Bogor | Jurnal Inspirasi
Kota Bogor menjadi satu-satunya zona merah (risiko tinggi) Covid-19 di Jawa Barat. Padahal, sebelumnya ada delapan daerah berstatus sebagai zona merah. Menanggapi hal itu, Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim mengatakan bahwa ada beberapa indikator dalam status zona Covid-19. Diantaranta Bed Occupancy Ratio (BOR), Fatality Rate, Tingkat Kesembuhan, Positivity Rate dan lain-lain.
“Angka-angka ini mempengaruhi status zona merah Kota Bogor. Yang paling dominan di Bogor antara lain BOR karena 45 persen pasien di RS adalah warga dari luar Kota Bogor,” ujarnya kepada wartawan, Senin (8/2).
Pemkot, kata Dedie, terus berupaya menambah ruang isolasi atau fasilitas penanganan medis untuk gejala ringan. “Salah satunya dengan menambah kapasitas tempat tidur di RS. Yang sudah ada di Kota Bogor dilakukan adalah pembangunan RS Lapangan,” ungkapnya.
Strategi lainnya, kata Dedie, adalah membuat kebijakan ganjil genap untuk mengurangi mobilitas masyarakat. Termasuk pembatasan jam operasional, penutupan jalan, pengendalian kerumunan dan lain sebagainya.
Saat disinggung sampai kapan ganjil genap akan dilaksanakan. Dedie menyatakan bahwa kebijakan itu akan terus dilakukan hingga ada bukti statistik penurunan kasus positif. “Seluruh upaya akan kita lakukan utk menekan laju penularan virus dan memutus rantai penyebaran Covid-19. Asal masyarakat juga mendukung,” katanya.
Sementara itu, Humas Satgas Covid-19 Kota Bogor, Rahmat Hidayat mengatakan bahwa pihaknya akan menerapkan PPKM hingga ke tingkat RW. Apalagi, aturan mengenai zonasi RT sudah diperjelas oleh pusat.
“RW zona kuning kan kasus positifnya lima, zona oranye enam sampai 10, 10 ke atas zona merah. Makanua akan dibuat tim level RW untuk meningkatkan 3T. Mudah-mudahan pekan depan, bisa keluar dari zona merah,” jelasnya.
Rahmat menegaskan, bila kebijakan ganjil genap akan dievamuasi pada pekan depan, bila efektif menurunkan angka positif akan dilanjutkan. “Kami berharap dengan kebijakan ini bisa mengurangi mobilialtas warga, sehingga penularan covid bisa dikendalikan,” katanya.
Saat disinggung mengenai adanya prediksi epidemiolog soal akan adanya lonjakan covid di Kota Bogor pada akhir 2021, yang jumlahnya mencapai 14 ribu kasus. Rahmat menyatakan bahwa Kota Bogor akan berupaya semaksimal mungkin agar itu tidak terjadi. Atas dasar itu, ia berharap pendistribusian vaksin akan lebih cepat.
“Hari ini (kemarin, red) sudah mendekati hampir 10 ribu kasus. Pemkot menargetkan agar vaksinasi bagi 700 ribu warga Kota Bogor selesai pada Juni 2022,” katanya.
Lebih lanjut, kata dia, saat ini klaster keluarga masih menjafi penyumbang terbanyak Covid-19. “Ya tertinggi masih dari klaster keluarga. Awalnya ada anggota keluarga yang terinfeksi dari kantor atau luar kota, akhirnya menularkan ke anggota lain. Ini yang mesti diantisipasi,” tandasnya.
Diketahui berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) pada Senin (8/2) telah terjadi penambahan 175 kasus. Dengan demikian, jumlah keseluruhan sejak Maret 2020 telah mencapai 9.814. Sedangkan untuk kasus aktif mencapai 1.516, bahkan 172 diantaranya meninggal dunia.
Terpisah, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan bahwa Pemkot Bogor saat ini sedang berupaya menekan penyebaran Covid-19. “Karawang yang sebelumnya selalu ada di zona merah sekarang sudah tidak lagi,” ujar Ridwan Kamil saat konferensi pers di Makodam III Siliwangi, Senin (8/2).
Menurut dia, tingkat kedisplinan penggunaan masker di Jabar naik menjadi 85,4 persen. Sedangkan kedisiplinan masyarakat menjaga jarak ketika berada di luar rumah menjadi 83,8 persen. “Tingkat kepatuhan penggunaan masker paling baik ada di Kabupaten Bandung,” katanya.
Ia mengatakan, untuk kepatuhan jaga jarak Kabupaten Bandung pun masih paling baik. Sementara yang kurang patuh dalam menjaga jarak ada di Kabupaten Garut.
Berita baik lainnya, kata Emil, tingkat keterisian tempat tidur untuk pasien Covid-19 di rumah sakit Jabar sekarang tinggal 63 persen. Di mana sebelumnya tingkat keterisian sempat menyentuh angka 80 persen. “Ini menandakan orang yang sakit Covid-19 secara nyata di Jabar itu menurun,” ungkapnya.
Mengenai data Kementerian Kesehatan yang dirilis, ia mengklaimbahwa ada beberapa yang tidak tepat karena masih memakai data lama. RK mencontohkan, beberapa hari kemarin ada rilis di mana penambahan kasus di Jabar per hari mencapai 3.000. Namun, 2.000-an kasus tersebut merupakan data lama yang baru dipublikasikan Kemenkes.
“Kemenkes berjanji bahwa pertengahan Februari perbedaan data ini akan selesai, Sehingga yang dilaporkan adalah benar-benar kasus harian dari laboratorium,” tukasnya.
** Fredy Kristianto