Cijeruk | Jurnal Bogor
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dikabarkan merespons pengaduan masyarakat yang mendesak agar Kantor Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Bogor diaudit.
Sebelumnya, Kantor Hukum Sembilan Bintang and Partners telah melayangkan tiga kali surat pengaduan kepada BPK RI. Surat dikirim periode September sampai Oktober 2023. Pada 27 November 2023, Kantor Hukum Sembilan Bintang and Partners baru mendapatkan balasan.
“Intinya, isi surat dari BPK menyatakan akan menindaklanjuti pengaduan kami terkait kondisi tanah telantar bersertifikat SHGB di kawasan Gunung Salak, Desa Cijeruk, Kabupaten Bogor, serta ribuan hektare tanah-tanah telantar lainnya yang selama ini didiamkan oleh BPN,” kata Direktur Eksekutif Kantor Hukum Sembilan Bintang and Partners, Anggi Triana Ismail, Rabu (6/12/2023).
Disebutkannya, BPK dalam suratnya juga menyatakan bahwa pengaduan tersebut telah disampaikan kepada unit kerja terkait di BPK untuk menjadi bahan masukan dalam merencanakan tugas pemeriksaan dan dilakukan penelaahan.
Anggi mengatakan, pihaknya tengah menyoroti kinerja BPN Kabupaten Bogor karena mendiamkan ribuan hektare tanah telantar yang dikuasai oleh pihak swasta selama puluhan tahun sehingga merugikan masyarakat penggarap dan lingkungan.
“Contohnya di Kampung Kawung Luwuk, Desa Cijeruk, Kabupaten Bogor. PT BSS mengklaim punya SHGB Nomor 6 sejak tahun 1997. Tapi sampai 2023 tidak menggarapnya atau mendirikan bangunan di sana. Otomatis masyarakat masuk memanfaatkannya untuk bercocok tanam. Ini pun sesuai prosedur over alih garapan. Tiba-tiba sekarang BSS masuk mengusir penggarap dan melakukan aktivitas perataan tanah menggunakan alat berat yang merusak alam. Sedangkan BPN diam,” ungkapnya.
Pada sisi lain, sambung Anggi, Presiden RI dalam pidato kepresidenannya di akhir tahun 2022 pernah menegaskan bahwa pemerintah akan mencabut seluruh izin-izin HGU, HGB, HPL, dan seterusnya yang tidak dijaga dan dirawat dengan baik oleh pemegang haknya.
“Dengan diamnya BPN tak melakukan tindakan terhadap tanah-tanah telantar patut dipertanyakan dan diaudit karena BPN telah diberikan anggaran untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Dan soal tanah telantar ini merupakan amanat Undang-Undang,” tegas Anggi.
Anggi pun berharap agar BPK dapat fokus memeriksa anggaran di tubuh Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor dalam melaksanakan tugas serta fungsinya dalam hal penetapan tanah-tanah terlantar di wilayah hukum Kabupaten Bogor.
“Ada anggarannya tetapi tak pernah diekspos kepada khalayak umum persoalan penetapan tanah-tanah telantar di Kabupaten Bogor, ada apa ini? Jika terdapat temuan penyelewengan anggaran, kami akan menindak lanjutinya ke KPK,” tukasnya.
** Dede Suhendar