Jurnalinspirasi – Bismillahir Rahmanir Rahim
Malam itu, tepatnya Jumat menjelang tengah malam tanggal 19 Januari 2024, ketika saya menata buku-buku di rak-rak perpustakaan pribadi saya di rumahku di Kp Wangun Atas RT 06 Rw 01 Kel.Sindangsari Kota Bogor, Subhanallah saya menemukan sebuah buku yang amat menarik dan menjadi perhatian saya. Buku itu berjudul “Air Atambua”: Sjarifudin dan Justika Baharsyah, terbit Juli 2006, penerbitnya Galang Sinergi Nusa Jakarta.
Buku tersebut cukup tebal sebanyak 476 halaman, bercover lux berwarna coklat, dan posisi buku itu saya temukan berada dalam tumpukan buku pribadi saya di rumah. Saya senang sekali menemukan buku itu, sebab kedua tokoh nasional bahkan dunia, alumni HMI Cabang Bogor, saya mengenalnya baik, ada beberapa kali bertemu, bertatap muka, baik di rumah di perumahan elit Villa Duta Bogor, pernah juga di kantornya serta tempat tertentu lainnya seperti di Gedung Serbaguna Mahasiswa Islam (GSMI), komplek wakaf Yayasan Pengembangan Insan Cita (YAPIC)Bogor, berdiri thn 1994 dimana saya bersama alumni HMI mendirikannya, termasuk bpk Sjarifudin Baharsyah dan ibu Justika Baharsyah. Saya didapuk, dan diberi amanah oleh para pendiri sebagai Ketua Umum Badan Pengurus YAPIC, Bogor, selama 22 thn, sejak 1994 sd 2016.
Alhamdulillah, YAPIC Bogor, berkat dukungan dan kerjasama para senior dan sesepuh HMI yang cerdas, keras dan.ikhlas, kini telah berdiri sarana dan prasarana pengkaderan adik-adik Insan Cita HMI, diberi nama GSMI, diatas lahan wakaf 2500 meter persegi, terletak di Kelurahan MargaJaya Kota Bogor Barat, kira-kita 1 km dari Kampus IPB Dramaga Bogor.
Jujur saya berkata bahwa kedua suami istri yakni bpk Prof.Sjarifudin dan ibu Prof.Justika Baharsyah, kira-kira pada thn 1995 mewakafkan sebidang tanahnya yang telah bersertifikat, terletak di daerah Kel.Loji Sindangbarang Bogor.Barat Kota untuk pembangunan GSMI, ikrarnya wakafnya melalui bpk Prof.H.Sjafri Mangkuprawira, pendiri dan Ketua Dewan Pembina YAPIC Bogor.
Singkat kata, dengan melalui berbagai aktifitas Yayasan amal-sosial inilah, memungkinkan saya bertemu, bersilaturrahmi dengan kedua suami-istri tersebut yang bagi saya, mereka adalah tokoh nasional, bahkan internasional yang sangat dikenal publik dengan beragam macam jabatan publik kenegaraan, NGO, Yayasan sosial dan lembaga internasional spt FAO dll, yang pernah dijabatnya.
Mereka berdua adalah tokoh panutan saya yang menjadi suritauladan (rule model) dalam kehidupan berkeluarga, berbakti dan mengabdi kepada nusa-bangsa dan negara serta agamanya, dan barangtentu juga menjadi panutan para alumni HMI, khususnya alumni HMI Cabang Bogor.
Setahu saya selama berinteraksi langsung dengan mereka, para aktivis HMI senior diatas saya, diantaranya seperti alm Prof.Sjafri Mangjuprawira, alm Prof Soleh Solahudin, alm.Prof AA Mattik, alm.Prof Sadan Widarmana, alm.Prof.Sitanala Arsyad, alm Prof.A Azis Darwis, alm.Prof.Hidayat Sjarif, bpk Ir H.Abas TS, Ir.Moh Toha, Ir.Kosasih, termasuk penyair terkenal angkatan 66 Kakanda Drh Taufiq Ismail yang menulis Kata Pengantar dalam buku “Air Atambua” ini, dan banyak lagi alumni HMI yang lain, mereka sangat respek dan menghormati seniornya, sosok kharismatik bpk.Sjarifudin Baharsyah dan istrinya ibu Justika Baharsyah.
Sebab, kedua suami istri ini, semasa kuliah di IPB Bogor, sekitar pada thn 1950an, mereka adalah aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang getol melawan CGMI, ormawa underbow PKI dimasa itu “head to head”, kemampuan kepemimpinan sangat menonjol. Bahkan bpk Sjarifudin pernah menjadi Ketua Umum HMI Cabang Bogor 2 periode kepengurusan pada thn 1954-1958, sedang ibu Justika aktif di Korp HMIwati (Kohati).
Setelah lulus, keduanya menjadi Dosen IPB, terus berkarier baik di internal kampus (kaprodi, wadek, dekan, warek, akademisi-guru besar) maupun ekternal kampus di Kementan RI (bpk dan ibu pernah menjabat Mentan RI di era Orde Baru bpk Presiden RI ke 2 Jenderal Besar H.Muhamad Soeharto, sebuah momen dan fenomena sosial yg unik dan amat langka ditemukan di dunia, suami dan istri bisa menjadi Menteri) dan ibu Mentan Prof Justika juga pernah juga mendapat amanah dan mandat sebagai Menteri Sosial, memimpin Kemensos RI dimasa awal gerakan Reformasi bpk Presiden ke 3 Prof Burhanudin Jusuf Habibie, yang mengilhami isi buku “Air Atambua” ini.
Kembali ke cerita buku Air Atambua, yang saya temukan di tumpukan buku-buku Perpustakaan di rumahku pada malam itu. Saya teringat dan mencoba mengingat kembali bahwa buku tersebut saya dapatkan, dan diterima langsung dari bpk Prof.Sjarifudin dan ibu Prof.Justika Baharsyah di rumahnya yang indah nan asri di komplek Villa Duta Kota Bogor, tgl 5 Oktober 2006, ketika saya mendampingi bpk.Prof Sjafri Mangkuprawira, Ketua Pembina YAPIC, menandatangani dokumen Ikrar Wakaf tanah beliau suami-istri untuk diserah, diwakafkan untuk pembangunan gedung GSMI-Yapic Bogor.
Setelah penandatangan surat-surat perwakafan dari Kemenag tersebut, kami berbincang-bincang sejenak dengan penuh akrab, dan terakhir sebelum kami pamit pulang, saya dan pak Sjafri dihadiahkan sebuah buku Autobiografi mereka berdua berjudul “Air Atambua” sebagai “kado” kenangan untuk kami berdua yang sudah bertamu. Dan barangtentu kehadiran buku itu sangat berarti buat saya pribadi, karena banyak pengalaman berharga, “success story” yang bisa dipahami dan dipetik menjadi bahan pembelajaran (lesson learn).
Saya dan bpk.Sjafri, sangat senang menerima sebuah buku memoar tersebut dari kedua pewakif tanah, yang berhati mulia, yang merupakan tokoh panutan kami. Akan tetapi, entah mengapa, akibat berbagai “kesibukan” buku itu “lupa” atau belum sempat dibaca sampai tamat, sehingga isinya, pesan moralnya belum tuntas dipahami dengan baik.
Dan saat inilah, saya menyempatkan diri untuk membacanya. Walaupun saya menemui “kesukaran” disana-sini untuk mendalami makna sesungguhnya, karena buku itu cukup tebal terdiri dari 9 Bab, dengan konten yang amat beragam, bernarasi tentang cerita dinamika kehidupan mereka berdua. Akan tetapi menarik untuk dibaca, dipahami pesan-pesan moralnya seperti semangat juang, pengabdian, dedikasi-loyalitas, bekerja profesional dan bertanggungjawab, jalinan persahabatan, rasa cinta dan berkasih sayang antar sesama, hormat dan memuliakan orangtua dan para gurunya, hidup berkeluarga Samarah, dll.
Kebetulan hobby saya, gemar membaca buku-buku Autobiografi para Tokoh, orang-orang sukses dan para pejuang, kegemaran itu muncul sejak usia muda.hingga kini lansia, sehingga di perpustakan pribadi saya ada puluhan buku Biografi berbagai Tokoh Nasional dan bahkan Dunia.
Singkat kata, salah satu simpulan isi buku.”Air Atambua” yang saya baca ini, adalah menceritakan pengalaman “success story”, sebagaimana yang saya kutip berikut ini:
….”Pada thn 1999 Menteri Sosial Justika Baharsyah bekerja keras untuk menyediakan air bersih bagi para pengungsi dari Timor Timur di Atambua, daerah gersang diujuang timur NTT. Suatu pekerjaan yang penuh tantangan tetapi.sangat penting untuk meringankan penderitaan mereka yang malang. “Air di Atambua” merupakan perlambang dari kisah hidup Justika dan Sjarifudin yang kulminasinya adalah penerimaan amanah untuk meringankan penderitaan dan meningkatkan kesejahteraan..”.
Selanjutnya buku tersebut menarik untuk dibaca dan disimak maknanya, tentang autobiografi kedua Tokoh Nasional dan Global tersebut, kader dan alumni HMI Bogor yang sukses, sebagai isi testimoni bpk Taufiq Ismail, (Juli 2006), yang dingkapkan.dan diekspresikan seniman.besar tersebut dalam Kata Pengantar buku itu, antara lain saya kutip sebagai berikut:
“…Kalau adalah pasangan suami-isteri di Indonesia ini yang kedua-duanya Gurubesar, Doktor, Dekan, dua kali menjabat Menteri (portopolio sama, masa jabatan berbeda), Menteri Muda, pemegang Bintang Mahaputra, dengan kegiatan kemasyarakatan tetap padat selepas usia kerja, maka pasangan itu pastilah Kang Sjarifudin dan Ceu Justika Ubuh…”. Lebih lanjut bpk Taufiq, mengungkapkan…”Kita beruntung karena kekayaan pengalaman hidup pasangan Cendekiawan ini dituliskan di buku ini dalam gaya bercerita, yang didasari rasa syukur “atas curahan rahmat dari Yang Maha Kuasa yang senantiasa kami terima”, demikian pengantar Kang Sjarifudin. Sungguh kita akan mendapat manfaat besar membaca buku autobiografi ini, terutama bagi generasi muda sebagai tauladan untuk dicontoh..”(Taufiq Ismail, 2006).
Jadi, kesimpulan saya, setelah membaca buku Autobiografi kedua suami-istri yang sukses mengembang amanah, begitu banyak kegiatan pengabdian sosialnya di berbagai Yayasan, insyaAllah menjadi amal sholeh sebagai modal menghadap Allah SWT di kemudian hari. Mereka berdua adalah vigur dan sosok.alumni HMI yang sangat layak menjadi “Rule Model”, suritauladan kehidupan.
Untuk alm.Prof.Sjarifudin.yang berpulang kerahmatullah pada thn 2021 di era pandemic Covid 19, kita mendoakan, semoga Allah SWT menempatkam arwahnya di tempat mulia Surga Jannatunnaim, sedang ibu Prof.Justika Baharsyah dihari tuanya beserta putri-putri dan cucu-cucunya senantiasa dalam perlindungan dan pertolongan serta Rahmat dan Hidayah Allah SWT, hidup sehat walaffiat tak kurang sesuatu apa, dan selalu berbahagia, Aamiin-3 YRA.
Demikian, narasi ringkas ini saya buat dengan sebenarnya dan ikhlas, semoga ada manfaat bagi para pembaca sekalian yang budiman. Saya memohon maaf seandainya ada kekhilafan dan salah dan atau ada hal-hal ungkapan bahasa yang kurang berkenan dihati, sekali lagi maaf, hampura.
Salam ..”Yakin Usaha Sampai” (Yakusa), … Insan Cita HMI… Bahagia HMI..”.
Syukron barakallah
Wassalam
====✅✅✅
Penulis: Dr.Ir.H.Apendi Arsyad, M.Si
(Pendiri dan Wakil Dewan Pembina YAPIC Bogor, Sekwanhat MD Kahmi Daerah Bogor, Pendiri dan Dosen.Senior  (Asoc Profesor) Universitas Djuanda Bogor, Pendiri dan Ketua Wanhat ICMI Orwil Khusus Bogor, Konsultan K/L negara, Pegiat dan Pengamat serta Kritikus Sosial)