>> Warga Berusia Dibawah 45 Tahun Bebas Beraktivitas
Bogor | Jurnal Bogor
Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor kembali mengajukan perpanjangan masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahap ketiga melalui Gubernur Jawa Barat. Rencananya kebijakan itu akan berlaku hingga 26 Mei atau setelah Idul Fitri. Pemkot Bogor juga akan lebih intens melakukan swab test dan rapid test serta lebih tegas dalam memberikan tindakan bagi warga yang masih melanggar.
“Kami sudah mengevaluasi PSBB tahap kedua yang sudah berjalan selama 2 minggu terakhir, dalam waktu dekat PSBB tahap 2 berakhir. Jadi, berdasarkan data yang disuguhkan pakar epidemiologi, Dinkes, Dishub dan Forkopimda kita sepakat secara resmi mengajukan kepada Gubernur Jawa Barat untuk PSBB tahap ketiga selama 14 hari kedepan,” ujar Walikota Bogor, Bima Arya usai rapat evaluasi PSBB tahap kedua di Balaikota Bogor, Senin (11/5).
Bima mengatakan, berdasarkan hasil evaluasi PSBB tahap dua, data menunjukan tren penyebaran Covid-19 di Kota Bogor cenderung melandai yang dilihat dari jumlah penambahan pasien positif dan jumlah pasien positif sembuh pun menunjukkan angka yang baik. “Kami juga sepakat trennya yang landai itu harus diiringi langkah-langkah ketat agar ada percepatan penanganan Covid-19 di Kota Bogor. Kedepan akan ada momentum Idul Fitri yang tentunya harus diantisipasi dengan langkah-langkah yang lebih ketat,” jelasnya.
Bima menegaskan, bila pemkot akan gencar melaksanakan swab dan rapid. Sebab langkah ini diperlukan dan menjadi tolok ukur keberhasilan penanganan PSBB. “Setiap hari rata-rata 30-50 test yang dikirim ke Jakarta, kita akan tambah lagi, seperti di pasar, stasiun dan minggu ini akan ada di pasar. Jadi akan terus intens kita lakukan Swab Test dan Rapid Test ini,” tegasnya.
Pemkot Bogor juga akan merumuskan beberapa hal yang lebih detail dan teknis mengenai sanksi sesuai kewenangan Pemkot dan juga terkait pengaturan yang lebih ketat bagi penumpang KRL dari Bogor ke Jakarta atau sebaliknya.
“Saat ini PT KAI sudah menambah jam operasional dari pukul 04.00 WIB agar tidak terjadi penumpukan, ada juga antisipasi layanan bus dari BPTJ. Kita akan sosialisasikan dulu mengenai kewajiban penggunaan surat keterangan bekerja di sektor yang dikecualikan berdasarkan aturan PSBB,” kata Bima.
Bima juga mengaku menerima masukan dari berbagai pihak, terutama masukan dari DPRD Kota Bogor bahwa langkah tegas PSBB ini harus dimbangi dengan perhatian untuk memastikan bantuan sosial ke warga sampai dan tepat sasaran. “Warga bisa memonitor melalui aplikasi SALUR (Sistem Kolaborasi dan Solidaritas untuk Rakyat)salur.kotabogor.go.id. apakah sudah masuk data atau belum sebagai penerima bantuan. Bagi yang tidak masuk kita akan luncurkan program Keluarga Asuh melibatkan banyak pihak untuk membantu warga yang membutuhkan dalam skala yang betul betul darurat,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Satgas Covid-19 DPRD Kota Bogor, Akhmad Saeful Bakhri (ASB) mengatakan bahwa penerapa PSBB di Kota Bogor menjadi kontradiktif lantaran pemerintah pusat melalui Gugus Tugas Covid-19 memberi kesempatan bagi warga berusia di bawah 45 tahun untuk beraktivitas meski pandemi virus corona masih terjadi. “Pusat berdalih hal itu dilakukan agar kelompok usia itu tak kehilangan pekerjaan. Dengan demikian, PSBB akan semakin tidak maksimal,” katanya.
Selain itu, kata ASB, keberadaan check point pun hanya efektif pada jam-jam tertentu saja, sehingga membuka celah bagi warga yang tak dikecualikan untuk beraktivitas di luar rumah. “Dapur umum juga sasarannya tidak jelas,” katanya.
Tak hanya itu keberadaan RW Siaga Corona juga dinilai tak berfungsi dengan baik. Hal itu terbukti dari amburadulnya data warga terdampak Covid-19 ke Dinas Sosial (Dinsos). “Penyaluran Jaring Pengaman Sosial (JPS) juga jauh dari kata maksimal,” tegasnya.
ASB juga menilai bahwa regulasi yang diterapkan dalam PSBB juga tergolong lembek lantaran warga masih kerap berkerumun di pasar hingga fasilitas umum lain seperti stasiun kereta. “Ini karena tidak ada sanksi tegas. Misal, toko yang tak dikecualikan tetap membandel buka, langsung tindak. Ini karena kurang tegas, mereka (pedagang) jadi main kucing-kucingan,” ucapnya.
Alangkah baiknya, kata ASB, apabila Pemkot Bogor menerapkan karantina komunal berbasis RT dan RW seperti yang dilakukan di Kabupaten Purwakarta sebagai pengganti PSBB. “Saya kira hal itu akan lebih mudah diimplementasikan di Kota Bogor lantaran sudab adanya RW Siaga Corona. Tinggal anggaran PSBB dialihkan kesana,” ucapnya.
Dalam kesempatan berbeda, Ketua Komisi IV Ence Setiawan juga menilai bahwa semakin hari situasi di masyarakat semakin tidak menentu lantaran tidak jelasnya bantuan dari pemerintah terhadap warga terdampak Covid-19. “Penyaluran bantuan tidak serentak. Kemudian ada tumpang tindih, sementara perusahaan dan toko banyak ditutup. Situasi demikian membuat masyarakat bawah makin menjerit,” katanya.
Semestinya, kata Ence, apabila pemerintah menerapkan PSBB alangkah baiknya dilakukan berbarengan dengan pemberian bantuan serta sanksi tegas bagi para pelanggar. Kendati demikian, hukuman tegas mesti diberlakukan dengan diiringi bantuan JPS yang serentak dan tepat sasaran. “Kalau kondisinya demikian, saya rasa PSB efektif. Tapi bila pemerintah belum dapat memperbaiki, saya rasa mending distop saja PSBB, ganti dengan cara lain,” katanya.
Ence juga menyoroti terkait aturan bagi pengendara roda empat yang wajib mengosongkan kursi depan sebelah kiri kendati di dalam mobil tersebut dihuni oleh keluarga. “Contoh ada suami istri di mobil yang sama. Bila suaminya mengemudi si istri mesti duduk di belakang. Sedangkan di rumah, merema tidur satu ranjang,” katanya.
Warga Berusia Dibawah 45 Tahun Bebas Beraktivitas
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan bahwa warga yang berusia 45 tahun kebawah diperbolehkan beraktivitas. Hal ini dilakukan agar kelompok tersebut tak kehilangan mata pencarian. “Kelompok ini kita beri ruang untuk beraktivitas lebih banyak lagi sehingga potensi terpapar PHK bisa kita kurangi lagi,” kata Doni seperti dilansir Kompas.com.
Menurutnya, warga yang berusia 45 tahun ke bawah tak termasuk dalam kelompok rentan. Dari total warga yang terpapar Covid-19, tingkat kematian kelompok ini hanya 15 persen.
Bahkan, sambung dia, kerap kali kelompok ini tak memiliki gejala saat sudah terpapar virus corona. “Kelompok muda di bawah 45 tahun mereka secara fisik sehat, punya mobilitas tinggi, dan kalau terpapar, mereka belum tentu sakit karena tak ada gejala,” tegasnya.
Ia menyebut bahwa kematian tertinggi datang dari kelompok usia 65 tahun ke atas, yakni mencapai 45 persen. Kemudian, 40 persen lainnya datang dari kelompok usia 46-59 tahun yang memiliki penyakit bawaan, seperti hipertensi, diabetes, paru, dan jantung. “Kalau kita bisa melindungi dua kelompok rentan ini, artinya kita mampu melindungi warga negara kita 85 persen,” paparnya. Atas dasar itu, Doni mengimbau kelompok rentan ini agar tetap di rumah dan menjaga jarak dari orang lain.
Sementara kelompok non-rentan atau di bawah usia 45 tahun diberi ruang untuk beraktivitas lebih banyak lagi. Namun, mereka tetap harus memperhatikan protokol pencegahan Covid-19 saat beraktivitas, seperti menjaga jarak, menghindari kerumunan, menggunakan masker, dan sering mencuci tangan dengan sabun. “Jadi hal ini ntuk menjaga keseimbangan agar masyarakat tak terpapar virus dan juga tak terpapar PHK,” tandasnya.
n Fredy Kristianto