Leuwiliang l Jurnal Bogor
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Nasional Padjajaran (Genpar) mengadukan kondisi jembatan yang dibangun di lahan milik perusahaan PLTA dibawah PT Indonesia Power Unit Karacak yang terletak di Kampung Sipon, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pengaduan ditujukan langsung ke PT Indonesia Power pusat di jalan Jenderal Gatot Subroto Kavling 24-25, Centennial Tower Lantai 8, Jakarta Selatan.
Ketua Umum Genpar Sambas Alamsyah mengatakan, pelaporan sesuai Undang Undang Nomor 14 tahun 2008, tentang informasi publik dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2018, tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat untuk pemberian penghargaan guna pencegahan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sambas menjelaskan, adanya temuan dan beberapa kejanggalan terkait pembangunan jembatan yang dibiayai melalui alokasi dana bantuan keuangan infrastruktur pada program Samisade senilai Rp 400.646.800 dari APBD Kabupaten Bogor.
Pembangunan insfrastruktur jembatan penghubung dari Kampung Sipon Ilir RT 05RW 09 dengan Kampung Sukamaju RT 01 dan RT 02 yang terbentang di lahan tanah PLTA unit Karacak yang direalisasikan Pemerintah Desa Karacak terdapat dugaan pelanggaran yang dilakukan pihak Saguling Power Operation Generation and Maintenance Servis Unit / Saguling (POMU) PT Indonesia Power Rajamandala Bandung Jawa Barat.
Sambas mempertanyakan izin rekomendasi atau kesepakatan oleh Saguling POMU kepada pemerintahan Desa Karacak untuk pembangunan jembatan tersebut. Jembatan dibangun 3 x 11 meter yang terbentang di obyek vital lahan PLTA Unit Karacak yang dibawahnya terdapat aliran air tertutup dan berfungsi memutarkan turbin dan pemanfaatannya untuk kebutuhan suplai listrik mulai dari area Jawa hingga wilayah Bali.
“Kami menduga jembatan itu kenyataannya tidak sesuai dengan perencanaan analisa dan kajian kontruksi,” papar Sambas seperti yang ditulis dalam surat pengaduan yang ditujukan ke PT Indonesia Power pusat Jakarta Selatan.
Sambas menjabarkan, terhitung jelang 1 tahun kondisi jembatan tersebut kini telah mengalami perubahan fisik. Terlihat adanya kondisi bangunan penyangga jembatan (girder baja penyangga beton) mengalami perubahan dengan kategori melengkung atau melenting.
“Atas temuan tersebut kami menghawatirkan dampak negatif potensial yang akan terjadi secara kualitatif dan kuantitatif (ambruk atau roboh) berdampak fatal sehingga menyebabkan terhambatnya suplai aliran listrik,” jelasnya.
Termasuk izin penggunaan lahan tanpa disertai adanya pelepasan hak pemutusan hubungan hukum dari pihak yang berhak kepada negara melalui lembaga pertanahan sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 tahun 2012, tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
“Ditambah jembatan itu tidak adanya pengaman di bagian posisi samping jalan dengan keadaan curam. Musababnya dibawah samping kanan terdapat adanya rumah penduduk,” jelasnya.
Maka hal ini, kata dia, terkait pemberian rekomendasi izin yang diberikan oleh Saguling POMU, diduga telah mengabaikan kajian analisa secara geografis. “Kami anggap kebutuhan warga terhadap manfaat pembangunan jembatan terkesan mubazir karena tidak sesuai peruntukan,” ungkapnya.
Lantaran minimnya pengawasan dari tim teknis Saguling POMU pada pelaksanaan pembangunan dari mengawalinya proses hingga finishing pembangunan jembatan, artinya tidak adanya tim yang langsung memantau di lapangan sehingga mengakibatkan perencanaan pembangunan jembatan tidak sesuai dengan kenyataan.
Maka dari itu, Sambas meminta PT. Indonesia Power segera menindak lanjuti dan mengevaluasi kesepakatan yang telah dibuat pihak Saguling POMU dengan pemerintahan Desa Karacak.
** Andres / Arip Ekon