Refleksi Akhir Tahun oleh Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) bersama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyikapi Krisis Hutan di Jawa Barat
Bandung | Jurnal Bogor
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Barat bersama Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Jawa Barat bongkar situasi krisis hutan dan ketakutan kedepan dari dampak krisis hutan yang sudah mulai dirasakan di Jawa Barat.
Hal ini terungkap saat WALHI Jawa Barat bersama FK3I Jawa Barat memaparkan tentang Refleksi Akhir Tahun 2023 dan menjelang akhir Periode Kepemimpinan 2019– 2024 Bidang Kehutanan, bertempat di Sekretariat WALHI Jawa Barat, di Kota Bandung, Kamis (28/12/2023).
Dalam siaran pers yang disampaikan oleh Direktur WALHI Jawa Barat bersama Ketua FK3I Jawa Barat menyampaikan bahwa Jawa Barat mempunyai daratan hutan dengan segala Sumber Daya Alam yang melimpah gagal dikelola secara Adil Dan Lestari oleh Negara. Sehingga, Kehilangan dan Kerusakan Hutan dengan dampak akibat dari hal tersebut menimbulkan Bencana Alam yang tak pernah berhenti.
Disebutkan dalam Data Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat Tahun 2019 menyatakan bahwa Luas Hutan Jawa Barat Tahun 2019 Sekitar 776.830,83 Ha terdiri dari Hutan Konservasi Seluas 170.140,38 Ha, Hutan Lindung Seluas 225.936,93 Ha , Hutan Produksi Tetap Seluas 198.287,96 Ha. Hutan Produksi Terbatas Seluas 182.465,57 Ha yang tentunya situasi data tersebut hanya berkaca pada peta dan kertas.
Pada kenyataannya sejak lama hutan di Jawa Barat telah Rusak dan Hilang Kerusakan dan kehilangan hutan telah terjadi.
Jika hitung-hitungan diatas kertas dengan situasi yang ada terkait hutan di Jawa Barat Tahun 2019 versi Catatan Kertas Badan Statistik adalah seluas 776.830,83 Ha. Kemudian, jika disandingkan data dari KLHK yang menyadari bahwa kerusakan hutan yang perlu diperbaiki dengan dibantu oleh masyarakat untuk kepentingan semestinya sekitar seluas 269.782 Ha (Data Target Perhutanan Sosial/KHDPK di Jawa Barat). Artinya, Hutan kita yang masih baik-baik saja sekitar seluas 495.048 ha.
Dari sisa luasan hutan tersebut kami menemukan data, dimana BUMN melakukan pengrusakan hutan seluas 608,01 Ha dan tidak jelas lahan kompensasinya, bahkan malah ada BUMN dan Perusahaan yang masih mangkir untuk mengganti Lahan kompensasi, Hutan kita tinggal tersisa seluas 494.439,99 Ha.
Luas hutan tersebut belum dikurangi oleh dampak kebakaran hutan yang belum dapat dipulihkan, maraknya wisata alam yang tidak sesuai kaidah hutan, perambahan akibat dampak turunan pembukaan hutan oleh kepentingan kapitalis, pembangunan jalan tol, pembangunan jalan lingkar kota/kabupaten, kegiatan dan pembangunan apapun Atas Nama Proyek Strategis Nasional, yang jika diperkirakan karena belum dapatkan data detailnya kemungkinan ada sekitar Ribuan Ha Kawasan Hutan.
Sehingga, sisa hutan kita hanya setengah dari data yang dicatat oleh Buku Badan Statistik yaitu diperkirakan sekitar seluas 388.415,415 Ha.
“Setidaknya dari catatan kertas yang kami dapati, membuktikan salah satu kerusakan hutan yang jelas dan nyata di lapangan dan terbukti dalam sebuah dokumen. Satu Contoh Dilakukan BUMN atas nama PT.PLN (Persero) yang mempunyai wewenang merusak hutan melalui aturan IPPKH (Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan),” tambahnya.
Data yang diperoleh bahwa, PT PLN (Persero) dalam kurun waktu periode kepemimpinan saat ini bermasalah di 3 (tiga) IPPKH diantaranya :
1. Di Kab Sumedang Dengan Nomor Ijin : 8/1/IPPKH/PMDN/2017 seluas 52,78 Ha
2. Di Purwakarta dan Karawang Nomor : SK/503/MenLHK/Setjen/Pla.0/11/2018 seluas 44,36 Ha
3. Di Sukabumi Nomor : SK/535/Menlhk//Setjen/Pla.0/11/2018 seluas 11,34 Ha.
4. Di Bandung Barat dan Cianjur Nomor : 63/1/IPPKH/PMDN/2016 Seluas 409 Ha dan kita akan bedah poin ke 4, dimana PT.PLN (Persero) melakukan Pembangunan PLTA Upper Cisokan di Kab Bandung Barat dan Kabupaten Cianjur Dengan Dana Pinjaman dari AIIB (Asian Infrastructure Investment Bank) dan melakukan pengrusakan hutan seluas 409 Ha dan berkewajiban melakukan penggantian hutan seluas 1 berbanding 2 dengan Jumlah luas yang harus diganti seluas 818 Ha Sesuai isi IPPKH manis di kertas tanpa implementasi kronologis yang tercatat :
– Tanggal 1 Desember 2021 , PLN belum menyediakan kekurangan lahan seluas 665,727 Ha, dimana Seluas 532,7209 Ha. Sedangkan proses Clean and Clear dan 133,006 Ha belum mendapatkan lahan. Jadi baru 152,273 Ha (Surat Resmi KLHK ke PT PLN).
– 13 September 2023 dari luas 152,273 Ha PLN belum melakukan penanaman dan penghutanan kawasan (Surat Peringatan KLHK Kepada Pemegang IPPKH). Dan, mungkin banyak data lain yang belum kami temukan.
– “Kami belum mendapatkan data jelas lokasi lahan seluas 152,273 Ha akan melakukan upaya melalui permohonan informasi publik ke KLHK. Kami akan terus melakukan kampanye hutan ganti hutan dan di implementasikan. Kami juga akan terus mengawal dan mengawasi persoalaan tersebut diatas,” tegasnya.
Dari catatan tersebut, WALHI Jawa Barat dan FK3I Jawa Barat meyakini PT PLN pun masih menyisakan persoalan di lokasi lainnya, baik di Jawa Barat dan umumnya di Indonesia, juga BUMN lain dan perusahaan lain pun terindikasi melakukan hal yang sama refleksi periode kepemimpinan saat ini yang hampir habis di Tahun 2024 di bidang kehutanan adalah periode kelam pengrusakan dan penghilangan kawasan hutan yang masif.
Di akhir tahun ini, kecemasan soal krisis hutan dan dampak yang telah dirasakan menjadi hal yang sangat penting dibahas siapapun nanti Pemimpin Negara, Legislatif dan Yudikatif juga Perusahaan dan BUMN tidak akan cepat dan dapat segera memperbaiki dan mengganti hutan yang hilang selama sistem bernegara ini tidak mengedepankan kepentingan hutan untuk keberlangsungan anak cucu kita,”. jelasnya.
Catatan kelam ini menjadikan contoh negara gagal mengelola sumber daya alam bagi kesejahteraan rakyat.
Sumber:
Wahyudin, Direktur Walhi Jawa Barat
Dedi Gjuy Kurniawan Ketua FK3I Jawa Barat
(yev/rls)