32.3 C
Bogor
Friday, November 22, 2024

Buy now

spot_img

Bukan Marah-Marah, Melainkan Hanya Mengingatkan Jokowi

JURNAL Inspirasi – Always Happy Bu Dr. Sri, saya share lagu cinta anak muda Yogya yang merdu untuk menghibur kawan-kawan Wankar ICMI, al ibuku Dr Sri Astuti yth, beliau amat tekun berkomunikasi dan mengikuti dinamika pemilu Pilpres thn 2024 yang  penuh misteri kecurangan, akal bulus, dengan komentar, yang “menyentil” kita, atau mengingatkan kita jangan “marah-marah”. He he heem.

Kita berharap perbedaan pandangan, pendapat dan sikap pro-kontra yg terjadi tidak sampai menggerus persaudaraan kita antar sesama dalam grup Wankar ICMI ini. Kita harus tetap sabar, bertawakkal illallah, legowo, rileks dan tetap setia merajut hubungan persaudaraan atas landasan ketaqwaan kepada Allah SWT, Tauhidullah, aamiin.

Kata hadist nabi Muhammad SAW bahwa perbedaan itu adalah rahmat, insya Allah memperluas wawasan, kesiapan mental, mempertegas dan memperjelas hak dan batil (furqon), meningkatkan daya antisipasi dan solusi, meningkatkan kewaspadaan nasional kita, serta bermuara pada ketahanan bangsa dan negara Indonesia yang kita sama-sama cintai ini, agar berkemajuan dan berperadaban. 

Kita sebagai Warga bangsa dan negara RI yang peduli dan kritis sangat dibutuhlan negara NKRI.  Mereka itu adalah kaum intelektuil, cendekiawan, ulil albab yang memiliki kepedulian yang tinggi atas keselamatan nasib negara-bangsanya, yang bernama Indonesia Raya.

Kaum intelektuil merupakan insan-insan “sekolahan” yang terdidik dan terpelajar, selalu berpikir atas landasan ipteks (saintific). Intelektuil yang bergabung dalam ICMI, adalah Cendekiawan Muslim, mereka barangtentu tidak saja berpikir secara santific, akan tetapi juga berpikirnya berpadu dengan iman taqwa (imtaq), agama yang dianut dan diyakini DinnulIslam.

Islam harus membentuk pola pikir, pola bersikap dan berperilaku kita sehari-hari, tidak ada dikhotomi Islam dengan Pancasila sebagai ideologi NKRI, NKRI sudah final, kita harus mencintai negeri ini. Dan jangan pula kita sebagai kaum cendekiawan muslim Indonesia dengan keperibadian yang terpecah (split personality), ambigu dan mendua (munafik) mencari selamat (savety player), dalam arti tidak merespon kondisi kekinian Indonesia yang carut-marut penegakan hukum.

Cendekiawan Muslim Indonesia haruslah bersuara lantang, kritis, jangan diam saja (cicing wae) karena sukses dan gagalnya perjalanan bangsa dan negara Indonesia berada pada pundak para ilmuwan, pakar dan kaum ulama/rohaniawan. Kaum intelektual bertindak sebagai komunitas pencerah dan aktor penyadaran masyarakat, janganlah takut untuk beropini.

Untuk lebih jelasnya watak dan kepribadian sosok Cendekiawan Muslim Indonesia, agar membaca AD dan ART ICMI, serta Wawasan Pengabdian dan Kode Etik Anggota ICMI, merupakan hasil-hasil keputusan Muktamar VII ICMI thn 2021di Bandung, Jawa Barat.

Jadi watak Cendekiawan Muslim Indonesia, adalah mereka peduli, sadar akan perjalanan bangsa dan negara, selalu berpikir kritis dan analitik berdasarkan berbagai konsep, teori dan perspektif menurut disiplin ilmu pengetahuan yang dipelajari, dikuasainya, tapi mereka berperpikir, berbuat dan berperilaku atas landasan Tauhidullah, yang merujuk pada kitab suci Al Quranulkarim dan Assunnah Muhammad SAW.

Pada posisi berpikir landasan Tauhidullah inilah, konsekwensinya bagi kita kaum Cendekiawan Muslim yang tergabung dalam organisasi ICMI, harus dan wajib berpihak kepada kebenaran dan keadilan.

Bahkan Allah SWT berfirman bahwa untuk kaum intelektual (ulil albab) wajib berjihad untuk menegakan kebenaran dan keadilan, dalam arti “beramar makruf nahi mungkar” di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam wadah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Agama Islam (Dinnulislam) sebagai  pandangan hidup (way of life), pedoman hidup kita manusia (hudallinnas) yang kemudian dijabarkan dalam filosofi dan ideologi Pancasila dan konstitusi negara UUD 1945 sangat sarat dengan tatanan nilai, norma, etika, moral dan kaidah hukum (sudah seharusnya kita khayati bunyi pesan etika dan moral pada 4 alenea Pembukaan UUD 1945).

Presiden RI Jokowi wajib memahami, menghayati dan mengamalkannya isi Pembukaan UUD 1945, terutama 4 tujuan bernegara yaitu melindungi, memajukan, mencerdaskan bangsa dan proaktif menciptakan perdamaian abadi lokal, nasional, regional dan global.

Kita sebagai Cendekiawan Muslim Indonesia berkewajiban memahami, menghayati dan mengamalkannya sistem etika, moral dan hukum tersebut dalam perikehidupan kita sehari-hari di lingkungan masyarakat bangsa secara cerdas dan bertanggungjawab.

Jadi, menurut pendapat saya, dengan begitu banyak penyimpangan yang diperbuat oleh regim penguasa (the ruling party) Presiden RI bpk Jokowi saat ini, terutama gemar bercawe-cawe mempromosikan GR putranya sebagai Cawapres RI thn 2024 yang melanggar etika berat dan bahkan cacat hukum, politik dinasty dengan Cawapres GR sering disebut “anak haram konstitusi”, maka seharusnya kita bahkan wajib mengingatkan dan memberitahu berbagai pelanggaran etika, moral dan hukum tersebut dalam perspektif saintific dan relegion dengan ketaatan imtaq yang kuat.

Berdasarkan kontek ini, saya tak sependapat dengan simbokku Dr.Sri Astuti Buchori, kita yang sering memberikan kritik berdasarkan hasil pengamatan dan analisa ini, dikatakan “marah-marah”, bukan marah benci. Akan tetapi kita sayang dan cinta kepada NKRI, tanah tumpah darah Indonesia. Jangan sampai dalam kemunduran dilihat dari indikator sektor dan bidang pembangunan nasional, jika dibiarkan, dan kita diam saja (cicing wae), kita permisif, cendekiawannya bersikap “yes man” saja demi kepentingan jangka imah 3 Ta (tahta, harta dan wanita/free sex), bukan Tauhidullah, maka  negeri yang kita sama-sama kita cintai NKRI lama kelamaan ambruk dan ambiyar (bubar).

Salah satu negara predatornya yang siap suatu saat mengintervensi, menginvasi dan menganeksasi adalah RRC karena bisnis dan investasinya sangat dominan di negeri kita. Sementara para the ruling party Indonesia, ada gejala yang nampaknya “gusture” menjadi kacung atau boneka China, apabila ditinjau dari warna public policynya yang berat sebelah, dan sangat merugikan bangsa dan rakyat kita.

Beberapa contoh misalnya Proyek strategis nasional (PSN) diantaranya hilirisasi tambang Nikel di Morowali Surbar bersifat “enclape”, PSN Eco-Rempang, Barelang Kepulauan Riau yang melanggar HAM, PSN IKN Nusantara di Kaltim yang rawan dianalisis secara geologi, geopolitik dan geostragik, serta pemborosan dana, PSN Kereta Cepat Bdg-Jakarta, perkongsian China-Indonesia yang “mahal” membebani APBN dan menguntungkan investor China, dsb.

Begitu banyak regulasi dan kebijakan publik yang diputuskan regim penguasa mas Joko, yang merugikan rakyat dan bangsa, terlihat dari indeks ketimpangan sosial, indeks kemiskinan masih tinggi, penguasaan asset nasional terkonsentasi pada segelintir orang yang notebenenya aseng, indek korupsi melompat tinggi, indeks penangguran besar, indeks penegakan hukum dan pelanggaran ham anjlok, daya saing ekonomi dan sdm rendah, dsb dsb.

Regulasi dan public policy serta perUndangan-undangan yang dirancang dan diputuskan sangat lemah pro kerakyatan bahkan kental kepentingan pengusaha besar, kapitalis (oligarky) bahkan dibuat tanpa kajian ilmiah (naskah akademik) berbasis akal sehat (nalar ipteks dan spiritual imtaq), tanpa perdebatan di parlemen, disebabkan lebih didasarkan pada akal fulus (money politic, politic transactional, wani piro) dan akal bulus (culas dan curang, akal busuk).

Keculasan dan kecurangan tsb terjadi dalam penyelenggaraan agenda nasional Pemilu Pilpres dan Pileg RI thn 2024 yang kini diperdebatkan di sidang MK RI, dan faktanya cukup terang benderang berdasarkan jejak digital ITC, salah satu diantaranya yang spektakular seperti yang ditayangkan film “Dirty Vote” dengan konten dan lakon “Gentong Babi”, yang tidak bermoral.

Tragis nasib negara ini, jika kita kaum intelektual Intelektual, warga masyarakat yang sangat paham dan mengerti, kini berperilaku masa bodoh (permisif), dan memilih diam saja atau bahkan pro/ikut mendukung pihak yang berbuat zholim.? Nauzubillahi minzalik.

Simpulannya, kita kaum Cendekiawan Muslim Indonesia, di saat bangsa Indonesia dan NKRI dalam kondisi ‘sakit”, alias kondisi “tidak baik-baik amat” sangatlah wajar kiranya, dan kita berkewajiban memberikan solusi dan peringatan keras kepada kaum umaro, pemerintah, elite penguasa (the ruling party) bpk Jokowi dkk, agar mengembang tugas kenegaraan dan pemerintahan RI wajib mentaati hukum berdasarkan Peraturan dan Perundangan yang berlaku. Dan sebagai insan yang peduli dan bernalar, kita  akan selalu pro aktif mengingatkan !, sebagai tanggungjawab moral kaum cendekiawan, bukan marah-marah sebagaimana yang dituduhkan pihak tertentu ?, no way..

Save NKRI, save Bangsa Indonesia ###
Syukron barakallah
Wassalam

====✅✅✅

Penulis: Dr.Ir.H.Apendi Arsyad, M.Si
(Pendiri dan Wasek Wankar ICMI Pusat merangkap Ketua Wanhat ICMI Orwilsus Bogor, Pendiri dan Dosen Universitas Djuanda Bogor, Konsultan K/L negara, Pegiat dan Pengamat serta Kritikus Sosial melalui tulisan di Medsos)

Related Articles

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles