jurnalinspirasi.co.id – Rabu pagi itu, sekitar pkl 10-an, saya sedang berolahraga jalan kaki, mengelilngi rute RS BMC-Jln Pajajaran-Jembatan Otista yang baru diresmikan penggunaannya, terus Jln Surken, daerah bisnis tersibuk di Kota Bogor, kemudian masuk daerah perkampungan pinggiran anak Sungai Ciliwung Kelurahan Sukasari, menyemberang ke daerah Barangsiang, RS BMC dimana mobilku di parkir.
Sambil menunggu sang istri tercinta berkonsultasi dengan dokter orthopedi di RS tersebut, dengan nomor antri yang lumayan panjang, lama menunggu. Oleh karenanya saya memanfaatkan waktu bergerak untuk “mengeluarkan keringat” berjalan kaki 2-3 jam, berolah raga pagi. Begitulah kebiasaanku sehari-hari, agar hidup tetap sehat, kesehatan prima, dan sambil melihat kiri-kanan mengamati dan memahami gejala sosial dinamika kehidupan masyarakat perkotaan sebagai sumber inspirasi untuk mengasah pikiran agar tidak cepat menua dan akhirnya pelupa, pikun.
Dalam tulisan saya ini, dan pada kesempatan ini, barangtentu saya tidak akan membahas persoalan dan permasalahan sosial masyarakat kota Bogor yang saya amati tadi sewaktu berjalan di pagi hari.
Akan tetapi, saya akan mengatakan, ketika saya menyeberang jembatan yang sempit dan panjang di perkampungan Sukasari Bogor itu, ketika napas saya “terengah-engah” saya mendapat telepon dari Ketum DPP Perempuan ICMI, ibu Welya Safitri yang sudah amat saya kenal orangnya. Ketum Perempuan ICMI ini mengundang saya untuk berbicara seperti tawaran topik diatas. Saya bilang dalam percakapan kami, wah itu temanya agak berat, ada kosa kata “perspektif Islamnya”, saran saya narsum yang cocok adalah ustadz/ustazah atau Kiyai/ulama. Saya bilang saya bukan ulama, tetapi saya hanya “ubaru”, pemahaman fiqih syariah saya sangat minim, sambil berseloroh.
Akan tetapi uni Welya tetap “ngotot” (keukeh) untuk mengundang saya, agar hadir di forum para pengurus dan aktivis Ormas Islam DPP Perempuan ICMI sekarang ini. Alhamdulillah saya dan kita bisa bersua muka, bermuzakarah di gedung ICMI Center-Warung Buncit Jaksel, yang megah ini. Saya pun bisa bersilaturrahmi dengan komunitas ibu-ibu Cendekiawan Muslimah (perempuan) ICMI yang kreen dan mantul ini.
Maafkan saya selaku “ubaru” jika nanti saya menarasikan topik semula “Berakhlaq mandiri Cendekia dalam Perspektif Islam”, barangkali kurang pas dan amat terbatas kompetensi saya, ruang lingkup meluas, harap maklum, dan saya tambahkan kata Muslimah agar tampak gendernya. Saya berharap mari kita belajar bersama, berbagi (sharing) berbagai konsep, teori dan atau mahzab (aliran pemikiran) kita, yang mungkin beragam pemahaman, kepercayaan dan bahkan keyakinan (aqidahnya) terhadap spirit gender.
Dalam sesi diskusi nanti, kita akan manfaat waktu yang terbatas untuk berdiskusi, sharing ide-ide segar sebaik mungkin, dan menemukan kasus-kasus gejala sosial yang baik (normal) dan sebaliknya, mana yang abnormal, anomali dan paradoks tidak sesuai DinnulIslam (QnS).
Sistem nilai, norma dan kaidah agama dan.sains seperti apa yg benar, dan atau yang salah (bias) menurut pola budaya kita mssyarakat religius (socio religous) bukan sekuler apalagi ateis-komunisme-Karl Mark, Lenin dan Stalin. Hal demikian itulah yang.kita.akan cari dan temukan.”benang merahnya” bersama-sama dalam forum diskusi/dialog kaum Perempuan
ICMI saat ini.
Menurut saya, topik diatas, kesan saya agak umum, belum spesifik lingkup kajiannya sesuai karakteristik dan profil Keperempuan ICMI. Oleh karena itu, saya menambahkan kata Muslimah, dan insya Allah akan mempersempit topik materi diskusi kita, dengan fokus pada studi gerakan keperempuan (gender) dengan isu-isu strategis yang cukup banyak dan kompleks dewasa ini, yang kini kian berkembang dan terus menjadi perbincangan publik dalam berbagai aspek sosial budaya, sosial ekonomi dan sosial politik. Apalagi menjelang pemilu serempak, pesta demokrasi pileg dan pilpres 2024 yang sebentar lagi tiba, diselenggarakan pada tgl 14 Februari 2024 nanti.
Saya membaca HU Kompas Kamis 21 Desember 2024 kemaren, bahwa Koalisi Perempuan Penyelamat Demokrasi dan HAM, telah mengkritisi pada Rabu 20 Desember 2023, antara visi dan misi ketiga Capres 2024 sangat kurang dan bahkan nihil memasukan agenda program dan kegiatan pemberdayaan perempuan, anak dan keluarga Indonesia guna menyongsong Indonesia Emas 2045. Isu-isu gender juga luput dalam materi presentasi dan bahasannya dan bahkan nihil publikasi persoalan gender. Artinya pada kampanye Pemilu 2024, para Capres dinilai belum memperhatikan kepentingan perempuan.
Saya kira ini menarik untuk dikaji, mengapa terjadi demikian?
Kemungkinan ketiga Paslon Capres RI 2024 tersebut, Timsesnya nihil pemikir (ilmuwan dan pakar) dari kalangan perempuan.
Menurut saya DPP Perempuan ICMI ini merupakan tantangan dan peluang, agar kaum perempuan penggerak ICMI, proaktif berkontribusi dalam mewarnai “public policy dan social enpowering” di negara-bangsa Indonesia yang sama-sama kita cintai ini. Dua ranah peran dan fungsi itulah menurut AD dan ART ICMI yang harus kita perjuangkan.
Lebih terangnya lagi program dan aktivis Ormas Islam ICMI itu adalah 5 K-ICMI, yaitu peningkatan kualitas SDM dalam hal (1) Iman dan taqwa kpd Allah SWT (bertauhid dan bermuamalah), (2) pola berpikir (kecendekiawan, keilmuwan dan kepakaran mumpuni), (3) kualitas karya (inovasi, iptelks skill), (4) kualitas hidup (household income yg cukup dan tinggi, social well being, social walfare etc), dan (5) kualitas keluarga yang dilandasi rasa cinta dan berkasih saying (sakinah mawaddah warrohmah).
Kelima ranah program ICMI itu, bagi Perempuan ICMI sangat penting dan saling mendukung sebagai siuatu sistem nilai, norma dan kaidah ICMI.
Akan tetapi jika saya berpikir mana yang didahulukan (perioritas), saya berpendapat program 5-K ICMI, yang diprioritaskan yang ke 5 yaitu peningkatan kualitas kehidupan.berkeluarga yang Sakinah Mawaddah Warohmah (samarah).
Argumentasinya cukup banyak ditinjau dari perspektif agama Islam, sains dan kondisi demografis, psikologis-sosiologis dan antropologis, dll berbagai sudut pandang. Nanti kita narasikan singkat sebagai pemantik materi dialog/diskusi kita sekarang.
Selain itu, karena kegiatan dialog DPP Perempuan ICMI ini dalam rangka memperingati ultah (Milad) ICMI ke 33 thn (7 Des 1990-21 Des 2023) ada baiknya juga, saya selaku salah seorang pendiri ICMI bernarasi ringkas, mengapa dan atau faktor apa yang melatarbelakangan lahirnya ICMI di NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 ini.
Dengan maksud dan tujuan, agar semua elemen organisasi penggerak ICMI baik pengurus, anggota dam simpatisan calon anggota ICMI paham dan kemudian mau dan mampu menjalankan visi, misi (khitttah). tujuan, wawasan pemgabdian, program dan kegiatan pengabdian ICMI secara sadar, responsif dan bertanggungjawab sesuai dengan Etika Keanggotaan ICMI.
Pola pikir (mindset) berbasis pada khittah, wawasan dan etika anggota ICMI demikian itu dipahami, disebabkan Perempuan ICMI, salah satu organ atau Badan Otonom (Batom) ICMI, sehingga gerak langkahnya harus sejalan dan senapas dengan induknya ICMI.
Jangan seperti sekarang, kebanyakan Batom ICMI bebas, berjalan sendiri-sendiri (tidak terintegrasi) dan “terlepas” (disconnected) dari ICMI. Saya tak akan menyebutkan contohnya disini, khawatir menimbulkan polemik. Padahal saya sudah lama mengkritik dan memberikan solusinya terhadap gejala keorganisasian yg negatif ini melalui beberapa tulisan saya di medsos khususnya WAG Wankar ICMI Pusat. Salah satu faktor penyebab bebas dan terlepasnya (ahistoris) Batom dari induk, ibarat pribahasa “kacang lupa akan kulitnya” selain munculnya oknum pengurus ICMI berperilaku “free rider” juga akibat belum adanya atau ketiadaan (vakum) ketentuan Sistem (tatanan) Kelembagaan Organisasi yang mengatur pola relasi antara Batom dengan ICMI bersifat “win-win” (simbiose mutualistik) pada semua level-hirarki organisasi (Orpus, Orwil, Orda dan Orsat), terutama Batom yang berwatak mencari keuntungan ekonomi dan finansial (profite centre).
Mudah-mudahan tidak terjadi atau berlaku pada Batom Perempuan ICMI, insya Allah.
Jadi kita harus memahami sejarah lahirnya ICMI, agar kini dan kedepan kita tidak “misleading”. Apa yang melatar belakangi lahir ICMI di tanah air Imdonesia, 7 Desember 1990, yaitu sbb:
1. Dinamika sejarah negeri Nusantara, dengan penduduknya muslim mayoritas dengan para Sultan yang memimpin kerajaan Islam Nusantara, yang telah berkontribusi besar terbentuknya masyarakat dan bangsa Indonesia yang hidup sejahtera pada abad 13-18.Masehi, karena hasil buminya melimpah dan kaya raya seperti rempah-rempah, dan hasil perkebunan lainnya yang terkenal di benua Eropa.
2. Muncul penjajahan Belanda dalam masa 350 tahun dan Jepang 3,5 tahun, menyebabkan rakyat, suku bangsa hidup di wilayah Nusantara tertindas (mustaafin) terutama kaum muslimin Indonesia mayoritas itu, menjadi warga kelas 3, kaum pribumi putera yang disebut “Inlander”, manusia hina. Oleh para amtenar penjajah Belanda,..” seekor anjing piaraanya lebih dihargai dan disayangi ketimbang kaum bumi putera (inlander)..”, Kaum pribumi muslim Nusantara hidup dan kehidupannya berada dalam keadaan miskin, bodoh dan terbelakang, rakyatnya menderita dan sengsara, makanya setelah Indonesia Merdeka (Proklamasi 17-8-1945) ini pesan sejarahnya yang disebut Proklamator dan Presiden RI pertama bpk Ir.Soekarno, dengan istilah lainnya “amanat penderitaan rakyat” (Ampera),
3. Dengan kondisi ketertindasan inilah para Sultan, dan kaum intelektual bumi putra yang terpelajar karena telah mendapat pendidikan dunia Barat spt Sukarno, M Hatta, M Natsir, Tan Malaka, Sutan Syahrir, dll, dan tulang punggunnya cendekiawan muslim bangsawan (ningrat), Mereka berjuang untuk merebut Kemerdekaan Ibdomesia Raya, berperang mengusir penjajah, yang dipelopori dan dikomandoi para ulama dan santri (hisbullah wathan dll) spt KH Sholeh Iskandar di wilayah Bogor, KH Ahmad Sanusi dari Sukabumi, dll. Bung Tomo dengan pekikan Allahu Akbar peristiwa perang 10 November 1945 di Surabaya yang disemangati fatwa jihad KH Hasyim Asyari, Kiyai host NU, dll, kini hari 10 November menjadi Hari Pahlawan. Mereka para pejuang (mujahid) sebagian sdh diakui negara menjadi Pahlawan Nasional,
3. Indonesia Merdeka pasca Proklamasi 17 Agustus 1945 menuntut adanya perjuangan mengisi kemerdekaan dengan program dan kegiatan pembangunan di segala bidang, Ipoleksosbudhankam. Hal ini konsekuensinya membutuhkan SDM terdidik dan terpelajar yang menguasai ipteks dan peduli dengan nasib rakyat, umat, bangsa dan negaranya (kaum intelektual). Untuk itu meraih SDM yang menguasai iptek, tekno socioenterpreuneur, manajerial skill dan leaderhip ability yang profesional di era Orde Lama (Orla) sangat sulit dikadernya skibat komflik ideologi dan politik yang berkepanjangan dan tak menentu, ekonomi rakyat morat-marit, kabinet silih berganti, sidang konstituante beberapa kali gagal, muncul Mosi Integral Natsir thn 1950, Dektrit Presiden 5 Juli 1959 kembali ke UUD 1945 dengan spirit Piagam Jakarta, Nasakom dan akhirnya puncaknya meletus peristiwa G 30 S PKI thn 1965, dan
4. Muncul kekuatan Orde Baru (Orba) pada thn 1965/1966, sukses menumpas G.30 S PKI dengan tulang punggungnya TNI AD dibawa komando Kostrad Letjen Soeharto dan para aktivis mahasiswa muslim diantaranya dari HMI dan KAHMI, dan ditanbah dari kelompok Ormawa Cipayung spt PMKRI, GMNI. GMKI, PMII, IMM dan lain-lainnya. Rezim Orba berhasil membangun masyarakat Indonesia, terutama bidang ekonomi, kesehatan dan pendidikan, dimulai sejak thn 1971 hingga 1995. Di era Orba ini, banyak keluarga santri kiyai-ulama, atau pribadi muslim yang taat beribadah, kesadaran spiritualnya meningkat, mendapat pendidikan yang sangat baik, berhasil lulus dari perguruan tinggi yang exellence university baik dari dalam maupun luar negeri spt Nurcholish Majid, Imaduddin A Rahim, M.Amin.Rais, A Syafii Maarif, Deliar Noor, Anton Timur Djaelani, Kuntowijoyo, BJ Habibie dan banyak lagi yang lain, ribuan jumlahnya.
Dalam masyarakat Indonesia terjadi gejala social “intelectual booming” sejak thn 1980an, yang kemudian menjadi “basic demand” bangsa dan negara Indonesia, karena membangun NKRI mutlak membutuhkan tenaga manusia SDM trampil yang berkualitas handal, terutama teknokrat, manajerial dan enterpreuner, dan
5. Faktor “intelectual booming” inilah yang mengakibatkan dan atau.berdampak lahirnya ormas Islam bernama Ikatan Cendekiawan Muslim se Indonesia (ICMI) di Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur thn 1990. Jadi omas ICMI berkarakter 3-8 dimensi, diantaranya Keislaman, Kebangsaan/Keindonesiaan dan Kecendekiawanan (baca dan pelajari AD dan ART ICMI), ICMI berfungsi.ormas perekat, pengikat dan pemersatu kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan tidak berpikir dikotomi, apalagi sektarian, sempalan dll. iCMI merupakan anak kandung bangsa sab NKRI yang diharapkam bisa membangun masyarakat madani (civil soviety), yakni masyarakat berkemajuan, demokratis, berperadaban, berkeadilan dan bermakmuran (walfare society).
Mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahterh inilah merupakan tantangan dan sekaligus tugas serta amanah ICMI membangun Negeri spt isi pesan syair Hymne ICMI.
Berdasarkan pokok-pokok pemikiran atau konseptual tersebut diatas, dimana posisi dan peran Batom Perempuan ICMI. Ya menurut saya mereka harus fokus, konsen dan memperioritaskan prpgram 5 K ICMI yang kelima, meningkatkan kualitas keluarga Samarah. Seban institisi keluarga begitu vital dalam membangun NKRI yang kuat yang diridhoi Allah SWT.
Kaum perempuan dalam keluarga ibu dari anak-anakmya, dan.isteri bagi suaminya. Dalam kelurga, ibu adalah madrasyah pertama dan utama bagi anak-anak keturunannya. Juga istri penopang utama kesuksesan suaminya dalam peran dan fungsi domestic dan publik. Contoh kasus keluarga yg mungkin bisa dijadikan “rule model” yakni bapak Presiden RI ke 3, pendiri dan Ketum pertama MPP ICMI Prof.BJ Habibie sukses berkarier dan mengabdi kepada bangsa dan negara, karena ditopang kesetiaan dan dedikasi dari isterinya yang sholehah yang luar biasa, ibu Ainun Habibie (saksikan film Habibie- Ainun), begitu mesra dan bahagia, sakinah mawaddah warohmahnya keluarga bpk.BJ Habibie ini. Dan atau keluarga Rasulullah Muhammad SAW adalah suritauladan yg baik (hasanah) bagi keluarga muslim spt Khadijah, Siti Aisyah dll.
Walaupun dalam kenyataannya di lapangan, agak sukar kita menemukan satu “rule model” keluarga yang ideal, sempurna tersebut. Sebab peran dan fungsi perempuan atau kaum ibu terdapat bermacam-macam (tipologi) ditinjau dari perspektif sosiologis dan antropologis. Menurut Prof.Aida Vitayala (2010) bahwa peran-peran gender dapat diklasifikasikan, yaitu perempuan berfungsi reproduktif (peran utama: selaku istri, ibu, ibu rumah tangga (keluarga)yang tak tergantikan, 3 M: manak, masak dan macak), produktif: acap diasumsikan tidak memiliki peran produktif, padahal alokasi curahan waktu sehari-harinya cukup banyak, dan membantu (turut) mencari nafkah keluarga, dan peran sosial yaitu menajemen jasa, penyuluhan terkait pada peran produktif.
Sedang kaum lelaki, peran reproduktifnya sebagai bapak, kepala keluarga, peran produktif utamanya selaku pencari nafkah, dan peran sosialnya sebagai pemimpin, politik, ketahanan/militer dan pekerjaan dibayar (formal).
Sedangkan peran perempuan di era global (millenial), era digital saat lebih bervariasi lagi secara sosiologis. Menurut Vitayala (2010) peran kaum perempuan dapat dilakukan dari perspektif posisi mereka dalam berurusan dengan pekerjaan produktif yang bersifat tidak langsung (domestik) dan pekerjaan produktif langsung (publik) yaitu sbb:
1. Peran tradisional (reproduktif hidup 100 persen untuk keluarga, pembagian tugas jelas, perempuan dalam rumah dan lelaki diluar rumah)
2. Peran transisional (berpola peran transisi lebih utama dari peran lainnya, dengan pembagian tugas mengikuti aspirasi gender, tetapi eksistensinya memperhatikan keharmonisan, akan tetapi urusan rumah tangga tetap menjadi tanggungjawab perempuan),
3. Peran ganda (dwi peran, selaku ibu memposisikan peran di dua dunia yakni menempatkan peran domestik dan publik dalam posisi sama penting. Dukungan moral suami pemicu ketegaran, atau sebaliknya keengganan suami akan memicu kesesatan, dan atau bahkan bisa mendatangkan konflik terbuka atau terpendam,
4. Peran egaliter (menyita waktu dan perhatian perempuan untuk kegiatan diluar rumah (publik). Dukungan moral dan tingkat kepedulian suami sangatlah hakiki untuk menghindari konflik kepentingan pemilihan dan pendistribusian peranan. Jika tidak, maka akan terjadi masing-masing suami dam istri akan saling berargumentasi untuk mencari pembenaran, sehingga menimbulkan ketidaknyamanan suasana kehidupan berkeluarga, dan
5. Peran kontemporer, adalah dampak dari pilihan perempuan untuk mandiri dalam kesendiriannya (wanita karier, populasinya masih sedikit tapi semakin.bertambah di daerah perkotaan, kota-kota besar), akibat mindset yang sangat keliru, sesat dalam memahami hakekat hidup berkeluarga, institusi keluarga (family institusion) dimana dominasi lelaki menjadi “momok”, merepotkan wanita. Gejala sosial budaya spt ini kini tengah melanda negara-negara maju spt Jepang, Jerman, Singapura dll, kaum.mudanya enggan nikah-kawin, sehingga berakibat underpopulation.
Bahkan Megawangi (1999) memandang bahwa munculnya aliran pemikiran feminisme, gerakan emansipasi gender itu adalah dasar pemikiran konflik peran isteri terhadap (versus) suami. Ada konsep conflik classnya ajaran komunisme Karl Mark, yang merasuki budaya masyarakat perkotaan, yang benar peran dan fungsi perempuan dan lelaki, yakni komplementer, harmoni, saling melengkapi kekurangan masing-masing, atau yang disebut peran fifty-fifty (50: 50 persen). Jadi kita sebagai muslimah harus berhati-hati mengikuti arus utama (mainstream) aliran pemikiran (mahzhab) gerakan feminisme-emansipasi yang marak dewasa ini, agar Kita tidak tersesat dan menyesatkan dalam hidup bekeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Apalagi saat ini Kita sedang menghadapi serangan gerakan lesbian, gay, bisex dan transgender (LGBT) yang dilarang atau diharamkan Dinnul Islam itu. Sehubungan dengan hal itu, maka ketahanan keluarga muslim harus kita perkuat akidah dan ketaatan bersyariah bagi anggota keluarga (anak dan cucu, cicit) kita, agar teguh pendirian (istiqomah) dalam beragama Islam.
Lantas bagaimana peranan Perempuan Muslimah sesungguhnya dalam perspektif Islam sebagaimana, yang diminta topik diskusi ini. Kira-kira seperti apa konsepsinya menurut Al Quran?.
Dinul Islam adalah pelopor utama dan pertama yang menempatkan perempuan pada proporsi yang layak, terhormat dan mulia, serta sederajat dengan kedudukan lelaki dalam kehormatan manusiawi, bahkan bisa lebih appresiasinya sesuai hadist nabi dimana ibu dinilai 3 kali, sedangkan ayah hanya 1 kali. Untuk jelasnya agar membaca Al Quran Surat An Nahl ayat 97 dan Al Anbiya 94, dan beberapa hadist.
Perempuan sebagai manusia merupakan makhluk ciptaanNya dan hamba Allah, seorang muslimah bertanggungjawab terhadap tugas yang diemban padanya, dan akan memperoleh ganjaran (pahala) yang setimpal dengan amal perbuatannya, serta selaku manusia beriman, wajib percaya dengan kehidupan akhirats.
Menurut konsep ajaran Islam, terdapat 3 tugas utama yang wajib ditunaikan oleh kaum perempuan (Arsyad, 2019) yaitu sbb:
1. Perempuan diciptakan sebagai “sakanah”, yang artinya dia adalah penenang dan penentram hati (QS Ar Ruum 21)
2. Perempuan diciptakan sebagai sumber kecintaan dan rasa kasih-sayang (QS Ar Ruum 21), dan
3. Perempuan sebagai ratu rumah tangga dan pendidik anak beserta cucunya (QS An Nahl 72 dan Ar Ruum 21).
Surat Ar Ruum ayat 21 sering kita jumpai kutipannya dalam surat undangan resepsi (walimahan) perkawinan kedua mempelai pria-wanita. Mereka meminta didoakan, mudah-mudahan menjadi keluarga Samarah.
Terjemahan QS Ar Ruum 21, berbunyi ….”Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Allah ialah Dia menciptakan untukmu Isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya. Dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah, bagi mereka kaum yang berpikir…”
Demikianlah narasi ringkas mengenai peranan dan problematika Keperempuan Muslimah dan keluarga dianalisis berdasarkan perspektif Islam, Al Quran dan Sunnah Rasulullah. Semoga ada manfaatnya bagi pembaca dan para peserta diskusi sekalian, dan Insya Allah kita berada dalam rahmat, hidayah dan ridhoNya illahi, Allah SWT, Aamiin YRA.
Syukron barakallah
Wassalam
=====✅✅✅
Penulis: Dr.Ir.H.Apendi Arsyad, MSi
(Pendiri dan Wasek Wankar ICMI Pusat merangkap Ketua Wanhat ICMI Orwil Khusus Bogor, Pendiri dan Dosen Senior (Asosiate Profesor) Universitas Djuanda Bogor, Pegiat dan Pengamat serta Kritikus Sosial)
Daftar Pustaka
=============
1. Arsyad, A (2019). Kritik dan Saran untuk Peningkatan Mutu Pelayanan Pendidikan Kota Bogor, Penerbit IPB Press Bogor, 573 halaman,
2. Vitayala, Aida (2010). Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa. Penerbit IPB Press Bogor, 522 halaman.
3. Depag RI (2002). Al Quran dan Terjemah dengan transliterasi Arab-Latin. Penerbit Karya Agung Surabaya,
4.Megawangi, Ratna (1999). Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender. Penerbit Mizan Bandung, 288 halaman,
5. Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) ICMI, Hasil-hasil Keputusan Muktamar ICMI ke 7 thn 2021 di Kota Bandung Jawa Barat, dan
6. HU Kompas, Rabu 21 Desember 2023, Pemilu 2024: Capres Dinilai Belum Perhatikan Kepentingan Perempuan. Kolom 5 bagian Humaniora, Jakarta.