Bandung | Jurnal Inspirasi
Tindakan aparat kepolisian menutup akses aksi unjuk rasa dituding atas arahan pemerintah. Hal ini diungkapkan penanggung jawab aksi Slamet Priyatno saat aksi dari berbagai elemen buruh dan mahasiswa yang tergabung dalam Forum Rakyat Membatalkan Omnibus Law (Formo) gagal mencapai gerbang Tol Cileunyi, Bandung karena diadang aparat kepolisian dari Polresta Bandung, Selasa (20/10).
“Yang membuat provokasi adalah pemerintah itu sendiri. Kenapa? Kita menutup jalan katanya salah, padahal pemerintah menutup demokrasi kepada rakyatnya tapi tidak disalahkan,” kata Slamet.
Karenanya, dia enggan massa berbuat ricuh karena aparat kepolisian mengadang jalan. Akhirnya unjuk rasa hanya bisa dilakukan dengan orasi di Jalan Raya Bandung-Garut daerah Cileunyi. Perwakilan massa masih berupaya agar diberikan jalan oleh kepolisian. “Kita bersama mahasiswa, tani, pelajar, pemuda, saya mohon kepada peserta aksi kita jangan dipaksakan dulu,” ujar Slamet Priyatno.
“Hari ini kita diadang oleh pihak kepolisian. Tugas polisi melindungi rakyatnya, jangan membuat provokasi, karena musuh kita bukan aparat,” tambahnya. “Karena UU Cipta kerja bukan hanya merugikan elemen petani, pekerja , mahasiswa. Tapi seluruh rakyat yang mengalami dampaknya nanti,” tandasnya.
Dalam aksi ini, massa sempat memblokade jalan selama beberapa jam. Bahkan hingga pukul 13.00 WIB, aksi blokade jalan masih terus berlangsung. Arus lalu lintas dialihkan ke jalur arah Cileunyi-Garut.
Sementara itu, Ketua Persatuan Perjuangan Buruh (PPB) KASBI Sumedang Rismanto mengatakan ribuan buruh dari berbagai serikat berencana berunjuk rasa selama tiga hari berturut-turut. Rismanto menyatakan pihaknya akan melakukan evaluasi terlebih dahulu setelah menggelar aksi pada hari pertama.”Aksinya, akan tetap di sini hingga gerbang Jalan Tol Cileunyi,” ujarnya.
Aksi akan terus dilakukan agar pemerintah pusat mendengar penolakan Omnibus Law dari kaum pekerja. Rismanto berharap pemerintah pusat benar-benar menampung aspirasi para buruh. “Ini supaya didengar. Bahwa benar di daerah bergejolak, hingga akhirnya pemerintah bisa memperhatikan dan mencabut pengesahan UU Cipta Kerja itu,” tegasnya.
Sementara aksi mahasiswa dari berbagai elemen di kawasan Patung Kuda, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (20/10), juga disesalkan. Sekelompok mahasiswa dari BEM Uhamka turut menyampaikan aspirasi. Mereka kecewa kepada pemerintah yang membatasi lokasi menyampaikan pendapat.
“Katanya negara ini negara demokrasi, tapi menyampaikan aspirasi dibatasi kawat berduri,” kata sang orator.
Menurut dia, negara ini sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja. Pasalnya, banyak kebijakan pemerintah yang tidak prorakyat. “Mereka para pejabat dengan mudah memutuskan kebijakan tanpa berpihak kepada rakyatnya,” ujarnya. Sekarang pemerintah seolah cuci tangan tidak mempedulikan nasib rakyat. “Pemerintah cuci tangan di saat sulit seperti ini,” ucapnya.
** ass