme tumbuh subur di Indonesia. Pernyataannya dapat menyulut kemarahan tidak hanya kader dan simpatisan Partai Demokrat namun juga rakyat Indonesia,” kata Wasekjen Partai Demokrat, Ossy Dermawan, Senin (29/31).

Ossy menegaskan, Partai Demokrat sebagai tempat berlindung kaum radikal adalah  upaya menebarkan fitnah. Justeru kata dia, era pemerintahan SBY tantangan terberat memberangus jaringan teroris Jamaah Islamiyah hingga Al-Qaeda. Menurut Ossy, SBY mampu menumpas jaringan tersebut.

“Perlu saya sampaikan bahwa setiap masa ada tantangannya masing-masing. Sebagai contoh, di era SBY, tantangan terberat saat itu adalah membasmi organisasi teroris Asia dan dunia yang bergerak di Indonesia seperti Jamaah Islamiyah yang berafiliasi dengan organisasi teroris internasional Al-Qaeda. Terbukti pemerintahan SBY mampu menghancurkan sel-sel teroris tersebut dan melumpuhkan serta menangkap aktor-aktor utamanya. Jadi, yang diselesaikan bukan hanya sekedar pembubaran ormas lokal tapi membasmi organisasi teroris Asia dan dunia,” ujarnya.

“SBY dan jajaran pemerintah juga berhasil menjaga keberagaman kehidupan yang majemuk di Tanah Air, baik dari segi agama, suku, dan etnis, dalam bingkai NKRI,” sambung Ossy.

Atas dasar penumpasan jaringan teroris hingga menjaga kemajemukan Tanah Air, Ossy menyebut SBY mendapat penghargaan internasional. Ossy menyebut penghargaan tersebut sebagai wujud pengakuan internasional.

“Itulah mengapa pada tahun 2013, SBY mendapatkan penghargaan sebagai negarawan dunia 2013 (World Statesman Award) dari Appeal of Conscience Foundation (ACF), sebuah organisasi yang mempromosikan perdamaian, demokrasi, toleransi, dan dialog antar kepercayaan yang berbasis di New York, Amerika Serikat. Ini merupakan wujud apresiasi dunia terhadap kerukunan umat beragama di Indonesia semasa era pemerintahan SBY,” sebut Ossy.

Sebelumnya, Partai Demokrat kubu Moeldoko menyatakan, Partai Demokrat kubu AHY menjadi tempat berlindung ormas radikal yang telah dibubarkan pemerintahan Presiden Jokowi. Hal itu diungkapkan oleh Muhammad Rahmad selaku  Juru Bicara Partai Demokrat kubu Moeldoko. Menurutnya, ada ormas radikal yang merasa nyaman dengan Partai Demokrat. Hal itu yang kemudian membuat Moeldoko bersedia menjadi Ketua Umum PD dalam Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara.

“Ketika organisasi-organisasi radikal itu dibubarkan oleh Pemerintahan Presiden Jokowi, kami mendeteksi bahwa mereka mencari tempat berlindung di antaranya ke dalam Partai Demokrat. Setidaknya, kelompok radikal itu merasa nyaman dengan Partai Demokrat. Apalagi jika dikasih ruang untuk masuk ke dalam legislatif, maka itu akan membahayakan masa depan Indonesia,” ujarnya, Senin (29/3).

Lebih lanjut katanya, kelompok itu berkembang pesat dan mendapat tempat di era pemerintahan SBY. Ia menambahkan, efek negatifnya terasa sampai saat ini di mana berkembangnya intoleransi, hoaks dan banyak lainnya. Moeldoko bersedia menjadi nahkoda Partai Demokrat agar masa depan bangsa terhindar dari paham radikal. Rahmad menilai paham radikal tengah mencari tempat berlindung.

“Yang kita lihat adalah fakta sejarah dimana kelompok radikal saat ini berusaha mencari tempat berlindung dan kelihatannya kelompok radikal itu nyaman berada di belakang bayang bayang SBY,” ucapnya.

Sementara politikus Partai Demokrat Rachland Nashidik mengorek track record mantan panglima TNI, Moeldoko yang kini menjabat Kepala Kantor Staf Presiden (KSP). Moeldoko, kata Rachland, dulu Pangdam Siliwangi dan diduga bertanggung jawab atas “Operasi Sajadah” 2011 silam. Pasalnya, tentara di bawahnya dituding mengintimidasi, memaksa dengan kekerasan pengikut Ahmadiyah di Cikeusik berpindah keyakinan.

“Kini Moeldoko mau kuliahi kita kebhinnekaan? Dia bukan jenderal kanan?” kata Rachland Nashidik, Senin (29/3).

Rachland melanjutkan, pada Agustus 2011, kemungkinan besar akibat Operasi Sajadah itu, Moeldoko dicopot dari Pangdam Siliwangi. Artinya, tidak sampai setahun dia memimpin TNI di Jabar.

Baru pada 2013, konon atas jasa Jenderal Pramono Edhie Wibowo, Moeldoko diberi maaf Presiden keenam RI SBY dan diangkat jadi Kepala Staf Angkatan Darat.

“Bisa dimaklumi SBY begitu terpukul. Karir Moeldoko harusnya tamat akibat Operasi Sajadah. Dia dicopot dari Pangdam Siliwangi dan dua tahun di parkir,” kata Aktivis 98′ ini.

“Atas jasa Jenderal Pramono Edhie, SBY memberinya second chance (kesempatan kedua). Mengangkat jenderal tak kenal budi ini jadi KSAD dan Panglima TNI,” pungkasnya.

Moeldoko sebelumnya menyebutkan ada pertarungan ideologis di tubuh partai demokrat menjelang Pemilu 2024. Atas dasar itulah, dia rela memimpin Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut).

“Saya orang yang didaulat untuk memimpin Partai Demokrat. Kekisruhan sudah terjadi, arah demokrasi sudah bergeser di dalam tubuh Partai Demokrat. Terjadi pertarungan ideologis yang kuat menjelang 2024,” katanya, Minggu (28/3).

Pertarungan tersebut, kata Moeldoko sangat terstruktur dan gampang dikenali. Ini menjadi ancaman bagi cita-cita menuju Indonesia Emas 2045. “Jadi ini bukan sekadar menyelamatkan Demokrat, tapi juga menyelamatkan bangsa. Pertarungan ini terstruktur dan gampang dikenal,” kata Moeldoko.

Sementara Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY menepis pernyataan Moeldoko. Dalam keterangan persnya,  Senin (23/3), AHY menyatakan bahwa Moeldoko saat ini mencari pembenaran atas kebohongan yang terus dilakukannya bersama kubu versi kongres luar biasa (KLB) Deli Serdang, Sumatera Utara.

“Kita pikir, setelah lebih dari tiga minggu tidak bersuara, KSP Moeldoko akan mengeluarkan argumen yang bernas, ternyata cuma pernyataan bohong lagi, dan bohong lagi; bahkan seolah menghasut dengan pernyataannya soal pertentangan ideologi,” ujar AHY.

Terlebih, menurut AHY, kebohongan kubu Moeldoko sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Bahkan sejak awal, seluruh kader Demokrat yakin bahwa KSP Moeldoko tidak mempedulikan etika dan nilai-nilai moral yang menjadi pedoman bangsa yang beradab ini.

Apalagi, masih kata AHY, sikap Moeldoko itu justru semakin menunjukkan bahwa nilai-nilai etika keperwiraan dan keprajuritan tidak ditampilkan sebagai seorang purnawirawan TNI.

“Namun kini, para kader Demokrat dan juga masyarakat luas, juga mempertanyakan (mohon maaf) kapasitas KSP Moeldoko; bagaimana mungkin pejabat tinggi negara mengambil keputusan secara serampangan, gegabah, emosional dan jauh dari akal sehat,” pungkasnya.

** ass

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles