Bogor | Jurnal Inspirasi
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bogor terancam turun, apabila revisi Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tak kunjung rampung. Sebab, para investor masih menunggu pengesahan RTRW baru untuk memulai pembangunan.
“RTRW mutlak kita kebut. Kalau sudah selesai sosialisasikan ke investor dan pengembangan perumahan, karena dengan adanya pembangunan, ada ekonomi yang masuk. Kalau sudah ada pembangunan infrastruktur atau fisik PDRB akan meningkat dan pendapatan meningkat,” ujar Sekretatis Daerah Kota Bogor, Syarifah Sofiah, baru-baru ini.
Syarifah menuturkan, selain memikirkan RTRW, juga harus bersama-sama memikirkan pembangunan pusat-pusat ekonomi baru atau wilayah pembangunan baru.
Kota Bogor ini, tengah kotanya menjadi kota heritage yang tidak boleh dirubah, karena ada nilai sejarah. Pusat ekonomi atau pembangunan baru bisa disebar di wilayah lainnya yang memiliki potensi.
“Di Suryakencana sudah ada Pecinan, nanti katanya akan ada Kampung Arab, ini bisa jadi wisata baru. Anak-anak muda Kota Bogor ingin kotanya berubah. Kita sudah ada julukan Heritage City, Smart City, Green City, City of Runner, kota ramah keluarga dan yang terbaru dari IPB Science City. Ini ekonomi yang bisa dibangun, walaupun di Covid-19 tidak banyak yang bisa dilakukan, tapi harus dipersiapkan dari sekarang,” terangnya.
Sekda menambahkan, sebagai kota yang hidup dari jasa dan perdagangan, Pemkot Bogor dituntut untuk bisa mendatangkan wisatawan. Kalau hanya mengharapkan dengan benah kampung namun tanpa akses yang memadai Kota Bogor akan ketinggalan dengan destinasi wisata di Kabupaten Bogor.
“Jadi kita harus buat yang lebih spesifik, buat paket-paket wisata. Kami prediksi 2021 wisatawan ke Kota Bogor 7,7 juta jumlahnya memang lebih kecil dari sebelum Covid-19 yang mencapai 9 juta wisatawan,” katanya.
Sementara itu, Pemkot Bogor pada 21 Oktober 2020 telah melakukan pembahasan lintas sektor bersama kementerian terkait.
“Kita sudah klarifikasi langsung ke kementerian soal RTRW. Tapi sampai sekarang persetujuan berita acara belum diserahkan. Padahal, itu penting untuk menaikanberita acara menjadi persetujuan substansi menteri,” ujar Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Rudy Mashudi.
Rudy menegaskan bahwa persetujuan substansi menteri merupakan prasyarat agar dapat diparipurnakan di DPRD. “Soal revisi RTRW, kami dapat rekomendasi gubernur pada akhir 2019. Tapi karena pandemi Covid-19 jadi terhambat,” ucapnya.
Hambatan lainnya, sambung Rudy, lantaran seluruh daerah di Indonesia mengajukan revisi RTRW dalam waktu yang bersamaan. “Itu juga salah satu kendalanya,” imbuhnya.
Menurut dia, pemkot sudah beberapa kali melaksanakan praloket dan sudah melakukan koreksi berkali-kali soal RTRW yang akan direvisi serta asistensi di kementerian, seiring disahkannya Undang Undang Omnibus Law.
“Padahal, salah satu poin omnibus law adalah mempercepat pengesahan RTRW dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Makanya kami meminta pusat memberikan kepastian berapa lama persetujuan substansi menteri keluar. Kami berharap akhir November nanti semuanya bisa rampung,” kata Rudy.
Ia mengakui bahwa tersendatnya revisi RTRW akan menjadi hambatan tersendiri bagi pemkot untuk menggeber pembangunan infrastruktur. Rudy menambahkan bahwa pemkot melalui Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) telah menyarankan agar pusat membuat Peraturan Pemerintah soal penyelenggaraan penataan ruang. “Jadi nanti persetujuan RTRW bisa dikonsentrasi ke provinsi, dan saat ini kebijakan itu sedang dibuat,” tandasnya.
Fredy Kristianto