Bekasi | Jurnal Inspirasi
Demonstrasi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker) di Kawasan Industri Jababeka, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Rabu (7/10), diwarnai bentrokan. Sebanyak enam mahasiswa Universitas Pelita Bangsa dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi kritis. Rekan korban, Abdul Muhaimin mengatakan, “Alhamdulilah operasinya berjalan lancar, dan sekarang masih dalam pemulihan,” mata Muhaimin, Kamis (8/10).
Muhaimin mengaku, Nasrul mengalami luka di bagian kepala akibat tembakan peluru karet mengenai bagian kepalanya. Sehingga, pihak medis mengambil tindakan operasi.
Sebelumnya pihak kampus menjelaskan, “Enam orang dalam kondisi cukup kritis, satu mahasiswa masih dalam tindakan serius karena terus mengalami pendarahan,” ujar Humas Universitas Pelita Bangsa, Nining Yuningsih, Rabu (7/10).
Enam mahasiswa dilarikan ke dua rumah sakit berbeda karena tingkat kritis yang butuh penanganan berbeda. Tiga mahasiswa dilarikan ke RS Harapan Keluarga dan sisanya ke RS Karya Medika. Nining sekaligus membantah kabar media sosial yang menyebut satu mahasiswa UPB meninggal. Para mahasiswa yang masuk rumah sakit, kata dia, didominasi luka pendarahan pada bagian kepala hingga pelipis. Nining belum dapat mengonfirmasi soal luka akibat peluru karet, meski laporan dari mahasiswa yang ikut demo mengatakan demikian. “Namun kabar mahasiswa kami meninggal dapat kami tegaskan bahwa itu tidak benar,” ujarnya.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua DPC GMNI Kabupaten Bekasi Yogi Trinanda mengabarkan soal bentrokan yang terjadi dengan polisi tersebut. Setidaknya, kata dia, tiga rekannya harus menjalani pengobatan di rumah sakit terdekat. “Tiga [korban]. Dua luka di kepala, satu luka di rahang pipi,” ujar Ketua DPC GMNI Kabupaten Bekasi Yogi Trinanda.
Salah satu dari mahasiswa yang terluka itu adalah rekannya sesama GMNI, seorang dari organ mahasiswa lain, dan satu lagi diketahui tak terlibat organisasi kemahasiswaan. Ia menerangkan tiga mahasiswa tersebut menjalani perawatan medis di rumah sakit, di antarnya dijahit. Salah seorang, kata dia, harus melewati rawat inap.
Ia menerangkan massa mahasiswa yang berasal dari kampus Universitas Pelita Bangsa melakukan aksi penolakan omnibus law ciptaker. Mereka, kata Yogi, bergerak dari kampus menuju kawasan Jababeka sekitar pukul 09.00 WIB. Namun, langkah mereka sempat terhenti karena diadang polisi. Setelah bernegosiasi, sempat ada kesepakatan massa hanya boleh bergerak hingga tengah kawasan Jababeka 1, tak boleh mendekati jalan tol.
Tapi, belum sampai ke titik yang disepakati, massa kembali disekat aparat keamanan. Alhasil, kata dia, mulai terjadi keributan. Pada Rabu malam, kata Yogi, massa mahasiswa sudah selesai melakukan aksi. Namun, ia memastikan, rekan-rekannya sesama mahasiswa tak akan berhenti hari ini saja melakukan aksi penolakan omnibus law cipta kerja.
Menyikapi peristiwa kekerasan terhadap massa mahasiswa di Jababeka tersebut, Ketua Umum DPP GMNI Arjuna menyerukan kepada pihak aparat keamanan agar tak represif mengamankan demonstrasi.
“Pengamanan memang perlu. Tapi tidak perlu berlebihan dan tidak perlu represif. Karena ini penolakan biasa. Masyarakat mengungkapkan pikirannya bagian dari demokrasi, dilindungi undang-undang dasar,” ujar Arjuna dalam keterangannya.
“Di Bekasi, kader kami jadi korban tindakan represif aparat keamanan. Jadi kami sangat menyesalkan aparat yang seharusnya melindungi. Bukan menggebuk agar mahasiswa tidak berdemonstrasi,” imbuhnya. DPP GMNI menurut Arjuna akan menindaklanjuti kasus pemukulan ini dengan melaporkannya ke Komnas HAM.
“Kami akan melaporkan ke Komnas HAM. Karena setiap mengamankan aksi demonstrasi aparat memiliki protap. Tidak bisa sembarang pukul,” pungkas dia.
** ass