Home Edukasi Milad ICMI ke-33 Tahun dan Tantangan Pemilu Tahun 2024

Milad ICMI ke-33 Tahun dan Tantangan Pemilu Tahun 2024

Jurnalinspirasi.co.id – Bismillahir Rahmanir Rahiem. Menarik juga memperhatikan dan atau mengenang kembali lahirnya ormas Islam, Ikatan Cendekiawan Muslim se Indonesia, disingkat ICMI.

Tanpa terasa organisasi tempat berkumpulnya kaum intelektual warga negara-bangsa Indonesia, yang beragama Islam (muslim), yang bernama ICMI, telah berusia genap 33 tahun.

ICMI lahir dan berdiri di Kampus Universitas Brawijaya (UNBRA) Kota Malang, Jawa Timur, tepatnya hari Kamis menjelang tengah malam  tgl 7 Desember 1990, dan sebelumnya didahului dengan rangkaian aktivitas Simposium Nasional (Simnas) dengan tema “Membangun Masyarakat Indonesia Abad XXI” yang dihadiri lebih dari 400 orang peserta para ilmuwan dan pakar, berdatangan dari seluruh Indonesia (dari Sabang sampai Merauke). 

Mereka memadati ruangan Audotarium Kampus UNBRA yang megah dan cukup luas itu, dan salah seorang pesertanya adalah saya AA. Sekedar dimaklumi bahwa saya adalah salah seorang saksi sejarah detik-detik lahirnya ICMI di bumi Nusantara Indonesia. Kegelisahan kaum terpelajar dan terdidik  dari keluarga santri Indonesia sudah berlangsung sejak thn 1980an, dimana telah berlangsung “intelectual booming” skubat keberhasilan pendidikan keluarga santri berkuliah di Univetsitas baik di dalam dan luar negeri.

Salah satu event yang tak akan saya lupakan dalam hidup saya “succes story” adalah peristiwa yang amat bersejarah bagi hidup saya adalah seminar dan pertemuan nasional cendekiawan muslim, digelar pada tgl 6-8 Maret 1986 di Bogor.

Empat tahun sebelum lahirnya ICMI di Kota Malang, saya beserta kawan-kawan di 4 organisasi dan lembaga sosial yaitu grup diskusi mahasiswa lintas kampus Forum Latihan Muslim Intelektual (Folapmi) yang saya (AA) pimpin, bermarkas di asrama Sanggar Felicia (SF) IPB di Kota Bogor, berhasil menjalin kerjasama dengan LSAF dibawah kepemimpinan mas Drs. M Dawam Rahardjo, dan PPA Consultant dibawah kepemimpinan bpk Dr.M Amin Azis, serta Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor, rektornya Dr.AM Saefuddin.

Dan saya selaku ketua Panitia Pelaksananya (OC) dan ketua SC-nya Semnas dan Persimnas adalah abang Ir.M Soleh Khalid, yang sdh almarhum (kena kasus Covid thn 2021), dengan anggota SC-nya antara lain Dr.Didin.S Damanhuri, Dr. M Fadhil Hasan, Drs.A Rifai Hasan, Ir.Kuswanto dan Ir.Sonson Garsoni. Ahamdulillah kedua kegiatan tsb, kami sukses menyelenggarakan Seminar nasional (Semnas) dan Pertemuan Silaturrahmi Cendekiawan Muslim Nasional (Persimnas), dengan tema “Menyiapkan Masyarakat Industri dan Informasi menuju Abad XXI”, bertempat di Aula Gedung Yayasan Pusat Studi dan Pengembangan Islam (YPSPI), yang kini menjadi Kampus Universitas Djuanda (UNIDA) Bogor sejak September 1987, dimana salah seorang faunding fathernya adalah bpk Letjen (Purn) H.Alamsyah Ratu Perwira, mantan Menag RI dan kemudian menjadi Menko Kesra RI di era Orde Baru, Presiden RI keduanya bpk Jenderal Besar (Purn) Soeharto.

Bpk.Alamsyah selaku Menko Kesra RI diundang dan hadir memberikan sambutan dan sekaligus membuka Semnas dan Persimnas Maret 1986 tersebut secara resmi. Persimnas tersebut melahirkan program dan rekomendasi pembangunan keumatan dan kebangsaan, serta berikutnya terbentuk Forum Komunikasi Pembangunan Indonesia (FKPI)dibawah Ketuanya bpk.Letjen.(Purn) Ahmad Tirto.Sudiro dan Sekjen FKPI diberi amanah kepada mas Adi Sasono.

Alhamdulillah forum Semnas dan Persimnas yang dihadiri sekitar 200 orang dari para akademisi, dosen (ilmuwan dan pakar) dan sejumlah aktivis dan birokrat serta politisi spt abang Ir.Akbar Tanjung juga.hadir di Ciawi Kabupaten Bogor.

Jadi dengan adanya kegiatan Semnas Cendekiawan Muslim se Indonesia, bulan Desember 1990 kami menyambutnya dengan baik dan senang hati atas adanya rencana Semnas yg digagas 5 org aktivis Rois, mhs Fakultas Teknik UNBRA, Salman, Eriks dkk itu.

Seingat saya, ada beberapa Dosen IPB yang hadir di kampus UNBRA yang dari Bogor, diantaranya Dr.Sjafri Mangkuprawira (Ketua LPPM IPB) dan istrinya Dr.Aida Vitayala Hubeis, Prof.Sadan Widharmana (warek satu IPB), Dr.Abdul Azis Darwis, Dr.Aisyah Gerindra, Dr.Illah Saillah dan saya sendiri AA.

Ada Semnas dan Pernas pemrakarsanya atau motor penggerak pendirian ICMI adalah para akademisi/dosen dari sejumlah Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta (PTN dan PTS) di Indonesia, diantaranya Dr Nurcholish Majid, Dr.Imaduddin A Rahim, Dr.Jimly Assiddiqie, Prof.Yusuf A Faisal, Dr.Amin Rais, Dr.Watik Pratiknya, Dr.Fuad Amsyari, Prof.Gajah Nata, Prof.Halide, Dr.Sri Bintang Pamungkas, Dr.Murasa Sarkani Putra, Prof.Sadan Widarmana, Dr.Mukhtar Ahmad, Dr.Ahmad Fanani, Prof Soleh Salahudin, Dr.Sjafri Mangkuprawira, Dr Aida Vitayala, Prof.Aisyah Gerindra, dan banyak lagi yang lain, ada ratusan jumlahnya, tersebar di berbagai daerah provinsi, kabupaten dan kota besar di tanah air Indonesia, maka pantas ada nama ormas ini ungkapan kata “muslim se Indonesia”.

Sedangkan mereka  yang hadir di kedua forum Simnas dan Muktamar ICMI pertama thn 1990, tidak saja Dosen, akan tetapi apabila ditelusuri dari latarbelakang profesi dan etnisnya sangatlah beragam (heterogen), ada yang pejabat/birokrat, para ulama, pimpinan Ormas Islam, aktivis LSM (NGO), konsultan, pekerja sosial, pensiunan militer/ABRI, para pejuang/ legiun Veteran, ustadz dan pengasuh Pondok Pasantren, guru Sekolah dan Dosen PTN-PTS sebagai saya sebutkan diantara nama-nama diatas.

Tokoh pendiri ICMI dari kalangan unsur Pemerintahan yang sangat populer, diantaranya adalah bpk Prof Dr.BJ Habibie, Menristek RI dan Kepala BPPT, yang kemudian secara aklamasi terpilih menjadi Ketua Umum ICMI yang pertama di forum Muktamar ICMI pertama yang cukup menegangkan, penuh haru-biru dan berbahagia itu, kesepakatannya ICMI berdiri diantara gelombang “pro dan kontra”, ada yang mendukung dan mengapresiasi, serta ada juga yang apriori dan mencaci maki spt ICMI, kepanjangan dari “Ikatan Calon Mualaf Indonesia” dan atau ICMI diplesetkan menjadi “Ikatan Calon Menteri Indonesia” dll.

Selanjutnya hadir pula dari unsur birokrat/Pemerintahan diantaranya bpk Prof.Emil Salim, Ir Azwar Anas, Dr.Wardhiman, Dr.Zuhal, Prof.Ahmad Baiquni, Ir.Muslimin Nasution, dan lain-lain. Adapun dari kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat/LSM (NGO) motor penggerak pendirian ICMI adalah Dr M Dawan Rahardjo, Dr.M Amin Azis, Adi Sasono, dll.

Mereka yang hadir tersebut adalah kumpulan orang-orang yang peduli dengan nasib bangsa dan negaranya, dimana warga masyarakatnya yang dari tempo doeloe dan hingga sekarang (zaman Now) masih berada dalam kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan (3 K penyakit sosial) akibat kultural, natural dan struktural, dalam banyak hal atau aspek ipoleksusbudhamkam hingga kini, terutama umat Islam Indonesia, yang merupakan penduduk mayoritas (lk 85 persen) yang hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dimana.kaum.muslimin mayoritas hidup tertinggal (marginal society).

Menurut sejarahnya adanya penyakit sosial 3 K (kemiskinan, kebodohan dan keterbekakangan) bagi umat Islam Indonesia, dampak negatif yg dahsyat dari penjajahan Belanda selama 3,5 abad  dan penjajahan Jepang 3,5 thn. Oleh karena itu Indonesia Merdeka, pada tgl 17 Agustus 1945 terbebas dari penindasan (penzholiman kaum kafir), memasuki pintu gerbang keemasan bagi umat, rakyat dan bangsa Indonesia, dengan mengisi kemerdekaan RI dengan pembangunan di segala bidang, terutama pendidikan dan kesehatan.

Akhirnya anggota keluarga santri terutama anak keturunan ulama dan ustadz banyak yang berhasil mengenyam pendidikam yang bermutu baik di dalam maupun tugas berkesempatan tugas belajar program Pascasarjana, magister dan Doktor di luar negeri Erofah, USA dsb.

Buahmya terjadi gejala sosial “intelectual booming” yang kemudian mengakselerasi terbentuknya ICMI tgl 7 Desember 1990 yg lalu. Untuk mengatasi problem sosial 3 K tersebut di bumi Nusantara, maka konsekwensinya lahirmya ICMI merupakan “basic demand” bangsa Indonesia, yang di dalak proses pembangunanannya dibutuhkan mutlak para ilmuwan, pakar dan teknokrat lainnya, yang ikut aktif dalam tahapan atau proses perencanaan, pelaksanasn dan pengawasan.

Jadi kehadiran ICMI yang telah berusia 33 thn pada tgl 7 Desember 2023, adalah sebuah keniscayaan dan suatu keharusan untuk memproduk public policy yang berbasis saintific, yang satu dasa warsa terakhir terabaikan “did’nt scientific” oleh rezim Jokowi, lihat saja kasus IKN Nusantara di Kaltim, Pembangunan Shekter Tambang Nikel di Sulbar yang meminggirkan rakyat setempat dengan mendatangkan tenaga kerja migran China, proyek strategis nasional (PSN) lainnya yang gagal dan melanggar HAM spt PSN Eco City Rempang dsb.

Alhamdulillah, kini ICMI semakin dewasa, matang dan berpengalaman sebagai organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia bahkan dunia. Hendaknya bisa.mencarikan jalan keluar, solusi terhadap permasalahan 3 K yang melanda kehidupan umat Islam Indonesia. ICMI sesuai latar belakang lahirnya thn 1990, salah satu misinya membela dan memperjuangkan nasib umat dan bangsa dalam belenggu 3 K, dengan segala keberpihakan regulasi dan kebijakannya (affirmatif policy and regulasi) yang dikeluarkan negara, dalam hal ini Pemerintahan RI. 

ICMI wajib proaktif dalam mengawal jalannya roda pemerintahan untuk mewujudkan dan pencapaian 4 tujuan bernegara yakni melindingi, memajukan, mencerdaskan kehidupan rakyat dan bangsa, serta menciptakan perdamaian dunia yang abadi, maka peran dan fungsi ICMI yang strategis kini dan kedepan ada 2 aspek yaitu ikut aktif berpartisipasi membantu Pemerintah RI dalam menghasilkan regulasi dan kebijakan publik yang sesuai konstusi negara (UUD 1945) dan prinsip-prinsip atau kaidah Ilmiah menurut ipteks (by scientific) dan ikut aktif di lapangan usaha dengan berbagai aktifitas pemberdayaan masyarakat (social enfowering), terutama melindungi dan memperjuangkan perbaikan kehidupan kaum fakir miskin dan orang-orang tertindas (mustaafin dan fuqoro masakin) di negara ini.

Jadi peran strategis ICMI dalam memajukan masyarakat dan bangsa Indonesia melalui 2 pendekatan yaitu reflektif dan fraksis,  bukan hanya berpikir “berdiskusi” dan berzikir “ibadah fardhu” semata-mata, tetapi juga turun tangan bekerja cerdas, keras dan ikhlas di berbagai lingkungan sosial.

Akademisi atau Dosen di PTN dan PTS bukanlah  menara gading, akan tetapi kaum CiVa Kampus harus dan wajib peduli dengan nasib rakyat dan bangsa yang terkena penyakit sosial 3 K tersebut, sehingga mereka menjadi Cendekiawan Muslim Indonesia sejati, bukan “merpati” terbang sani-sini, kehilangan jatidiri. Astaghfirullah.

Saya berkeyakinan di usia ICMI ke 33 thn, warga dan anggota ICMI bisa bekerja sama, berbuat dan berkiprah dalam.hal peningkatan kualitas “public policy dan social enfowering” umat, rakyat dan bangsa sebagaimana disebutkan tadi. Hal ini ditopang telah adanya seperangkat karakter atau berwatak yang berbasis pola berperilaku, yaitu sbb:

(1). Keislaman (berzikrullah based on beriman bertaqwa beraqidah Tauhidullah), yang mengembangkan ukhuwah dan silaturrahmi, saling ta’aruf dan ta’awum dan tau’syiah guna mengukuhkan upaya mewujudkan masyarakat madani,

(2) KeIndonesiaan (bertanah air dan berkebangsaan yang satu Indonesia), memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dan negara dalam berbagai kegiatan yang tetap memperhatikan Kebhinekaan Tunggal Ika, yang kita miliki,

(3) Kecendekiawan, yang memiliki kepedulian (carefully) untuk mewujudkan berbagai kegiatan pembangunan umat, masyarakat, bangsa dan negara, terutama dalam menjunjung harkat dan martabat rakyat kecil dan memperjuangkan kaum lemah,

(4) Keilmuan dan Kebudayaan, berfikir atas dasar kekuatan dan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni-humaniora (ipteks) untuk menghasilkan kajian, inovasi, design, sumbangan pemikiran, serta berkarya nyata dengan kapasitas keilmuwan dan kepakaran yang dimilikinya,

(5). Keterbukaan, yang diselenggarakan dalam penerimaan anggota (inklusif), menampung aspirasi, partisipasi, prakarsa, dan dinamika anggota serta tetbuka dalam hal pertanggungjawaban keuangan,

(6) Kebebasan, yang dimanifestasikan dalam sikap indefenden serta bertanggungjawab, berdiri sendiri, tidak menjadi bagian dari atau bernaung dalam organisasi kekuatan sosial-politik dan atau birokrasi pemerintahan,

(7) Kemandirian, yang direfleksikan dalam sikap organisasi yang memiliki otonomi dalam pemikiran, pengambilan keputusan, penyelenggaraan kegiatan secara berswadaya terutama pada kemampuan pemikiran upaya dan sumberdaya sendiri, sesuai dengan program yang telah ditetapkan, dan

(8) Kekeluargaan, yang diimplementasikan pada pengembangan berkehidupan kebangsaan untuk menumbuhkan sikap kekeluargaan Cendekiawan Muslim, serta berpartisipasi dalam pemersatu  umat, masyarakat, bangsa dan negara (ART ICMI, pasal 2).

Kedelepan watak ICMI inilah,  merupakan suatu sistem atau tatanan yang saling berkaitan dan mendukung terciptanya seorang yang berkeperibadian Cendekiawan Muslim, yang dalam kitab suci Al Quran disebut Ulil Albab.

Ulil Albab, cendekiawan muslim dalam pengertian AD dan ART ICMI adalah orang-orang yang selalu berupaya (ikhtiar) dalam dirinya, keluarga dan masyarakat bangsanya untuk meningkatkan kualitas imtaq, pikir, kerja, karya dan kualutas hidup berumah tangga yang berkasih sayang (sakinah mawaddah warohmah), yang dikenal program 5 K ICMI.

Ulil Albab adalah sosok manusia yang dalam nafas hidup dan gerak kehidupannya selalu mengingat kebesaran Allah SWT, dan mereka hanya takut kepadaNya, bukan kepada siapa-siapa dan atau hantu-hantu, dewa-dewa, berhala yang lain yang dipuja dan disembah-sembah seperti tahta/kekuasaan politik, harta/kekayaan material  wanita/sexual, dll, yang sangat merusak harkat dan martabat (dignity) umat, masyarakat, bangsa dan negara.

Gejala-gejala sosial yang mendewa-dewakan 3 Ta (Tahta, Harta dan Wanita) semakin tampak jelas dimata kita, dengan indikator dan parameter semakin meningkatnya perilaku jahat dan bejat seperti korupsi, kolusi, prostitusi/LGBT, manipulasi hukum, berbohong, bercawe-cawe dalam penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) untuk kepentingan pribadi guna mempertahankan kekuasaannya, dan mempromosikan anggota keluarganya mendapatkan jabatan publik dalam upaya membangun politik dinasti dengan menamberak sistem demokrasi, dan lain-lain.

Amat disayangkan perilaku jahat dan bejat itu terjadi dan dilakukan oleh para elite politik dan birokrasi (the ruling party) negeri “socio religous” yang amat kita cintai ini, baik mereka menjabat di lembaga negara Eksekutif (Presiden dan Menteri RI), Legislatif (anggota DPR, MPR dan DPD RI) maupun Yudikatif (Ketua MK, KPK, dan MA RI).

Akibatnya saat ini dibiarkan dan diabaikan karena tidak ada lembaga kontrol kekuasaan negara yang efisien dan efektif spt MPR RI sebagai institusi penjelmaan kedaulatan tertinggi Rakyat, sehingga terjadilah pelemahan supremasi hukum. 

Presiden RI sebagai mandaris MPR RI tidak ada lagi, dihapus dalam Amandemen UUD 1945 ke empat kali, dan seolah-olah wajar jika Presiden RI yang melanggar konstitusi, tidak beretika dan bermoral dalam memimpin negara-bangsa seperti yang saat ini, sangat sulit untuk berhentikan (empeachment). Faktanya dalam praktek bernegara dan mengelola pemerintahan terjadi carut marut hukum pun tidak bisa dihindari, yang menggerus, mengurangi dan bahkan menghilangkan modal sosial di lingkungan sosial, karena hilanganya kepercayaan (defisit trust).

Dalam makna lain, dalam berkehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kita semakin agak sulit  menemukan pola berperilaku jujur dan berkadilan di kalangan the ruling party, karena maraknya penyimpangan sosial, yakni wabil fulus, wabil.bulus, dan akal sehat (kewarasan, common sense) pun hilang di telan langit dan bumi. Nauzubillahi minzalik.

Tidaklah heran, dan masuk akal kiranya, banyak sejumlah kalangan, tetutama kalangan pimpinan antar umat beragama, terutama pimpinan ormas Islam spt NU, Muhammadyah dll, agar penyelenggarakan pemerintahan dan negara menegakan moral dan etika, dengan melaksanakan aturan sebagaimana tercantum dalam Peraturan dan Perundangan yang berlaku. 

Misalnya dalam penyelenggaraan Pemilu tgl 14 Pebruari 2024, untuk Pileg dan Pilpres RI nanti, kita wajib taat azas Pemilu yaitu Luber dan Jurdil, demi menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia dan kemaslahatan bagi masyarakat, bangsa dan NKRI.

Janganlah sampai muncul pola berperilaku jahat dan bejat di kalangan oknum birokrasi dan oknum pejabat negara serta oknum aparatur negara yakni berbuat kecurangan seperti diungkapkan kekhawatiran sejumlah pihak…” wasit tiba-tiba menjadi pemain, dan atau pagar makan tanaman”. Ini tantangan buat ICMI untuk berupaya ikut berpartisipasi menjegahnya jangan sampai praktik kecurangan Pemilu 2024 terjadi. Pemilu 2024 berazaskan Luber dan Jurdil harus kita suarakan dan perjuangkan secara terus menerus.

Dalam rangka menyambut usia ke 33 tahun ormas Cendekiawan Islam terbesar ini eksis di masyarakat, dimana ICMI kini, semakin lebih dewasa, maka seharusnya warga dan anggota ICMI harus peduli, sesuai 8 (delapan) watak atau sifat kecendekiawannya itu, bisa (mau dan mampu) untuk mewujudkan masyarakat madani tersebut, yaitu masyarakat berkemajuan, modern, beradab, jujur, adil dan makmur serta kehidupannya penuh kerukunan dan kedamaian yang diridhoi Allah SWT.

Cendekiawan Muslim Indonesia, sebagaimana bunyi ART ICMI, telah didefinisikan adalah “orang Islam yang peduli terhadap lingkungannya, terus menerus meningkatkan kualitas iman dan taqwa, kemampuan berpikir, menggali, memahami dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kehidupan keagamaan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan untuk diamalkan bagi terwujudnya masyarakat madani (civil society).

ICMI berdasarkan Anggaran Dasar (AD), Anggaran Rumah Tangga (ART) serta dipertegas dalam dokumen Khittah, Wawasan Pengabdian dan Kode Etik ICMI, yang telah diperbaharui dan dikukuhkan dalam Muktamar ICMI ke 7 di Bandung Jawa Barat thn 2021 yg lalu, telah memiliki seperangkat tatanan kelembagaan dan keorganisasian yang amat lengkap, padat-sarat, yang menjunjung tinggi moralitas, etika dan ideologi kebangsaan berbasis keagamaan-imtaq dan keilmuan-ipteks,  sesungguhnya sudah sangat jelas dan tegas dalam pola bersikap dan berperilaku .

Sistem nilai, norma dan kaidah kedelapan unsur watak dasar ICMI tersebut seharusnya  terintegrasi, akan menjadi modal sosial (social capital) yang sangat dibutuhkan dalam membangun masyarakat Indonesia yang bermartabat dan NKRI yang maju, modern dan berdaulat.

Salah satu progran dan kegiatan andalan MPP ICMI dibawah kepemimpinan Ketumnya mas Prof.Arif Satria adalah National Lesdership Camp (NLC) sebuah terobosan inovasi diklat yang sukses, dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kapasitas Warga dan Aktivis ICMI secara nasional untuk mengungkit kinerja Organisasi yang memberikan manfaat bagi umat, rakyat dan negara-bangsa Indonesia Raya seutuhnya. Aamiin.

Demikian narasi ringkas ini dibuat dengan sesungguhnya, semoga bermanfaat bagi mereka yang bersimpati dan paham membaca isinya. Selamat Milad ke 33 tahun ICMIku tercinta.Jayalah ICMI kita, berbahagialah Warga dan Anggotanya.
Syukron barakallah
Wassalam

====✅✅✅

Penulis: Dr Ir.H.Apendi Arsyad, M.Si
(Salah seorang pendiri ICMI thn 1990 di Malang, Wasek Wankar ICMI Pusat merangkap Ketua Wanhat ICMI Orwilsus Bogor, Pendiri dan Dosen Universitas Djuanda Bogor, Konsultan K/L negara, Pegiat dan Pengamat Sosial)

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version