Jakarta | Jurnal Inspirasi
Metode pelaksanaan pelatihan Kartu Prakerja berpotensi fiktif, tidak efektif dan merugikan keuangan negara. Ini merupakan hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas pelaksanaan Kartu Prakerja pada penerimaan peserta gelombang I hingga III. Hasil kajian ini sudah disampaikan kepada Menteri Koordinator Perekonomian pada 2 Juni 2020 dalam keterangannya, Jumat (19/6)
Dalam kajian KPK ada beberapa fakta lapangan yang berpotensi fiktif, tidak efektif dan merugikan negara. Pertama, hanya 55% dari konten yang layak sebagai pelatihan, dapat dilakukan secara online. Sisanya harus dilakukan secara offline dan kombinasi, menurut riset Himpunan Lembaga Latihan Seluruh Indonesia (HILLSI) tahun 2020.
Kedua, ditemukan adanya lembaga pelatihan yang sudah menerbitkan sertifikat meskipun peserta belum menyelesaikan keseluruhan paket pelatihan yang telah dipilih. Peserta sudah mendapatkan insentif meskipun belum menyelesaikan seluruh pelatihan yang sudah dibeli, sehingga negara tetap membayar pelatihan yang tidak diikuti oleh peserta.
Untuk menghindari masalah ini penyelenggara Kartu Prakerja, KPK memberikan tiga saran untuk memperbaiki sistem pelaksanaan pelatihan, yakni, melakukan pelatihan online secara interaktif, melakukan pelatihan sesuai dengan jenis kompetensi dan menjamin terlaksananya sistem pelatihan dan pembayaran insentif sesuai dengan Permenko Nomor 3 Tahun 2020.
ASS |*