24.6 C
Bogor
Wednesday, March 12, 2025

Buy now

spot_img

PPDB = Daftar Online vs Siswa Titipan

JURNALINSPIRASI.CO.ID – Bukan lagi menjadi rahasia umum, di setiap memasuki tahun ajaran baru atau yang dikenal dengan istilah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), sering dijadikan ajang titip menitip terutama untuk sekolah negeri yang menjadi incaran banyak masyarakat.

Berkaca dari tahun-tahun sebelumnya, korban PPDB selalu ada. Keinginan orang tua untuk mendaftarkan anaknya di sekolah negeri masih sangat tinggi, bukan hanya ada keringanan soal biaya saja, melainkan sekolah negeri memang selalu menjadi sekolah primadona para orang tua. Tak jarang, ada sebagian dari mereka yang rela merogoh kocek dalam agar anaknya diterima dan lolos di sekolah tersebut.

Kasus terbesar yang terjadi di wilayah Bogor Timur, ialah terjadi pada SMAN 2 Cileungsi, dimana pada PPDB Tahun 2021 sang kepala sekolah harus berurusan dengan hukum dan berdampak kepada pemutasiannya menjadi kepala sekolah karena nekatd meminta sumbangan mencapai tembus di angka 10 juta per siswa, dengan dalih animo masyarakat yang tinggi dan sudah atas persetujuan Muspika setempat.

Untuk apa uangnya?. Saat itu panitia PPDB dengan PD-nya mengatakan uang tersebut akan dibangunkan ruang kelas baru karena membludaknya siswa. Padahal, semua kebutuhan untuk sekolah negeri sudah menjadi prioritas pemerintah, bahkan setingkat SMA, mendapatkan dana BOS dari pemerintah pusat dan provinsi.

Alhasil, kericuhan yang timbul akibat kesewenang-wenangan dalam mengambil aturan, berdampak pada jabatan kepala sekolah SMAN 2 Cileungsi saat itu. Begitupun yang dialami oleh Pasutri asal Klapanunggal, yang juga ditipu oleh oknum LSM sebanyak 6 juta rupiah, agar anaknya bisa masuk ke sekolah SMPN 1 Klapanunggal. Sampai saat ini, oknum tersebut lari dan masih menyisakan hutang kepada orang tua siswa miskin tersebut sebanyak Rp2 juta. Bukan hanya itu saja mirisnya, kelakuan oknum LSM tersebut diketahui oleh salah satu anggota DPRD Kabupaten Bogor.

Berkaca pada dua persoalan tersebut, siapakah yang harus disalahkan, sistemnya atau pelaku-pelaku penitipan siswa dan oknum tenaga pendidik yang ikut andil di dalamnya. Karena dari setiap kejadian PPDB, pasti ada yang dikorbankan dan ada yang menikmati hasil pendaftaran.

Hal tersebut kita bisa melihat, pelaku penitipan siswa bukanlah orang yang tidak paham aturan, melainkan mereka yang berperan dan punya jabatan yang hanya bisa membawa siswa titipan. Jadi tidak heran, jika ada istilah penikmat uang pelicin ialah si pemilik kebijakan. Sehingga ada istilah aturan hanyalah aturan, yang menentukan tetaplah si pemilik kebijakan.

Di sisi lain, pihak sekolah juga kewalahan dengan membludaknya siswa titipan. Kondisi ini semakin menggambarkan semakin kusutnya PPDB karena telah diperparah dengan adanya ‘kolaborasi bersama titipan’ dari oknum-oknum dari Dinas Pendidikan, DPRD, kejaksaan, TNI-Polri, ormas dan LSM, termasuk oknum wartawan itu sendiri.

Esensi dari nilai-nilai pendidikan seperti kejujuran tak berdaya menahan gempuran yang punya kuasa, punya jabatan, dan punya pengaruh untuk mengubah sistem sehingga yang terjadi siswa titipan tetaplah ada menjadi komoditi seksi yang permisif dengan catatan, wani piro?.

Pemicu acak-acakannya PPDB juga karena sistem zonasi tak diikuti dengan penyiapan sarana pendidikan yang memadai. Pemerintah seolah memaksakan dan tak siap. Begitu banyak sekolah SD negeri, namun hanya ada beberapa sekolah SMP negeri. Begitu juga dengan SMA. Bagi orangtua yang tinggalnya jauh dari zonasi, akan berupaya menitip atau gigit jari karena PPDB masih tak cukup adil.

Penulis:
Nay Nur’ain
(Wartawan Jurnal Bogor Biro Bogor Timur)

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles