Jakarta | Jurnal Inspirasi
Penyebaran virus Corona (Covid-19) telah mengganggu perekonomian Tanah Air. Pemerintah pun melarang perusahaan pembiayaan atau leasing untuk menggunakan jasa penagihan melalui debt collector untuk sementara waktu.
Kondisi sulit masyarakat sekarang ini pun direspon Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Dia menjelaskan kebijakan telah disepakati oleh pihaknya bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Industri pembiayaan dinilai perlu mendapatkan kelonggaran untuk menjaga kinerja di tengah gejolak akibat penyebaran virus Corona.
Menurut Airlangga, kebijakan tersebut berawal dari usulan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, agar terdapat relaksasi kebijakan leasing motor untuk pengemudi ojek online. Usulan tersebut dibahas bersama OJK dan berbuah keputusan relaksasi.
Relaksasi dari pemerintah tersebut berupa pelonggaran perhitungan kolektabilitas kredit motor untuk periode satu tahun dan adanya larangan sementara bagi perusahaan pembiayaan untuk menagih melalui jasa debt collector.
“Terutama di sini agar perusahaan leasing tidak menggunakan jasa penagihan atau debt collector yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat, terutama untuk [ojek] online,” ujar Airlangga melalui teleconference di Istana Kepresidenan, Jakarta pada Jumat (20/3).
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan bahwa kebijakan tersebut diambil sebagai upaya pemerintah untuk menjaga keleluasaan ruang gerak sektor riil. Hal itu dinilai penting dilakukan di tengah tekanan dunia usaha akibat penyebaran virus corona.
Wimboh menjabarkan bahwa OJK akan memberikan relaksasi bagi industri pembiayaan dalam perhitungan NPF dengan hanya mengacu kepada satu pilar, yakni ketepatan pembayaran. Terdapat dua pilar lainnya yang akan diabaikan sementara, yakni prospek usaha dan kondisi debitur.
“Prospek usaha dan kondisi debitur kami abaikan sementara, kami perhitungkan selama satu tahun. Sehingga nanti hanya ketepatan pembayaran saja [yang diperhitungkan],” ujar Wimboh.
Selain itu, Asosiasi Perusahaan Pembayaran Indonesia (APPI) menjelaskan kebijakan pemerintah dan OJK untuk melarang sementara penagihan melalui debt collector untuk mendorong percepatan pembayaran dan menekan kredit macet. Ketua Umum APPI Suwandi Wiratno menyatakan, walaupun ada kebijakan tersebut, bukan berarti perusahaan pembiayaan tidak akan melakukan penagihan.
Dia menjabarkan bahwa kebijakan menyetop penagihan melalui debt collector akan diiringi oleh upaya perusahaan pembiayaan untuk mengajak debiturnya proaktif menyampaikan kondisi finansial dan kemampuannya dalam membayar cicilan. Hal tersebut menjadi penting karena penyebaran virus Corona berpotensi menekan aktivitas ekonomi debitur.
Suwandi menjelaskan jika terdapat nasabah yang menghadapi kendala akibat virus corona sehingga berpotensi mengganggu pembayaran cicilan, maka perusahaan pembiayaan dapat membantu nasabah tersebut melalui percepatan pembayaran ataupun restrukturisasi.
“Tentu yang kami inginkan semua debitur proaktif datang [menjelaskan kondisinya saat ini], karena nanti dikhawatirkan banyak debitur yang cidera janji. Dengan komunikasi itu, kami harapkan jangan sampai tenaga penagih yang turun, kami memberikan kelonggaran,” ujar Suwandi.
Dia menjelaskan bahwa kreditur perlu menyikapi kondisi saat ini dengan bijaksana. Suwandi menjelaskan bahwa penyebaran virus Corona merupakan kejadian luar biasa yang akan memengaruhi perekonomian di banyak lini, termasuk bagi para debitur perusahaan pembiayaan.
“Debitur ini agar ditanyakan dulu kondisinya, kalau penghasilannya terganggu [akibat dampak penyebaran virus corona] percepatan pembayaran dulu. Misalnya dia punya tabungan, sanggup bayar bunga dulu, bantu dulu, nanti bisa diperpanjang tenornya setelah kondisi membaik,” ujarnya.
Menurut Suwandi, langkah tersebut akan memberikan manfaat bagi kedua pihak. Debitur akan tetap bisa melanjutkan pembiayaannya dan perusahaan pembiayaan dapat menekan non-performing financing.
Asep Saepudin Sayyev |*