Bandung | Jurnal Inspirasi
Pemerintah Provinsi Jawa Barat memutuskan belum dapat membuka aktivitas sekolah, meskipun wabah virus Corona atau Covid-19 di Jabar mulai melandai dengan angka penularan atau reproduksi di bawah 1. Gubernur Ridwan Kamil mengatakan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim berencana membuka kembali sekolah di zona hijau.
Namun di Jawa Barat belum ada satu pun daerah dari 27 kota dan kabupaten yang berstatus zona hijau. Karena itu, sekolah di Jabar belum ada yang dibuka. “Pak Nadiem Makarim (Mendikbud) sudah mengumumkan kalau sekolah boleh dibuka di zona hijau. Nah perhari ini (Selasa 16/6/2020), 27 kota dan kabupaten di Jabar belum ada (zona hijau),” kata Kang Emil ini seusai rapat koordinasi Covid-19 di Mapolda Jabar, Selasa (16/6).
Kang Emil mengemukakan saat ini, baru 17 Kabupaten/Kota yang masuk kategori zona biru. “Saya berdoa mudah-mudahan dalam evaluasi dua mingguan, kita (Provinsi Jabar) naik ke hijau dari 17 yang sudah biru. Nah kami juga akan memberikan rapor kepada gugus tugas (pusat),” ujar Kang Emil.
Pembukaan sekolah di Jabar, tutur Gubernur, kebijakannya harus berbasis kesiapan kota/kabupaten berdasarkan zona tadi. Sebab, hal ini berpengaruh terhadap kurikulum belajar siswa. “Kalau sekolah kebijakannya harus satu kota dan kabupaten karena dalam satu kota dan kabupaten kurikulumnya sama dan fasilitasnya sama. Jadi kalau ada satu sekolah yang buka di kecamatan lain enggak, itu nanti akan terjadi kejomplangan (ketimpangan) kualitas pendidikan,” tutur Gubernur.
Kang Emil mengungkapkan, sektor pendidikan di Jabar yang diperbolehkan saat ini, baru pesantren. Sebab, karakteristik pesantren dan sekolah umum berbeda. “Kok pesantren bisa? Kalau pesantren itu rata-rata dimiliki oleh pribadi. Kurikulumnya juga tidak sama. Ya, dalam satu kecamatan ada yang tema kurikulumnya A. Kemudian pesantren lainnya kurikulum B. Maka, kalau yang satu duluan dan yang lain belakangan, nggak ada masalah,” ungkap Kang Emil.
Sementara, kata mantan Wali Kota Bandung ini, sekolah umum, seperti SD, SMP dan SMA itu gerakannya harus satu irama karena dimiliki oleh negara dan kurikulumnya diatur oleh negara. “Sehingga, kalau ada yang bertanya kenapa pesantren boleh, karena tadi, kurikulum beda, start dan finis beda, maka boleh dibuka duluan dengan catatan kesehatan di zona hijau dan biru dan protokol kesehatan,” kata dia.
Sebelumnya diberitakan, Mendikbud Nadiem Makarim mengatakan jadwal tahun ajaran 2020/2021 tidak akan berubah, yaitu akan dimulai pada Juli mendatang. Nadiem mengatakan, pola pembelajaran pendidikan anak usia dini, dasar dan menengah, yaitu peserta didik yang berada di zona kuning, oranye dan merah, tetap melakukan pembelajaran dari rumah.
Nadiem mengatakan ada 94 persen peserta didik yang berada di zona kuning, oranye ,dan merah. Sedangkan sisanya 6 persen peserta didik yang berada di zona hijau diperkenankan untuk melakukan pembelajaran tatap muka.
“Sebesar 94 persen dari peserta didik kita tidak diperkenankan melakukan pembelajaran tatap muka jadi masih belajar dari rumah. Yang 6 persen yang di zona hijau itulah yang kami memperbolehkan pemerintah daerah untuk melakukan pembelajaran tatap muka tetapi dengan protokol yang sangat ketat,” ujar Nadiem dalam konferensi pers yang disiarkan di akun YouTube Kemendikbud, Senin (15/6).
“Jadi saya ulangi lagi bahwa untuk saat ini karena hanya 6 persen dari populasi peserta didik kita yang di zona hijau merekalah yang kita berikan persilakan untuk pemerintah daerah mengambil keputusan melakukan sekolah dengan tatap muka, sisanya 94 persen tidak diperkenankan, dilarang, karena mereka masih ada risiko penyebaran COVID,” tandas dia.
Asep Saepudin Sayyev |*