Jurnal Inspirasi – Petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dipandang sebagai sosok heroik. Mereka adalah orang-orang yang pertama datang saat bencana menerjang, menyisir puing-puing, menerobos banjir, atau mendaki lereng longsor demi menyelamatkan nyawa. Namun, di balik keberanian itu, ada kisah lain yang jarang terdengar, kisah mistis di balik misi kemanusiaan.
Jueni, atau yang lebih akrab disapa Eyang Sanguan, sudah tujuh tahun mengabdi sebagai anggota BPBD.
Tiga tahun ia jalani sebagai relawan Desa Tangguh Bencana (Destana) di bawah naungan BPBD Kabupaten Bogor, dan empat tahun terakhir ia menjadi anggota aktif Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Kabupaten Bogor.
Berbagai bencana sudah ia hadapi. Dari banjir bandang, longsor, sampai pencarian korban hilang. Tapi ada satu kejadian yang tak pernah ia lupakan, bukan karena besarnya bencana, melainkan karena hal-hal di luar logika yang ia dan tim alami saat itu.
“Kejadiannya waktu itu di sungai kecil. Airnya nggak dalam-dalam banget, tapi deras karena habis hujan deras semalaman. Ada laporan warga, satu orang hilang terseret arus,” cerita Eyang.
Tim BPBD langsung turun ke lokasi dan mulai menyisir sungai. Dari hulu ke hilir mereka mencari, bahkan menyusuri pinggiran sungai yang dipenuhi semak belukar. Tapi hasilnya nihil.
“Padahal secara logika, kalau pun hanyut, jasadnya pasti ketemu di sekitar situ. Tapi nggak ada,” ujar Eyang sambil menggeleng.
Akhirnya, mereka memutuskan untuk meminta bantuan tokoh masyarakat setempat, termasuk seorang kiai yang dikenal memiliki “ilmu” spiritual.
“Waktu itu kiai bilang, Insya Allah besok jam sekian jasadnya akan muncul di titik ini. Kita yang dengar cuma bisa mengangguk. Tapi benar saja, keesokan harinya, di jam dan lokasi yang disebutkan, korban ditemukan,” kata Eyang dengan raut wajah serius.
Bagi tim BPBD, kejadian seperti ini bukan pertama kali terjadi. Meski bekerja dengan pendekatan ilmiah dan prosedural, mereka tetap tidak bisa menutup mata terhadap kejadian-kejadian yang tak bisa dijelaskan dengan logika.
“Kadang kita memang butuh bantuan spiritual juga. Karena di lapangan, yang kita hadapi bukan hanya alam, tapi juga hal-hal yang tak terlihat,” katanya.
Meski begitu, Eyang menegaskan, semangat kemanusiaan tetap jadi alasan utama mereka menjalankan tugas.
“Yang penting, korban bisa ditemukan, dan keluarganya bisa tenang. Apapun jalannya, kita tetap ikhtiar,” tukasnya.
(Arip Ekon)