Jakarta | Jurnal Inspirasi
Habib Rizieq dijadikan tersangka oleh penyidik Polda Metro Jaya, Kamis (10/12), dalam kasus dugaan pelanggaran kekarantinaan kesehatan pada kerumunan di acara akad nikah putrinya, Syarifah Najwa Shihab di Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, 14 November 2020. Penetapan ini mendapat respon dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Hukum mesi dijadikan instrumen yang mendidik, bukan sebagai instrumen untuk membidik,” ujar Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas, Kamis (10/12).
MUI menilai banyak pihak yang juga melakukan pelanggaran serupa. MUI menilai polisi harus adil dalam menegakkan keadilan. Apabila ada dua standar yang berbeda, maka hal itu akan mengusik rasa keadilan. “Dan hal itu tentu jelas tidak baik karena akan menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat. Karena akan ada kesan di masyarakat, para penegak hukum dalam penegakan hukum ada tebang pilih, padahal semua orang harus diperlakukan sama di depan hukum,” kata Anwar.
Politikus Gerindra Fadli Zon merasa heran dengan penetapan tersangka kepada Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab atas dugaan pelanggaran kekarantinaan kesehatan pada kerumunan di Petamburan. Fadli pun mempertanyakan keadilan hukum di Indonesia. Sebab, terdapat anggota FPI yang tewas tertembak dan polisi justru menetapkan Habib Rizieq tersangka. “Sudah enam anggota FPI ditembak mati dengan kejam, kini ditetapkan tersangka ‘prokes’, apa ini penegakan hukum di negara hukum? Kapolda ini luar biasa gagahnya, kita lihat seperti apa ujungnya,” tulis Fadli di Twitter akun @fadlizon, Kamis (10/12).
Wakil Ketua Umum FPI Aziz Yanuar menganggap tindakan polisi itu sebagai “kriminalisasi” terhadap Habib Rizieq Shihab. “Kita memang dari awal sudah memperkirakan hal tersebut sebagaimana kita sampaikan bahwa ini ada arah untuk dugaan untuk kriminalisasi dan ketidakadilan terhadap Habib Rizieq Shihab,” kata Aziz Yanuar.
Sebelumnya dosen ilmu pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hajar menilai penindakan pelanggaran protokol kesehatan oleh kepolisian rentan dipermasalahkan. Alasannya, kata dia, PSBB tidak diatur dalam UU Kekarantinaan Kesehatan. “PSBB belum ada dasar undang-undangnya, pelaksanaannya diserahkan kepada daerah. Jadi penegakan hukum terkait protokol kesehatan ini seharusnya ada di pemerintah daerah, salah satunya lewat Satpol PP,” ujarnya.
“Ini sebenarnya pelanggaran administratif, bukan kejahatan. Semestinya pemda yang progresif menegakan aturan itu,” kata Fickar.
Meski begitu, kepolisian mengklaim berwenang menindak orang-orang yang tak menuruti protokol kesehatan. Salah satu ketentuan yang dirujuk kepolisian adalah Instruksi Presiden 6/2020 yang diterbitkan 4 Agustus lalu. Polisi mengacu pada Pasal 93 UU 6/2018 tentang kekarantinaan kesehatan. “Ada Instruksi Presiden agar Polri bersama TNI bekerja sama dengan pemerintah daerah, untuk melakukan patroli, pengawasan, penertiban, serta penegakan hukum terkait pelanggaran protokol kesehatan,” kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Argo Yuwono.
Adapun yang menjadi tersangka, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus menyebutkan ada 6 orang, selain Habib Rizieq Shihab, lima orang lainnya juga dijadikan tersangka, yakni ketua panitia berinisial HU, sekretaris panitia berinisial A, MS selaku penanggung jawab, SL selaku penanggung jawab acara, dan terakhir kepala seksi acara berinisial HI.
Lebih lanjut Yusri Yunus mengatakan, sesuai peraturan, pihaknya akan menggunakan upaya paksa terhadap enam orang tersangka, yaitu berupa pemanggilan atau penangkapan. Status tersangka Rizieq Shihab ini diumumkan setelah Polda Metro Jaya melakukan gelar perkara kasus pengumpulan massa dalam pernikahan putri Rizieq Shihab yang melanggar protokol kesehatan.
Meski demikian, pakar hukum menilai penegakan protokol kesehatan selama pandemi Covid-19 semestinya bersifat administratif dan dilakukan pemerintah daerah. Kalaupun hendak mempersoalkan kegiatan FPI, menurut Pengacara FPI, Aziz Yanuar, harus ada bukti sahih bahwa kegiatan mereka menimbulkan banyak kasus positif Covid-19 baru.
“Apa dasar menyebut pernikahan dan perayaan Maulid itu menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat? Apakah ada rekam medisnya? Belum ada,” ujar Aziz.
“Kalaupun nanti ada, bagaimana protokol kesehatan yang dilanggar pada peristiwa lain? Rapat koordinasi tingkat menteri di Bali, Juni lalu, tidak didenda. Pada ajang marathon di Magelang, penonton tidak jaga jarak. “Saat Gibran Rakabuming mendaftarkan diri jadi calon wali kota Solo, September lalu, dia juga mengumpulkan massa. Kalau Rizieq dikenakan, yang lain juga harus dong. Ini tidak adil,” ujarnya.
**